Meledaknya 'Bom Waktu' Sepak Bola Brasil

Jum'at, 11 Juli 2014 - 10:20 WIB
Meledaknya Bom Waktu...
Meledaknya 'Bom Waktu' Sepak Bola Brasil
A A A
RIO DE JANEIRO - Sepak bola Brasil semakin murung. Setelah digilas Jerman dengan skor fantastis 7-1, tuan rumah juga harus melihat fakta bahwa rival terberat mereka Argentina lolos ke final setelah mengalahkan Belanda lewat adu pinalti. Ini adalah realita yang sangat tidak diinginkan Brasil.

Dua sejarah kelam telah tergores di muka tuan rumah Piala Dunia 2014. Ibarat luka yang ditabur garam. Sudah menderita kekalahan terbesar sebagai tuan rumah, masih harus melihat seteru berat mereka melenggang ke final. Kenapa harus di Brasil? Begitu pertanyaan publik bola Brasil soal keberhasilan Argentina menembus final.

Seluruh masyarakat Brasil dipastikan akan berdoa supaya Argentina dikalahkan Jerman di final nanti. Sekaligus David Luiz bisa bangkit di pertandingan yang memperebutkan peringkat tiga dan empat. Jika dua permintaan itu terkabulkan, luka menganga Brasil akan sedikit mengering.

Kegagalan Brasil menembus final dianggap sebagai 'bom waktu' yang sudah waktunya meledak. Beberapa teori mengatakan negara yang terkenal dengan Jogo Bonito tersebut tidak memiliki sistem yang jelas dalam meregenerasi pesepakbolanya. Akhirnya Brasil terlambat menyiapkan generasi penerus Pele, Romario, Ronaldinho.

Talenta-talenta emas tumbuh secara liar alias alami. Mereka menjadi pemain kelas dunia bukan karena sistem yang terorganisir. Brasil menapaki level kesempurnaan di era 1958 hingga 1970, meraih tiga gelar Juara Dunia. Pele, Jairzinho, maupun Garrincha, memainkan sepakbola menawan dan mengalir yang menjadi kiblat sepak bola dunia.

Setelah era itu, Brasil kemudian meredup. Mereka lebih terfokus pada kemampuan individu dan kurang beradaptasi dengan sepak bola modern yang menekankan kedisiplinan, kerjasama tim, yang diterjemahkan dengan 'pass and move'. Brasil sebagai produsen pemain berbakat kelas dunia, perlahan mulai mengering.

Mereka kembali menemukan generasi terbaik pada Piala Dunia 2002, ketika generasi Ronaldinho menjadi juara di Jepang-Korea Selatan. Tapi saat itu Brasil masih menampilkan gaya klasik, yakni memamerkan skill individu pemain. Kini gaya dan manajemen sepak bola sudah jauh berbeda.

Ketika Eropa sudah memperagakan umpan pendek dan soliditas tim, Brasil masih gemar bermain melebar dan mengekploitasi aksi individu. “Brasil terlalu fokus pada bakat individual. Itu membuat Brasil jauh tertinggal dari Eropa jika bicara disiplin, gaya bermain, serta variabel lain yang mendukung permainan,” ujar Juninho Pernambucano, eks pemain Brasil di Piala Dunia 2006.

Pelatih di Brasil pun menurutnya seperti terkena 'kutukan' permainan khas Samba. Pelatih memaksakan timnya memenangkan pertandingan dengan cara yang indah. Di satu fase, seperti sekarang ini, Brasil akhirnya gagal mewujudkan itu karena sumber daya di tim sangat tidak memadai untuk bermain cantik.

Juninho menunjuk, taktik Brasil sudah ketinggalan zaman dibanding dengan Jerman. Ketika lawan sudah memainkan umpan cerdas, tim arahan Felipe Scolari masih mengandalkan serangan wing back. Bahkan Marcelo melepaskan tendangan ke gawang lebih banyak dibanding Fred. Semua salah kaprah.

Macetnya pengembangan sepakbola Brasil juga menjadi perhatian legenda Brasil Romario. Tapi dia langsung menuding ketua asosiasi sepakbola Brasil (CBF) sebagai biangnya. “Sepakbola Brasil mengalami kemunduran selama bertahun-tahun. Kami dihancurkan oleh orang yang bahkan tidak bisa juggling (memainkan bola),” serang dia.

Sementara legenda lainnya, Zico, mengatakan sudah saatnya Brasil menginventarisir kelemahan sistem di sepak bola. Menurutnya era sekarang agak kurang normal bagi tim Selecao. Pemain reguler di tim nasional seperti Fred, Luiz Gustavo, atau bahkan Neymar, bukan kekuatan super di klub Eropa.

Itu berbeda dengan satu dasawarsa silam, ketika Brasil memiliki Ronaldo, Rivaldo, Kaka, Roberto Carlos, Ronaldinho, dan bahkan kiper Dida menjadi nyawa di klubnya. “Itu yang menjadi misteri bagi Brasil. Harus ada penjelasan kenapa pemain Brasil sekarang bukan lagi menjadi kekuatan utama di klubnya. Tentunya ada yang salah,” ucap Zico.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7614 seconds (0.1#10.140)