Aremania Berpesta, Aremania 'Sengsara'
A
A
A
MALANG - Ribuan Aremania berpesta pada Senin (11/8) malam untuk memeringati ulang tahun Arema Cronus ke-27. Totalitas suporter berwarna biru ini membuat suasana luar biasa di Pantai Balekambang, bagian selatan Kabupaten Malang.
Penghibur acara ini memang tak begitu mentereng atau terbilang sangat biasa, 'hanya' menampilkan Saykoji dan Ras Muhamad. Tapi itu bukan persoalan bagi Aremania, karena yang terpenting adalah menikmati momen hari jadi tim pujaannya.
Aremania bergembira dan berpesta dengan segala cara di pantai laut selatan tersebut. Ada kembang api dan sejumlah atraksi yang bisa dinikmati di sana, selain tentu saja larut dalam musik rap dan reggae yang dibawakan sang artis.
Tapi tunggu dulu. Itu baru sebatas cerita manisnya. Sebagian Aremania lainnya sama sekali tak tahu bagaimana suasana di pantai. Termasuk saya sendiri. Jangankan menginjak pasir pantai, mendekat pun tidak bisa karena macet luar biasa.
Berangkat dari wilayah Kota Malang sekitar pukul 14.00 WIB, sampai di wilayah Kecamatan Bantur sekitar pukul 16.00. Selepas wilayah Bantur, kemacetan mulai merajalela. Bahkan untuk menempuh jarak dua kilometer dibutuhkan waktu empat jam!
Akses jalan menuju Pantai Balekambang tak memadai untuk puluhan ribu manusia dan ribuan kendaraan, baik roda dua maupun empat. Maju susah, berbalik arah tak mungkin. Ada ratusan Aremania yang putus asa dan memaksakan diri berbalik arah.
Setelah empat jam bersabar hanya untuk sampai di perempatan yang masih berjarak satu kilometer dari Pantai Balekambang, problem lain menunggu. Lokasi pantai sudah tak memungkinkan dimasuki, alhasil sebagian kendaraan Aremania 'dibuang' ke arah timur.
Sesaat sebelum kendaraan berbelok menjauhi pantai, saya sempat bertemu General Manager Arema Ruddy Widodo yang juga terjebak kemacetan. Dalam kesempatan itu dia mengabari bahwa pemain diarahkan balik ke Malang karena tak mungkin masuk ke lokasi pantai.
Selesai? Belum. Aremania yang berbelok ke kiri dan mengarah ke Jalur Lingkar Selatan (JLS) hanya punya satu pilihan; balik ke Malang. Dipastikan batal menikmati pesta ulang tahun, ratusan atau mungkin ribuan suporter harus melahap medan yang sangat berat.
Rute puluhan kilometer harus melewati hutan gelap dan jalan makadam yang mengkhawatirkan. Benar saja, di sepanjang jalan saya menemui sepeda motor yang mogok, bak kempes, kehabisan bensin, hingga kendaraan roda empat yang tak kuat menanjak.
Rombongan Aremania yang menggunakan pick-up atau mobil pribadi, kerapkali harus 'bongkar muat' karena tak mampu menanjak. Tak heran di gelapnya hutan banyak Aremania yang berjalan kaki karena mobil tak sanggup membawa beban dengan medan naik-turun.
Saya tak meragukan militansi Aremania untuk klubnya. Terlalu berlebihan jika mereka harus 'sengsara' untuk sebuah pesta ulang tahun yang justru tak bisa mereka nikmati. Bahkan banyak di antara mereka yang membawa anak balita.
Kemacetan memang menjadi asam-garam bagi suporter, baik saat pertandingan atau momen khusus seperti ulang tahun klub. Namun saya melihat situasi di Balekambang cenderung membahayakan dan selayaknya menjadi evaluasi bagi Arema.
Memang gelaran pesta ulang tahun di pantai menyajikan situasi berbeda. Itu juga bisa menjadi ajang promosi wisata bagi Pemerintah Kabupaten Malang. Tapi bukan berarti menutup mata terhadap keterbatasan, misalnya akses yang kurang memadai untuk menampung puluhan ribu Aremania.
Seperti terjadi Senin malam itu, akhirnya semua pihak kurang terpuaskan. Aremania yang tak bisa masuk ke lokasi pantai jelas kecewa karena sudah berjam-jam terjebak kemacetan, sedangkan mereka yang sudah di pantai gagal merayakan pesta bersama pemain idolanya.
Tidak bijak jika ke depannya situasi ini dipaksakan terjadi lagi. Dari berbagai aspek, pada akhirnya Arema tidak benar-benar memberikan kepuasan kepada suporternya. Setelah menyaksikan sendiri suasana di Balekambang, saya merasa gelaran di pantai ini agak dipaksakan. Orang Malang bilang, "Rodok mekso".
Penghibur acara ini memang tak begitu mentereng atau terbilang sangat biasa, 'hanya' menampilkan Saykoji dan Ras Muhamad. Tapi itu bukan persoalan bagi Aremania, karena yang terpenting adalah menikmati momen hari jadi tim pujaannya.
Aremania bergembira dan berpesta dengan segala cara di pantai laut selatan tersebut. Ada kembang api dan sejumlah atraksi yang bisa dinikmati di sana, selain tentu saja larut dalam musik rap dan reggae yang dibawakan sang artis.
Tapi tunggu dulu. Itu baru sebatas cerita manisnya. Sebagian Aremania lainnya sama sekali tak tahu bagaimana suasana di pantai. Termasuk saya sendiri. Jangankan menginjak pasir pantai, mendekat pun tidak bisa karena macet luar biasa.
Berangkat dari wilayah Kota Malang sekitar pukul 14.00 WIB, sampai di wilayah Kecamatan Bantur sekitar pukul 16.00. Selepas wilayah Bantur, kemacetan mulai merajalela. Bahkan untuk menempuh jarak dua kilometer dibutuhkan waktu empat jam!
Akses jalan menuju Pantai Balekambang tak memadai untuk puluhan ribu manusia dan ribuan kendaraan, baik roda dua maupun empat. Maju susah, berbalik arah tak mungkin. Ada ratusan Aremania yang putus asa dan memaksakan diri berbalik arah.
Setelah empat jam bersabar hanya untuk sampai di perempatan yang masih berjarak satu kilometer dari Pantai Balekambang, problem lain menunggu. Lokasi pantai sudah tak memungkinkan dimasuki, alhasil sebagian kendaraan Aremania 'dibuang' ke arah timur.
Sesaat sebelum kendaraan berbelok menjauhi pantai, saya sempat bertemu General Manager Arema Ruddy Widodo yang juga terjebak kemacetan. Dalam kesempatan itu dia mengabari bahwa pemain diarahkan balik ke Malang karena tak mungkin masuk ke lokasi pantai.
Selesai? Belum. Aremania yang berbelok ke kiri dan mengarah ke Jalur Lingkar Selatan (JLS) hanya punya satu pilihan; balik ke Malang. Dipastikan batal menikmati pesta ulang tahun, ratusan atau mungkin ribuan suporter harus melahap medan yang sangat berat.
Rute puluhan kilometer harus melewati hutan gelap dan jalan makadam yang mengkhawatirkan. Benar saja, di sepanjang jalan saya menemui sepeda motor yang mogok, bak kempes, kehabisan bensin, hingga kendaraan roda empat yang tak kuat menanjak.
Rombongan Aremania yang menggunakan pick-up atau mobil pribadi, kerapkali harus 'bongkar muat' karena tak mampu menanjak. Tak heran di gelapnya hutan banyak Aremania yang berjalan kaki karena mobil tak sanggup membawa beban dengan medan naik-turun.
Saya tak meragukan militansi Aremania untuk klubnya. Terlalu berlebihan jika mereka harus 'sengsara' untuk sebuah pesta ulang tahun yang justru tak bisa mereka nikmati. Bahkan banyak di antara mereka yang membawa anak balita.
Kemacetan memang menjadi asam-garam bagi suporter, baik saat pertandingan atau momen khusus seperti ulang tahun klub. Namun saya melihat situasi di Balekambang cenderung membahayakan dan selayaknya menjadi evaluasi bagi Arema.
Memang gelaran pesta ulang tahun di pantai menyajikan situasi berbeda. Itu juga bisa menjadi ajang promosi wisata bagi Pemerintah Kabupaten Malang. Tapi bukan berarti menutup mata terhadap keterbatasan, misalnya akses yang kurang memadai untuk menampung puluhan ribu Aremania.
Seperti terjadi Senin malam itu, akhirnya semua pihak kurang terpuaskan. Aremania yang tak bisa masuk ke lokasi pantai jelas kecewa karena sudah berjam-jam terjebak kemacetan, sedangkan mereka yang sudah di pantai gagal merayakan pesta bersama pemain idolanya.
Tidak bijak jika ke depannya situasi ini dipaksakan terjadi lagi. Dari berbagai aspek, pada akhirnya Arema tidak benar-benar memberikan kepuasan kepada suporternya. Setelah menyaksikan sendiri suasana di Balekambang, saya merasa gelaran di pantai ini agak dipaksakan. Orang Malang bilang, "Rodok mekso".
(aww)