Supporter masih menjadi 'bahaya laten'

Jum'at, 24 Januari 2014 - 14:58 WIB
Supporter masih menjadi...
Supporter masih menjadi 'bahaya laten'
A A A
Sindonews.com - Untuk kedua kalinya final turnamen pra musim memunculkan masalah. Setelah East Java Tournament 2013, kini giliran Inter Island Cup (IIC) yang batal digelar di Gelora Delta Sidoarjo. Pertandingan antara Arema Cronous dan Persib Bandung entah kapan bakal digelar.

Menariknya kedua pertandingan itu sama-sama ruwet ketika venue di wilayah Jawa Timur. Ada apa dengan Jawa Timur? Saya lebih kenyebutnya dari konsekuensi dari kultur supporter sekaligus banyaknya klub yang terlibat di kompetisi sama.

Saya sudah sering membahas kondisi supporter di Jawa Timur, terutama rivalitas yang terlampau berlebihan. Beberapa bulan lalu saya sempat menulis soal kekhawatiran keamanan di Indonesia Super League (ISL) 2014. Ternyata itu terjadi terlampau cepat.

Khusus Inter Island Cup (IIC), keamanan akhirnya tak berani menanggung risiko terjadinya kontak fisik antar supporter. Potensi itu sangat besar karena Bobotoh adalah sekutu Bonek, dan terlibat rivalitas tak sehat dengan Aremania. Risikonya terlalu besar.

Saya pernah menyatakan bahwa aparat keamanan tak punya solusi jitu selain tak memberikan izin pertandingan atau tanpa penonton. Selama ini memang belum ada formula untuk mencegah pertemuan dua supporter, baik saat timmya bertemu di pertandingan atau tidak.

Tapi saya rasa ketakutan aparat terhadap laga Persib Bandung kontra Arema sangat beralasan. Ketika ada pertandingan yang melibatkan Bonek dan Aremania di satu tempat, situasi selanjutnya bisa di luar dugaan. Bahkan tanpa kehadiran keduanya pun tetap berpotensi bahaya.

Penunjukan Gelora Delta Sidoarjo menurut saya aneh dan dipaksakan. PT Liga Indonesia tidak melihat jauh ke belakang bagaimana kemungkinan munculnya insiden mengerikan di luar stadion. Padahal masih ada stadion yang lebih aman, Stadion Manahan misalnya.

Sudah begitu PSSI masih menyalahkan aparat keamanan. Ketua Komite Hukum PSSI Djamal Aziz di salah satu media online menyatakan keputusan aparat itu sebagai langkah mundur dan kesalahan paradigma berpikir. Sepakbola menurutnya tak akan maju jika sedikit-sedikit dilarang karena alasan keamanan.

Saya ragu apakah Djamal ini pernah berada di tengah bentrok supporter. Kalau pernah, tentunya dia akan memahami situasi di Sidoarjo. Saya akan cerita pengalaman menjadi saksi mata dan merasakan peperangan supporter. Salah satunya Aremania dengan Sakera Mania, supporter Persekabpas Pasuruan, di Stadion Wilis Madiun satu dasawarsa silam.

Stadion Wilis dibakar, batu beterbangan, di jalanan orang-orang berkeliaran membawa parang, celurit, juga bambu runcing. Beberapa masih ada bekas darah. Sudah tak jelas lagi mereka itu supporter atau bukan. Di sana-sini bangunan dari kaca hancur.

Saya juga melihat langsung bagaimana supporter Persikmania dan warga Kediri terlibat baku hantam dengan Aremania pada 2008. Itu belum insiden-insiden di jalanan seperti Aremania yang dicegat Bonek di jalan tol Dupak pada musim lalu. Saya yakin tak seorang pun ingin berada di situasi seperti itu.

Percayalah, bentrok supporter adalah medan peperangan yang sangat mengerikan. Pengalaman yang pernah terjadi, aparat keamanan tidak bisa melakukan antisipasi. Dibendung seperti apa pun, jika supporter sudah bertekad, mereka akan menemukan jalannya untuk membuka peperangan. Saya tak menakut-nakuti, tapi kemungkinan itu masih sangat mungkin terjadi lagi.

Lantas, ketika pertandingan digelar di Sidoarjo, siapa yang mau bertanggungjawab ketika masyarakat terkena dampak misalnya ada kerusuhan? Apakah PSSI mau mengganti kerugian? Sidoarjo hanya akan berlumur getah tanpa memakan nangkanya. PSSI seharusnya menjadi pihak yang paling paham soal peta permusuhan supporter.

Tapi ditunjuknya Gelora Delta Sidoarjo membuktikan PSSI tak tahu apa-apa soal supporter. Atau mereka tahu tapi apatis. Padahal sudah ada bukti di pertandingan beberapa musim lalu, bahwa Bonek akan membonceng Bobotoh. Saya yakin PSSI sudah lupa.

Situasi seperti final Inter Island Cup antara Persib dan Arema memang rumit dan berbeda dengan laga di kompetisi. Ini bukan perseteruan antara dua klub dan dua supporter, tapi ada pihak ketiga yang berpotensi ikut campur. Jauh lebih berbahaya.

Sebelum memutuskan di mana pertandingan digelar, idealnya PSSI mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satunya kultur supporter tertentu yang selalu menjadi 'bahaya laten'. Kultur inilah yang tidak pernah diselesaikan dan bakal terus menjadi duri.

Kalau aspek ini belum diselesaikan, jangan berharap aparat keamanan akan tenang memberikan izin pertandingan. Kita semua tak bisa memungkiri bahwa perilaku supporter sendiri yang sering membuat wajah sepakbola kita bopeng-bopeng.

Jadi, saya tetap menyarankan pertandingan final dipindah ke stadion lain. Risiko terlalu besar untuk mempertemukan Persib dan Arema di Sidoarjo. Toh masih banyak stadion yang bisa dipakai dan jauh lebih netral alias objektif dan tidak terjangkau provokator. Di luar pulau Jawa pun tak masalah.

Kalau memaksakan tetap digelar di Sidoarjo, jangan heran keputusan panitia Inter Island Cup dicap janggal dan memiliki misi lain. Saya rasa pertandingan di stadion lain tidak akan mengurangi gereget final, daripada terkatung-katung atau lebih parah lagi tanpa penonton.*
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1356 seconds (0.1#10.140)