Pesona Angka 10
A
A
A
Angka 10 pernah memiliki aura sakral di sepak bola. Bukan rahasia lagi, pemain bernomor punggung 10 dipandang sebagai inti kekuatan dari sebuah tim. Angka ini merepresentasikan kualitas, kesempurnaan, kepemimpinan, dan semua hal yang mewakili kualitas sebuah tim.
Ibarat orkestra, pemilik angka 10 menjadi seorang konduktor, atau ibarat komputer berfungsi sebagai prosesor. Dari era Pele dan Johan Cruyff, kemudian Maradona dan Michel Platini, kemudian di masa Roberto Baggio yang berlanjut ke zaman Zinedine Zidane dan Ronaldihno, angka 10 tak pernah lekang.
Mereka adalah pengubah permainan dan bahkan hasil pertandingan, menentukan arah sebuah tim, pencari celah di pertahanan lawan, sekaligus inspirasi bagi rekan di sekelilingnya. Uniknya, hampir semua pemain bernomor 10 selalu berposisi sebagai gelandang. Bukan seorang striker.
Di sini salah satu keistimewaan angka 10 terlihat nyata. Kendati berdiri bukan pada posisi yang dibayar untuk mencetak gol, pemain di posisi ini memiliki kemampuan mencetak gol yang bahkan melebihi striker di depannya. Maradona, Pele, Platini, Zidane, hingga Ronaldihno, semuanya memiliki naluri tajam.
Aura 'angka sempurna' sempat redup di beberapa Piala Dunia terakhir. Setelah era Zinedine Zidane dan Ronaldinho, tidak ada pemain bernomor 10 yang benar-benar membius permainan. Tapi itu tidak lama dan berterima kasihlah kepada Piala Dunia 2014 di Brasil.
Piala Dunia yang tak hanya dipenuhi aksi brilian para penjaga gawang. Tapi juga nostalgia dengan angka 10 seiring munculnya talenta-talenta muda memesona. Sejumlah pemain di posisi ini tak sekadar menyita perhatian, tapi juga menjadi roh sekaligus penentu sampai mana pencapaian timnya.
Tiga pemain bernomor 10 yang memiliki pamor gemerlap di Brasil di antaranya adalah James Rodrigues (Kolombia), Lionel Messi (Argentina), Neymar Junior (Brasil), serta Bryan Ruiz (Kosta Rika) dan Wesley Sneijder (Belanda). Tapi memang tak semua tim menganggap angka 10 harus dimiliki pemain dengan talenta khusus.
Jerman misalnya. Angka 10 justru dipakai Lukas Podolski yang bahkan hanya diturunkan sebagai pemain pengganti selama di Brasil. Ada pula pemain berangka 10 tetapi gagal menjawab ekspektasi timnya dan tak memberi pengaruh apa-apa, John Obi Mikel (Nigeria) salah satunya.
Kebangkitan angka 10 di Brasil, menurut sejumlah pakar, juga tak bisa dilepaskan dari strategi berbagai tim. Pemakaian formasi dengan striker tunggal menjadikan salah satu aspek yang menentukan. Dengan skema tersebut, peran seorang striker (nomor 9) memiliki link alias korelasi langsung dengan nomor 10 di bawahnya.
Striker yang dulunya lebih berkolaborasi dengan partnernya (striker ganda), sekarang tidak lagi. Pemain bernomor 10 menjadi pemecah kebuntuan ketika striker kehabisan akal. Pemain di posisi ini memiliki ruang yang lebih jauh leluasa untuk mendukung visinya, bahkan lebih leluasa dibanding seorang winger.
“Sekarang semua klub ingin memainkan 4-2-3-1. Striker lebih tersambung dengan nomor 10 karena tidak memiliki partner di depan. Situasi ini menguntungkan nomor 10 karena memiliki kebebasan dalam berkreasi dan tidak terbatas. Tapi sebaliknya bagi nomor 9 atau striker. Jika bermain di sepakbola sekarang, saya akan lebih pilih menjadi nomor 10 dibanding nomor 9,” cetus eks striker Inggris Robbie Fowler.(kukuh setyawan)
Nomor 10 Terbaik Di Brasil:
-James Rodriguez (Kolombia)
Benarkah pemain angka 10 adalah titisan pemain di masa lalu? Sulit menemukan jawaban yang absolut. Tapi setidaknya itu berlaku di Kolombia. Ketika di Brasil ada Pele kemudian Neymar, di Argentina ada Maradona dan Lionel Messi, di Kolombia ada Carlos Valderama dan James Rodrigues. Pemain berusia 23 tahun ini melejit di Brasil, walau tak mampu membawa negaranya lolos ke babak semifinal. Enam gol dalam lima laga sudah cukup mewakili bagaimana pamornya di Brasil. James langsung menjadi pemain yang paling dicintai di negaranya, seperti si keriting Carlos Valderama dua dekade silam. Pemain yang bermain untuk AS Monaco benar-benar mewakili figur pemain bernomor 10. Menjadi mata sekaligus jantung bagi timnya, juga penentu hasil pertandingan dengan gol-golnya.
-Lionel Messi (Argentina)
Argentiuna adalah Lionel Messi. Ungkapan itu masih terus berlaku hingga pertandingan semifinal Piala Dunia 2014. Messi adalah segalanya bagi Argentina, persis seperti masa Diego Maradona. Menciptakan mayoritas gol yang didulang timmnya (4 gol), membuka assist, hingga beratraksi individual. Kemampuan komplit yang dimiliki Si Kutu membuat para penyerang tenggelam di bawah bayang-bayangnya. Bisa memainkan peran sebagai gelandang sekaligus striker, Messi bahkan memiliki poin plus dibanding karakteristik murni nomor 10. Dia memerankan nomor 10 dengan nomor 9 dengan sama apiknya dan malah orang lebih sering mengira dia sebagai penyerang dibanding gelandang.
-Neymar Junior (Brasil)
Perjalanan Neymar telah berakhir di Piala Dunia 2014. Cedera punggung terpaksa menghentikannya dari aksi di lapangan walau Brasil berhasil menembus semifinal. Neymar sedikit memiliki perbedaan dibanding pemain bernomor punggung 10 lainnya. Selama di bawah asuhan Luiz Felipe Scolari, dia lebih berperan sebagai striker atau winger dibanding sebagai playmaker. Neymar berdiri sejajar dengan dua striker lainnya dalam formasi 4-3-3. Padahal biasanya nomor 10 berdiri di deretan pemain tengah, atau paling tidak berada di bawah striker utama. Performa Neymar memang belum segemilang nomor 10 sebelumnya seperti Ronaldinho atau Pele, tapi bagaimana dia menjadi tumpuan dan harapan tim, mencetak empat gol, rasanya nomor 10 sudah pantas dikenakannya.
-Bryan Ruiz (Kosta Rika)
Dia adalah satu-satunya pemain bernomor 10 paling bersinar di Brasil yang berasal dari tim kurang terkenal. Bryan Ruiz adalah pemain yang bekerja untuk Fulham tapi dipinjamkan ke PSV Eindhoven. Dibanding Neymar dan Messi, jelas Bryan Ruiz bukan apa-apa. Tapi bagi negaranya, dia adalah segalanya. Golnya ke gawang Italia menunjukkan bagaimana pemain 28 tahun itu adalah kekuatan sesungguhnya bagi Kosta Rika. Pada awal turnamen, publik lebih memperbincangkan striker Joel Campbell dibanding pemain lainnya. Namun hingga menapaki babak perempatfinal hingga dikalahkan Belanda lewat adu pinalti, Bryan Ruiz adalah pemain terbaik Kosta Rika dan bahkan salah satu yang terbaik di posisinya sepanjang turnamen.
-Wesley Sneijder (Belanda)
Jumlah gol Wesley Sneijder tak bisa dibandingkan dengan pemain bernomor 10 di atas. Baru mencetak 10 gol, mungkin level Sneijder cukup biasa selama di Brasil. Aksinya mungkin kalah pamor dibanding Arjen Robben yang bermain lebih enerjik dan aksi teatrikalnya. Tetap saja posisi Sneijder sangat vital sebagai penopang penyerang di depannya. Kesialan Belanda yang selalu menemukan lawan dengan karakter bertahan sepanjang turnamen, sedikit menutupi aksi Sneijder. Walau begitu, secara keseluruhan dia menjadi kekuatan tersendiri bagi De Oranje. Walau irit gol, kemampuannya sudah merepresentasikan pemain dengan nomor 10.
Ibarat orkestra, pemilik angka 10 menjadi seorang konduktor, atau ibarat komputer berfungsi sebagai prosesor. Dari era Pele dan Johan Cruyff, kemudian Maradona dan Michel Platini, kemudian di masa Roberto Baggio yang berlanjut ke zaman Zinedine Zidane dan Ronaldihno, angka 10 tak pernah lekang.
Mereka adalah pengubah permainan dan bahkan hasil pertandingan, menentukan arah sebuah tim, pencari celah di pertahanan lawan, sekaligus inspirasi bagi rekan di sekelilingnya. Uniknya, hampir semua pemain bernomor 10 selalu berposisi sebagai gelandang. Bukan seorang striker.
Di sini salah satu keistimewaan angka 10 terlihat nyata. Kendati berdiri bukan pada posisi yang dibayar untuk mencetak gol, pemain di posisi ini memiliki kemampuan mencetak gol yang bahkan melebihi striker di depannya. Maradona, Pele, Platini, Zidane, hingga Ronaldihno, semuanya memiliki naluri tajam.
Aura 'angka sempurna' sempat redup di beberapa Piala Dunia terakhir. Setelah era Zinedine Zidane dan Ronaldinho, tidak ada pemain bernomor 10 yang benar-benar membius permainan. Tapi itu tidak lama dan berterima kasihlah kepada Piala Dunia 2014 di Brasil.
Piala Dunia yang tak hanya dipenuhi aksi brilian para penjaga gawang. Tapi juga nostalgia dengan angka 10 seiring munculnya talenta-talenta muda memesona. Sejumlah pemain di posisi ini tak sekadar menyita perhatian, tapi juga menjadi roh sekaligus penentu sampai mana pencapaian timnya.
Tiga pemain bernomor 10 yang memiliki pamor gemerlap di Brasil di antaranya adalah James Rodrigues (Kolombia), Lionel Messi (Argentina), Neymar Junior (Brasil), serta Bryan Ruiz (Kosta Rika) dan Wesley Sneijder (Belanda). Tapi memang tak semua tim menganggap angka 10 harus dimiliki pemain dengan talenta khusus.
Jerman misalnya. Angka 10 justru dipakai Lukas Podolski yang bahkan hanya diturunkan sebagai pemain pengganti selama di Brasil. Ada pula pemain berangka 10 tetapi gagal menjawab ekspektasi timnya dan tak memberi pengaruh apa-apa, John Obi Mikel (Nigeria) salah satunya.
Kebangkitan angka 10 di Brasil, menurut sejumlah pakar, juga tak bisa dilepaskan dari strategi berbagai tim. Pemakaian formasi dengan striker tunggal menjadikan salah satu aspek yang menentukan. Dengan skema tersebut, peran seorang striker (nomor 9) memiliki link alias korelasi langsung dengan nomor 10 di bawahnya.
Striker yang dulunya lebih berkolaborasi dengan partnernya (striker ganda), sekarang tidak lagi. Pemain bernomor 10 menjadi pemecah kebuntuan ketika striker kehabisan akal. Pemain di posisi ini memiliki ruang yang lebih jauh leluasa untuk mendukung visinya, bahkan lebih leluasa dibanding seorang winger.
“Sekarang semua klub ingin memainkan 4-2-3-1. Striker lebih tersambung dengan nomor 10 karena tidak memiliki partner di depan. Situasi ini menguntungkan nomor 10 karena memiliki kebebasan dalam berkreasi dan tidak terbatas. Tapi sebaliknya bagi nomor 9 atau striker. Jika bermain di sepakbola sekarang, saya akan lebih pilih menjadi nomor 10 dibanding nomor 9,” cetus eks striker Inggris Robbie Fowler.(kukuh setyawan)
Nomor 10 Terbaik Di Brasil:
-James Rodriguez (Kolombia)
Benarkah pemain angka 10 adalah titisan pemain di masa lalu? Sulit menemukan jawaban yang absolut. Tapi setidaknya itu berlaku di Kolombia. Ketika di Brasil ada Pele kemudian Neymar, di Argentina ada Maradona dan Lionel Messi, di Kolombia ada Carlos Valderama dan James Rodrigues. Pemain berusia 23 tahun ini melejit di Brasil, walau tak mampu membawa negaranya lolos ke babak semifinal. Enam gol dalam lima laga sudah cukup mewakili bagaimana pamornya di Brasil. James langsung menjadi pemain yang paling dicintai di negaranya, seperti si keriting Carlos Valderama dua dekade silam. Pemain yang bermain untuk AS Monaco benar-benar mewakili figur pemain bernomor 10. Menjadi mata sekaligus jantung bagi timnya, juga penentu hasil pertandingan dengan gol-golnya.
-Lionel Messi (Argentina)
Argentiuna adalah Lionel Messi. Ungkapan itu masih terus berlaku hingga pertandingan semifinal Piala Dunia 2014. Messi adalah segalanya bagi Argentina, persis seperti masa Diego Maradona. Menciptakan mayoritas gol yang didulang timmnya (4 gol), membuka assist, hingga beratraksi individual. Kemampuan komplit yang dimiliki Si Kutu membuat para penyerang tenggelam di bawah bayang-bayangnya. Bisa memainkan peran sebagai gelandang sekaligus striker, Messi bahkan memiliki poin plus dibanding karakteristik murni nomor 10. Dia memerankan nomor 10 dengan nomor 9 dengan sama apiknya dan malah orang lebih sering mengira dia sebagai penyerang dibanding gelandang.
-Neymar Junior (Brasil)
Perjalanan Neymar telah berakhir di Piala Dunia 2014. Cedera punggung terpaksa menghentikannya dari aksi di lapangan walau Brasil berhasil menembus semifinal. Neymar sedikit memiliki perbedaan dibanding pemain bernomor punggung 10 lainnya. Selama di bawah asuhan Luiz Felipe Scolari, dia lebih berperan sebagai striker atau winger dibanding sebagai playmaker. Neymar berdiri sejajar dengan dua striker lainnya dalam formasi 4-3-3. Padahal biasanya nomor 10 berdiri di deretan pemain tengah, atau paling tidak berada di bawah striker utama. Performa Neymar memang belum segemilang nomor 10 sebelumnya seperti Ronaldinho atau Pele, tapi bagaimana dia menjadi tumpuan dan harapan tim, mencetak empat gol, rasanya nomor 10 sudah pantas dikenakannya.
-Bryan Ruiz (Kosta Rika)
Dia adalah satu-satunya pemain bernomor 10 paling bersinar di Brasil yang berasal dari tim kurang terkenal. Bryan Ruiz adalah pemain yang bekerja untuk Fulham tapi dipinjamkan ke PSV Eindhoven. Dibanding Neymar dan Messi, jelas Bryan Ruiz bukan apa-apa. Tapi bagi negaranya, dia adalah segalanya. Golnya ke gawang Italia menunjukkan bagaimana pemain 28 tahun itu adalah kekuatan sesungguhnya bagi Kosta Rika. Pada awal turnamen, publik lebih memperbincangkan striker Joel Campbell dibanding pemain lainnya. Namun hingga menapaki babak perempatfinal hingga dikalahkan Belanda lewat adu pinalti, Bryan Ruiz adalah pemain terbaik Kosta Rika dan bahkan salah satu yang terbaik di posisinya sepanjang turnamen.
-Wesley Sneijder (Belanda)
Jumlah gol Wesley Sneijder tak bisa dibandingkan dengan pemain bernomor 10 di atas. Baru mencetak 10 gol, mungkin level Sneijder cukup biasa selama di Brasil. Aksinya mungkin kalah pamor dibanding Arjen Robben yang bermain lebih enerjik dan aksi teatrikalnya. Tetap saja posisi Sneijder sangat vital sebagai penopang penyerang di depannya. Kesialan Belanda yang selalu menemukan lawan dengan karakter bertahan sepanjang turnamen, sedikit menutupi aksi Sneijder. Walau begitu, secara keseluruhan dia menjadi kekuatan tersendiri bagi De Oranje. Walau irit gol, kemampuannya sudah merepresentasikan pemain dengan nomor 10.
(wbs)