Panpel PSS nggak becus, Persis mengadu ke LPIS
A
A
A
Sindonews.com - Manajemen Persis Solo versi LPIS secara resmi melayangkan surat pengaduan kepada operator liga PT LPIS dan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Surat protes itu sebagai respons atas kinerja panitia pelaksana (panpel) PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, akhir pekan lalu.
Manajer Persis LPIS Joni Sofyan Erwandi mengatakan, surat pengaduan sudah resmi dikirim kepada PT LPIS dan Komdis PSSI di Jakarta. Saat ini tinggal menunggu jawaban. "Surat sudah resmi kita kirim. Kita tunggu saja keputusan dari PT LPIS seperti apa," katanya.
Menurut dia, surat protes tersebut ditujukan atas kinerja panpel yang dianggap kurang profesional dalam mengamankan laga big match. Protes tersebut dilayangkan terutama atas kejadian yang menimpa kiper Laskar Sambernyawa I Komang Putra yang harus terkena lemparan botol
detik-detik menjelang kick-off.
"Olahraga selalu menjunjung tinggi sportivitas, tapi sayangnya ada pihak yang mencederai sportivitas
tersebut," tegasnya.
Joni mengatakan, di liga sepak bola mana pun, tidak dibenarkan melakukan aksi kekerasan terhadap pemain. "Itu (pelemparan botol) merupakan bagian dari kekerasan. Tapi mereka (panpel) justru melakukan pembiaran. Ini yang kita protes. Jadi bukan hasil akhir (kalah 0-1 dari PSS) yang kita sayangkan," jelasnya.
Lebih lanjut pengusaha jasa transportasi ini menambahkan, sepanjang 90 menit kinerja panpel juga layak dipertanyakan. Sepanjang pertandingan tim besutan Widyantoro mengalami teror dari penonton, bahkan ada kata-kata bernuansa rasisme. "Hal seperti itu sebenarnya bisa diminimalisasi jika panpel bekerja secara profesional. Saya menilai, panpel tidak bertanggung jawab," ungkapnya.
Dalam laga yang dimenangkan tuan rumah memang berjalan panas. Sepanjang pertandingan I Komang Putra harus diperban kepalanya setelah mendapat lemparan botol yang mengenai kepalanya. Beberapa hari sebelum laga sudah perang urat syaraf juga sudah terjadi. Salah satunya
panpel tidak memberi kuota kepada Pasoepati (julukan kelompok suporter Persis Solo) untuk menyaksikan laga tersebut.
Panpel beranggapan agar kejadian seperti musim lalu tidak terjadi lagi. Pada 21 April 2012 lalu, saat kedua tim bejibaku di stadion yang sama, terjadi ketegangan baik di dalam dan luar stadion. Puluhan
sepeda motor dibakar sehingga mengakibatkan kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Sejak kejadian itu, hubungan Pasoepati dengan pendukung PSS Sleman kurang harmonis, utama dengan Brigata Curva Sud (BCS). Sedangkan Pasoepati dengan Slemania relatif lebih akur.
Di bagian lain, managemen PSS Sleman tidak keberatan dengan surat yang dilayangkan Persis LPIS sebagai buntut laga di Sleman akhir pekan lalu.
"Silakan Persis (LPIS) lapor kejadian kemarin, kami tidak keberatan. Karena hal itu (mengadu) menjadi hak tiap peserta kompetisi termasuk Persis (LPIS)," kata Direktur Utama PT Putra Sleman Sembada Soepardjiono.
Manajer Persis LPIS Joni Sofyan Erwandi mengatakan, surat pengaduan sudah resmi dikirim kepada PT LPIS dan Komdis PSSI di Jakarta. Saat ini tinggal menunggu jawaban. "Surat sudah resmi kita kirim. Kita tunggu saja keputusan dari PT LPIS seperti apa," katanya.
Menurut dia, surat protes tersebut ditujukan atas kinerja panpel yang dianggap kurang profesional dalam mengamankan laga big match. Protes tersebut dilayangkan terutama atas kejadian yang menimpa kiper Laskar Sambernyawa I Komang Putra yang harus terkena lemparan botol
detik-detik menjelang kick-off.
"Olahraga selalu menjunjung tinggi sportivitas, tapi sayangnya ada pihak yang mencederai sportivitas
tersebut," tegasnya.
Joni mengatakan, di liga sepak bola mana pun, tidak dibenarkan melakukan aksi kekerasan terhadap pemain. "Itu (pelemparan botol) merupakan bagian dari kekerasan. Tapi mereka (panpel) justru melakukan pembiaran. Ini yang kita protes. Jadi bukan hasil akhir (kalah 0-1 dari PSS) yang kita sayangkan," jelasnya.
Lebih lanjut pengusaha jasa transportasi ini menambahkan, sepanjang 90 menit kinerja panpel juga layak dipertanyakan. Sepanjang pertandingan tim besutan Widyantoro mengalami teror dari penonton, bahkan ada kata-kata bernuansa rasisme. "Hal seperti itu sebenarnya bisa diminimalisasi jika panpel bekerja secara profesional. Saya menilai, panpel tidak bertanggung jawab," ungkapnya.
Dalam laga yang dimenangkan tuan rumah memang berjalan panas. Sepanjang pertandingan I Komang Putra harus diperban kepalanya setelah mendapat lemparan botol yang mengenai kepalanya. Beberapa hari sebelum laga sudah perang urat syaraf juga sudah terjadi. Salah satunya
panpel tidak memberi kuota kepada Pasoepati (julukan kelompok suporter Persis Solo) untuk menyaksikan laga tersebut.
Panpel beranggapan agar kejadian seperti musim lalu tidak terjadi lagi. Pada 21 April 2012 lalu, saat kedua tim bejibaku di stadion yang sama, terjadi ketegangan baik di dalam dan luar stadion. Puluhan
sepeda motor dibakar sehingga mengakibatkan kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Sejak kejadian itu, hubungan Pasoepati dengan pendukung PSS Sleman kurang harmonis, utama dengan Brigata Curva Sud (BCS). Sedangkan Pasoepati dengan Slemania relatif lebih akur.
Di bagian lain, managemen PSS Sleman tidak keberatan dengan surat yang dilayangkan Persis LPIS sebagai buntut laga di Sleman akhir pekan lalu.
"Silakan Persis (LPIS) lapor kejadian kemarin, kami tidak keberatan. Karena hal itu (mengadu) menjadi hak tiap peserta kompetisi termasuk Persis (LPIS)," kata Direktur Utama PT Putra Sleman Sembada Soepardjiono.
(aww)