Layak terbuang tapi disayangkan
A
A
A
Sindonews.com — Runtuhnya Persema Malang dari kompetisi professional sebenarnya sangat masuk akal. Dari hal elementer seperti pemenuhan kebutuhan finansial, mantan klub perserikatan ini telah gagal menjadi klub modern yang mandiri dalam pengelolaan dana.
Memang Persema tidak diikutkan dalam kompetisi professional karena belum diampuni oleh PSSI setelah dikeluarkan dari keanggotaan pada 2011 silam. Persema juga didiskualifikasi dari Indonesian Premier League (IPL). Tapi terlepas dari itu, Persema harus diakui bukan klub yang menjanjikan.
Baik ketika masih bertanding di Indonesia Super League (ISL) maupun IPL, klub berjuluk Bledeg Biru hanya tergantung pada dana gratis. Setelah bertahun-tahun mengandalkan pemberian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Persema tak kunjung mandiri ketika mengikuti IPL.
Dana operasional klub pada musim 2010 dan 2011 masih ditopang konsorsium LPI dan bukan hasil kerja manajemen. Pada IPL musim 2012-2013, Persema mendapat ujian yang sebenarnya karena dana konsorsium mulai distop. Alhadil, Persema menunggak gaji pemain selama tujuh bulan.
Dengan kondisi demikian, dari kacamata professional, sangat jelas Persema tidak layak bermain di kompetisi unifikasi 2014. Namun hilangnya klub yang sempat memakai julukan Laskar Ken Arok tetap disayangkan karena secara historis klub ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Kota Malang.
Tidak bisa dilupakan, Persema adalah klub yang menjadi tempat menempa bakat-bakat muda di Malang. Walau hanya klub kedua yang tak bergengsi setelah munculnya Arema Malang, sejumlah pemain kelas atas pernah dilahirkan di sini. Catat saja Ahmad Bustomi, Arif Suyono, kiper Endra Prasetya, hingga Aji Santoso pernah menimba ilmu di Stadion Gajayana.
Salah satu yang menyayangkan hilangnya Persema adalah Pelatih Timo Scheunemann. Pelatih yang pernah bekerja di Persema saat kompetisi LPI musim 2010 ini berharap situasi ini tidak mengubah keseriusan klub sepakbola tertua di Malang itu untuk terus melakukan pembinaan usia dini.
“Selama ini Pengcab Persema sangat stabil dalam menangani pesepakbola muda sekaligus liga amatir. Pengcab Persema sekarang ini adalah yang terbaik di Indonesia. Pengcab telah melakukan pembinaan pelatih, wasit, pemain muda dan amatir di Malang,” jelasnya.
Timo berharap hilangnya klub Persema tidak memengaruhi Pengcab Persema dalam melakukan tugasnya mendidik pemain usia dini. Dia optimistis pembinaan pesepakbola dini di kota Malang bakal tetap optimal selama Pengcab Persema tetap serius, walau klub Persema harus lengser dari sepakbola professional.
Sosok lain yang merasa kehilangan adalah Aji Santoso mantan pemain nasional yang kini menjadi asisten pelatih U-23. Aji yang mengawali karirnya di Persema Junior pada 1987 mengatakan Persema sangat kehilangan Persema sebagai salah satu inspirasi munculnya Arema Malang.
Selain sebagai tempat untuk mendidik pemain belia, menurutnya Persema dan Arema bisa menjadi contoh bagaimana rivalitas sehat klub sekota. “Arema dan Persema selalu panas saat bertemu di pertandingan. Tapi di luar itu supporter tetap rukun dan tidak ada rebut. Itu pertandingan derby yang patut dijadikan contoh,” kenang Aji Santoso yang terakhir memperkuat Persema pada 2001.
Soal pengelolaan Persema yang diserahkan ke Pengcab, dia berharap nantinya ada upaya untuk mengangkat kembali prestasi Persema ke kompetisi professional. “Persema memang belum pernah berprestasi, tapi keberadaannya dibutuhkan. Bahkan Arema saja sering merekrut pemain dari Persema,” tukasnya.
Nama Aji Santoso tak bisa dilepaskan dari goresan sejarah Persema Malang. Dia berada di klub tersebut tiga kali dalam periode berbeda. Memperkuat Persema Junior pada 1987, membela tim Persema Senior pada 2010, dan kembali ke sana sebagai pelatih pada 2010.
Memang Persema tidak diikutkan dalam kompetisi professional karena belum diampuni oleh PSSI setelah dikeluarkan dari keanggotaan pada 2011 silam. Persema juga didiskualifikasi dari Indonesian Premier League (IPL). Tapi terlepas dari itu, Persema harus diakui bukan klub yang menjanjikan.
Baik ketika masih bertanding di Indonesia Super League (ISL) maupun IPL, klub berjuluk Bledeg Biru hanya tergantung pada dana gratis. Setelah bertahun-tahun mengandalkan pemberian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Persema tak kunjung mandiri ketika mengikuti IPL.
Dana operasional klub pada musim 2010 dan 2011 masih ditopang konsorsium LPI dan bukan hasil kerja manajemen. Pada IPL musim 2012-2013, Persema mendapat ujian yang sebenarnya karena dana konsorsium mulai distop. Alhadil, Persema menunggak gaji pemain selama tujuh bulan.
Dengan kondisi demikian, dari kacamata professional, sangat jelas Persema tidak layak bermain di kompetisi unifikasi 2014. Namun hilangnya klub yang sempat memakai julukan Laskar Ken Arok tetap disayangkan karena secara historis klub ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Kota Malang.
Tidak bisa dilupakan, Persema adalah klub yang menjadi tempat menempa bakat-bakat muda di Malang. Walau hanya klub kedua yang tak bergengsi setelah munculnya Arema Malang, sejumlah pemain kelas atas pernah dilahirkan di sini. Catat saja Ahmad Bustomi, Arif Suyono, kiper Endra Prasetya, hingga Aji Santoso pernah menimba ilmu di Stadion Gajayana.
Salah satu yang menyayangkan hilangnya Persema adalah Pelatih Timo Scheunemann. Pelatih yang pernah bekerja di Persema saat kompetisi LPI musim 2010 ini berharap situasi ini tidak mengubah keseriusan klub sepakbola tertua di Malang itu untuk terus melakukan pembinaan usia dini.
“Selama ini Pengcab Persema sangat stabil dalam menangani pesepakbola muda sekaligus liga amatir. Pengcab Persema sekarang ini adalah yang terbaik di Indonesia. Pengcab telah melakukan pembinaan pelatih, wasit, pemain muda dan amatir di Malang,” jelasnya.
Timo berharap hilangnya klub Persema tidak memengaruhi Pengcab Persema dalam melakukan tugasnya mendidik pemain usia dini. Dia optimistis pembinaan pesepakbola dini di kota Malang bakal tetap optimal selama Pengcab Persema tetap serius, walau klub Persema harus lengser dari sepakbola professional.
Sosok lain yang merasa kehilangan adalah Aji Santoso mantan pemain nasional yang kini menjadi asisten pelatih U-23. Aji yang mengawali karirnya di Persema Junior pada 1987 mengatakan Persema sangat kehilangan Persema sebagai salah satu inspirasi munculnya Arema Malang.
Selain sebagai tempat untuk mendidik pemain belia, menurutnya Persema dan Arema bisa menjadi contoh bagaimana rivalitas sehat klub sekota. “Arema dan Persema selalu panas saat bertemu di pertandingan. Tapi di luar itu supporter tetap rukun dan tidak ada rebut. Itu pertandingan derby yang patut dijadikan contoh,” kenang Aji Santoso yang terakhir memperkuat Persema pada 2001.
Soal pengelolaan Persema yang diserahkan ke Pengcab, dia berharap nantinya ada upaya untuk mengangkat kembali prestasi Persema ke kompetisi professional. “Persema memang belum pernah berprestasi, tapi keberadaannya dibutuhkan. Bahkan Arema saja sering merekrut pemain dari Persema,” tukasnya.
Nama Aji Santoso tak bisa dilepaskan dari goresan sejarah Persema Malang. Dia berada di klub tersebut tiga kali dalam periode berbeda. Memperkuat Persema Junior pada 1987, membela tim Persema Senior pada 2010, dan kembali ke sana sebagai pelatih pada 2010.
(wbs)