Ketika Tarkam masih menjadi pilihan
A
A
A
Sindonews.com --Libur kompetisi Indonesian Premier League (IPL) yang sedemikian panjang, menjadi kesempatan bagi pemain untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Mengikuti turnamen antar kampung (Tarkam) menjadi pilihan yang praktis sekaligus menghasilkan bagi pemain.
Status pemain profesional tampaknya tak menjadi penghalang untuk mencari pendapatan seiring dengan naiknya kebutuhan jelang lebaran. Justru status sebagai pemain profesional menjadikan daya jual mereka ke klub-klub kampung sangat tinggi.
Salah seorang pesepakbola muda asal Malang mengatakan, event sepakbola di kampung-kampung tidak surut walau bulan puasa dan menjadi favorit untuk mendapat 'uang jajan'. Sekaligus menjaga kondisi agar saat libur aktifitas tim kondisi fisik tidak merosot karena lama tak berlatih.
"Kalau latihan sendiri kan kadang gak bersemangat. Ikut latihan klub lain juga belum tentu diizinkan. Pilihan paling praktis ya tarkam, apalagi ada imbalannya. Lumayanlah paling jelek dapat Rp500 ribu sekali main. Udah bagus dalam situasi seret kayak gini," ujar salah satu pemain klub IPL di Malang yang tak mau namanya disebut ini.
Dengan kondisi krisis yang menerpa klub-klub IPL, pemain memang menjadi korban langsung karena seringkali gaji telat dibayarkan. Sangat dimaklumi jika kemudian banyak pemain mengambil jalan alternatif dengan mengikuti tarkam saat libur kompetisi.
"Saat libur panjang beberapa waktu lalu saya juga sempat ikut tarkam. Sebenarnya dilarang oleh klub, tapi kalau klub sendiri tidak bisa membayar pemain tepat waktu, bagaimana bisa melarang. Tapi yang perlu diingat adalah risiko pemain profesional di dunia tarkam sangat besar," kata pemain dengan posisi bertahan ini.
Diceritakannya, pemain dengan label profesional berpotensi menjadi incaran pemain-pemain lawan untuk ditaklukkan atau bahkan dicederai. Sebab, bagi pemain-pemain kelas kampung, akan menjadi kebanggaan pribadi jika bisa 'melumpuhkan' pemain dari klub ternama. Di sinilah potensi cedera jauh lebih besar dibanding pemain biasa.
Pada akhirnya pilihan terbaik adalah mencoba bermain aman dan tidak memberikan peluang bagi pemain lawan untuk berbuat tak sportif. "Ya kami cuma memberi maksimal 60% kemampuan kami lah. Tidak semuanya kami keluarkan seperti di kompetisi resmi. Kalau pemain sok jago di tarkam, malah menjadi incaran. Kan kami orientasinya cuma uang, bukan pamer kemampuan," tambahnya.
Pilihan pemain untuk bertarung di tarkam tampaknya bakal terus berlangsung saat komitmen klub dalam menjamin kesejahteraan pemain masih sangat rendah. Di Malang sendiri, dua klub IPL yakni Persema Malang dan Arema IPL kesulitan membayar gaji pemain tepat waktu karena krisis tak kunjung membaik.
Pelatih Persema Malang Rudi Hariantoko sangat bisa mengerti posisi yang dihadapi pesepakbola hingga tetap pilih mengikuti turnamen di kampung. "Saya dulu juga pernah begitu," katanya sambil tersenyum. Menurutnya daya tawar klub masih sangat rendah untuk melarang pemain mengikuti tarkam.
"Saat sedang kesulitan keuangan, tarkam memang menjadi solusi praktis. Saya sendiri pernah melakukan itu saat tidak punya uang. Jadi untuk sekarang saya sendiri kesulitan melarang pemain karena kondisi finansial klub juga kurang bagus. Saya hanya menyarankan supaya hati-hati agar tidak cedera," jelas Rudi.
Walau begitu, mantan pemain Arema Malang ini buru-buru menimpali bahwa dirinya tidak menganjurkan pemain untuk ikut tarkam. Sebagai pemain profesional, selayaknya pemain juga berlaku profesional dan lebih baik mengikuti latihan klub lain ketika klubnya sedang libur dari aktifitas.
"Lebih bijak kalau pemain berpikir ke depan. Artinya jangan sampai bela-belain tarkam kemudian cedera dan merusak karir yang masih panjang. Lebih baik bersabar dan tetap fokus meningkatkan kualitas. Tapi itu semua tetap tergantung pada individunya," tandas Rudi.
Status pemain profesional tampaknya tak menjadi penghalang untuk mencari pendapatan seiring dengan naiknya kebutuhan jelang lebaran. Justru status sebagai pemain profesional menjadikan daya jual mereka ke klub-klub kampung sangat tinggi.
Salah seorang pesepakbola muda asal Malang mengatakan, event sepakbola di kampung-kampung tidak surut walau bulan puasa dan menjadi favorit untuk mendapat 'uang jajan'. Sekaligus menjaga kondisi agar saat libur aktifitas tim kondisi fisik tidak merosot karena lama tak berlatih.
"Kalau latihan sendiri kan kadang gak bersemangat. Ikut latihan klub lain juga belum tentu diizinkan. Pilihan paling praktis ya tarkam, apalagi ada imbalannya. Lumayanlah paling jelek dapat Rp500 ribu sekali main. Udah bagus dalam situasi seret kayak gini," ujar salah satu pemain klub IPL di Malang yang tak mau namanya disebut ini.
Dengan kondisi krisis yang menerpa klub-klub IPL, pemain memang menjadi korban langsung karena seringkali gaji telat dibayarkan. Sangat dimaklumi jika kemudian banyak pemain mengambil jalan alternatif dengan mengikuti tarkam saat libur kompetisi.
"Saat libur panjang beberapa waktu lalu saya juga sempat ikut tarkam. Sebenarnya dilarang oleh klub, tapi kalau klub sendiri tidak bisa membayar pemain tepat waktu, bagaimana bisa melarang. Tapi yang perlu diingat adalah risiko pemain profesional di dunia tarkam sangat besar," kata pemain dengan posisi bertahan ini.
Diceritakannya, pemain dengan label profesional berpotensi menjadi incaran pemain-pemain lawan untuk ditaklukkan atau bahkan dicederai. Sebab, bagi pemain-pemain kelas kampung, akan menjadi kebanggaan pribadi jika bisa 'melumpuhkan' pemain dari klub ternama. Di sinilah potensi cedera jauh lebih besar dibanding pemain biasa.
Pada akhirnya pilihan terbaik adalah mencoba bermain aman dan tidak memberikan peluang bagi pemain lawan untuk berbuat tak sportif. "Ya kami cuma memberi maksimal 60% kemampuan kami lah. Tidak semuanya kami keluarkan seperti di kompetisi resmi. Kalau pemain sok jago di tarkam, malah menjadi incaran. Kan kami orientasinya cuma uang, bukan pamer kemampuan," tambahnya.
Pilihan pemain untuk bertarung di tarkam tampaknya bakal terus berlangsung saat komitmen klub dalam menjamin kesejahteraan pemain masih sangat rendah. Di Malang sendiri, dua klub IPL yakni Persema Malang dan Arema IPL kesulitan membayar gaji pemain tepat waktu karena krisis tak kunjung membaik.
Pelatih Persema Malang Rudi Hariantoko sangat bisa mengerti posisi yang dihadapi pesepakbola hingga tetap pilih mengikuti turnamen di kampung. "Saya dulu juga pernah begitu," katanya sambil tersenyum. Menurutnya daya tawar klub masih sangat rendah untuk melarang pemain mengikuti tarkam.
"Saat sedang kesulitan keuangan, tarkam memang menjadi solusi praktis. Saya sendiri pernah melakukan itu saat tidak punya uang. Jadi untuk sekarang saya sendiri kesulitan melarang pemain karena kondisi finansial klub juga kurang bagus. Saya hanya menyarankan supaya hati-hati agar tidak cedera," jelas Rudi.
Walau begitu, mantan pemain Arema Malang ini buru-buru menimpali bahwa dirinya tidak menganjurkan pemain untuk ikut tarkam. Sebagai pemain profesional, selayaknya pemain juga berlaku profesional dan lebih baik mengikuti latihan klub lain ketika klubnya sedang libur dari aktifitas.
"Lebih bijak kalau pemain berpikir ke depan. Artinya jangan sampai bela-belain tarkam kemudian cedera dan merusak karir yang masih panjang. Lebih baik bersabar dan tetap fokus meningkatkan kualitas. Tapi itu semua tetap tergantung pada individunya," tandas Rudi.
(wbs)