Bukan sekadar Tiqui Taca versus Catenaccio

Minggu, 10 Juni 2012 - 08:30 WIB
Bukan sekadar Tiqui Taca versus Catenaccio
Bukan sekadar Tiqui Taca versus Catenaccio
A A A
Apa jadinya jika dua kekuatan tim besar di Eropa berada dalam satu grup? Stadion Arena Gdansk akan menjadi saksi perhelatan dua kekuatan sepak bola Eropa, Spanyol dan Italia. Dari sisi peringkat FIFA, Italia memang di bawah Spanyol.

Italia berada peringkat 12 dan Spanyol sekarang nyaman di puncak peringkat FIFA. La Furia Roja juga datang ke Ukraina-Polandia dengan kepercayaan diri tinggi. Catatan impresif sepanjang babak kualifikasi plus status sebagai juara bertahan Piala Eropa 2008 dan tentu saja kampiun Piala Dunia 2010. Modal yang cukup untuk membuat Spanyol pantas jemawa sekaligus optimistis bisa back to back juara Piala Eropa.

Masalahnya, ini adalah laga klasik. Sejarah mencatat, Spanyol tak pernah bisa menjinakkan Italia dalam waktu normal. Bukan itu saja, di Piala Eropa, La Furia Roja juga tak mampu menjebol gawang Italia di sepanjang 90 menit. Kini, superioritas gaya tiqui taca (baca: tika taka) yang menjadi buah bibir dunia sepak bola beberapa tahun terakhir akan kembali diuji catenaccio Italia.

Bisa dikatakan bahwa pertahanan rapi ala Italia, yang dalam bentuk ekstremnya menjadi sepak bola negatif, merupakan hal menakutkan bagi gaya sepak bola Spanyol, baik di level klub maupun tim nasional. Spanyol tentu tetap percaya diri dengan gaya permainannya yang mengandalkan mobilitas gerak, intensitas, dan akurasi yang tinggi serta rantai operan yang panjang dan membuat lawan frustrasi mengejar bola.

Dibantu banyak gelandang kreatif, Spanyol seperti biasanya akan berupaya mendominasi pertandingan dan mencuri gol melalui sebuah tusukan mematikan. Di sini Xavi masih akan menjadi metronome permainan dengan dibantu Silva, Iniesta, Cazorla, Fabregas, atau Jesus Navas untuk melakukan penyerangan. Masalahnya, “tarian” Spanyol akan terasa sia-sia kalau tidak dibarengi kemampuan menusuk jauh ke wilayah pertahanan lawan dan menuntaskan tariannya dengan gol.

Sebab, catenaccio sejauh ini menjadi gaya yang susah ditaklukkan. Contoh konkret adalah Barcelona yang gaya permainannya menjadi di-copy paste oleh Spanyol. Barcelona terbilang susah menjinakkan tim dengan kemampuan gerendel memadai. Semifinal Liga Champions 2012 saat ditundukkan Chelsea dan final Liga Champions 2010 melawan Inter Milan adalah buktinya. Ditambah skuad Spanyol sedikit mengalami kepincangan setelah ditinggalkan David Villa karena cedera.

Praktis ketajaman Fernando Llorente dan pengalaman Fernando Torres menjadi harapan. Khusus Torres, ini adalah panggung terbaik untuk membuktikan kemampuannya belum habis. Sementara di pihak Italia, badai cedera menerpa jelang bergulirnya Piala Eropa 2012. (Andrea) Barzagli yang terkena cedera otot lutut harus diistirahatkan terlebih dahulu untuk pemeriksaan medis.

Cedera yang dialami Barzagli ini membuat Pelatih Cesare Prandelli tinggal menyisakan (Leonardo) Bonucci, (Giorgio) Chiellini, (Federico) Balzaretti, dan (Angelo) Ogbonna sebagai center back. Meski dalam kondisi darurat, Prandelli juga dapat menarik De Rosssi ke belakang untuk membantu pertahanan Italia dan mengubah formasi dengan menjadikan Balzaretti, De Rossi, dan Chiellini sebagai tiga bek dan dibantu dua bek sayap.

Sejenak melupakan krisis yang mendera

Perhelatan akbar sepak bola Eropa kali ini berlangsung di tengah krisis keuangan yang mendera negara-negara Zona Eropa. Ini mengingatkan kita pada suasana yang melingkupi penyelenggaraan Piala Dunia pertama kali di Montevideo, pertengahan 1930. Keriuhan yang melanda Eropa dalam tiga pekan ke depan seperti sebuah liburan yang sejenak bisa membuat lupa dari deraan krisis yang melanda dalam berapa bulan terakhir.

Pesta sepak bola kali ini tentu akan dimaknai secara berbeda bagi masyarakat Eropa. Spanyol, sang jawara sepak bola saat ini, tengah didera resesi yang dalam dengan angka pengangguran yang melesat tinggi. Demikian halnya dengan Italia yang tertatih-tatih dalam situasi ekonomi dan politik yang parah.

Terakhir yang paling mencolok adalah soal korupsi yang merangsek jauh ke dunia olahraga lewat kasus pengaturan skor, Calcioscommesse. Kasus ini menimpa banyak pemain Italia dan beberapa di antaranya masuk skuad Italia yang akan berlaga di Piala Eropa. Pada akhirnya, laga sepak bola kali ini bukan sekadar sebuah kompetisi biasa dalam olahraga. Setiap tim akan memiliki tenaga berlebih untuk memenangkan pertandingan.

Dan, setiap suporter akan digelorakan ekspresi nasionalisme yang lebih besar dari biasanya. Negara-negara Eropa saat ini membutuhkan kemenangan mengembalikan kepercayaan diri dan optimisme mereka. ●

Budiman Sudjatmiko
Anggota DPR RI
(aww)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6818 seconds (0.1#10.140)