Seribu Cara Unik Reportase Piala Dunia
A
A
A
RIO DE JANEIRO - Ada berbagai cara seorang jurnalis dalam melaporkan pertandingan Piala Dunia 2014. Itu terungkap saat Kolombia bertemu Uruguay pada babak 16 besar di Maracana, Sabtu (28/6). Seorang reporter radio dengan antusias melaporkan jalannya pertarungan kedua negara Amerika Selatan tersebut.
Mengenakan peralatan seperti headphone dan microphone, dia menggambarkan bagaimana James Rodriguez mencetak dua gol untuk memastikan kemenangan Kolombia. Namun, wartawan itu sedang tidak berada di tribun Maracana.
Dia duduk di depan televisi yang tersedia di Media Center bersama rekannya. Saya pun berpikir. Kalau sudah begini, apa bedanya melaksanakan proses jurnalistik di rumah sendiri? Dia tidak perlu mengeluarkan dana, atau membuang waktu dan energi demi datang di Maracana.
Saya tidak mau berprasangka lebih lanjut. Mungkin dia sengaja melaksanakan tugas di ruang yang sepi, karena mayoritas awak media berada di tribun agar suara yang dikirim tidak terdistorsi teriakan gaduh suporter. Skenario lain, dia tidak mendapat akses melihat langsung pertandingan mengingat keterbatasan tempat.
Aksi unik lainnya dilakukan seorang wartawan televisi. Dia memutuskan membiarkan lutut ke mata kaki telanjang saat sedang bekerja. Boleh jadi dia sengaja berbusana seperti ini atas instruksi atasannya. Dapat pula dia tidak membawa celana panjang atau memang lebih nyaman seperti itu. Apa pun itu, ulahnya ini sepertinya tidak menjadi masalah. Kamera hanya menyorot paruh atas tubuhnya.
Gaya bekerja dan berpakaian setiap individu pasti berbeda, kembali ke selera masing-masing. Saya juga pernah memergoki seorang wartawan hadir di Media Center layaknya hendak ke pantai. Dia berbusana kaus, celana pendek, sandal jepit, dan tas selempang.
Mengenakan peralatan seperti headphone dan microphone, dia menggambarkan bagaimana James Rodriguez mencetak dua gol untuk memastikan kemenangan Kolombia. Namun, wartawan itu sedang tidak berada di tribun Maracana.
Dia duduk di depan televisi yang tersedia di Media Center bersama rekannya. Saya pun berpikir. Kalau sudah begini, apa bedanya melaksanakan proses jurnalistik di rumah sendiri? Dia tidak perlu mengeluarkan dana, atau membuang waktu dan energi demi datang di Maracana.
Saya tidak mau berprasangka lebih lanjut. Mungkin dia sengaja melaksanakan tugas di ruang yang sepi, karena mayoritas awak media berada di tribun agar suara yang dikirim tidak terdistorsi teriakan gaduh suporter. Skenario lain, dia tidak mendapat akses melihat langsung pertandingan mengingat keterbatasan tempat.
Aksi unik lainnya dilakukan seorang wartawan televisi. Dia memutuskan membiarkan lutut ke mata kaki telanjang saat sedang bekerja. Boleh jadi dia sengaja berbusana seperti ini atas instruksi atasannya. Dapat pula dia tidak membawa celana panjang atau memang lebih nyaman seperti itu. Apa pun itu, ulahnya ini sepertinya tidak menjadi masalah. Kamera hanya menyorot paruh atas tubuhnya.
Gaya bekerja dan berpakaian setiap individu pasti berbeda, kembali ke selera masing-masing. Saya juga pernah memergoki seorang wartawan hadir di Media Center layaknya hendak ke pantai. Dia berbusana kaus, celana pendek, sandal jepit, dan tas selempang.
(aww)