Proyek Tahunan, Runtuh Dalam Hitungan Menit
A
A
A
BANGKALAN - Upaya membangun atmosfir sepak bola level satu di Madura, ternyata bertahan seumur jagung. Persepam Madura United yang menjadi tim pertama asal Madura di Indonesia Super League (ISL) kembali harus turun kelas ke Divisi Utama.
Sebuah realita yang jauh atau bahkan tak pernah terlintas di benak manajemen dan supporter Persepam. Dua musim berlaga di ISL dan semuanya terlihat baik-baik saja, kenyataannya harus berakhir sangat tragis hanya dalam hitungan menit.
Ya, upaya Persepam selama beberapa tahun terakhir untuk membangun tim sepak bola modern pertama di Madura, kini harus kembali dimulai dari bawah. Sejumlah proyek untuk memajukan Sape Kerap sebenarnya sudah dirancang.
Selain menjaga finansial agar stabil atau minimal bisa menggaji pemain tepat waktu, infrastruktur pun perlahan disiapkan seperti stadion di Pamekasan. Manajemen juga berupaya membangun jaringan yang lebih kuat di kalangan supporter.
Walau animo penonton cenderung menurun di Gelora Bangkalan musim ini, namun tak terbantahkan jika Persepam menjadi kebanggaan Madura secara global. Semua upaya itu runtuh hanya oleh gol pemain Persipura Robertino Pugliara, nama yang mungkin akan selalu diingat publik bola Madura.
Bukan sebuah keanehan jika fenomena tersebut memicu daya kejut luar biasa. Pelatih Arcan Iurie sempat pingsan, Manajer Achsanul Qosasi shock dan seakan tak percaya timnya terjatuh, pemain dan supporter larut dalam tangis.
"Saya tak percaya akhirnya bisa begini," hanya demikian yang sanggup diucapkan Achsanul Qosasi. Dia tentunya menjadi sosok paling menderita dengan ambruknya Sape Kerap. Bagaimana tidak, selama ini tim memang identik dengan Achsanul, manajer yang merangkap sebagai presiden Persepam.
Sejumlah langkah sempat dilakukan Persepam musim ini demi menciptakan tim yang lebih kompetitif. Perubahan besar adalah mendatangkan pelatih Arcan Iurie, menggantikan Daniel Roekito yang kondisi kesehatannya labil di putaran pertama silam.
Keberadaan pelatih asal Moldova tersebut tenyata tak lebih baik ketimbang Daniel. Kadung dikontrak selama 1,5 musim, pelatih yang berpengalaman menangani tim-tim besar tersebut justru membawa Persepam masuk jurang degradasi.
Fase paling menentukan adalah limbungnya performa tim seusai libur Pemilihan Presiden dan bulan puasa sekaligus lebaran. Menjadi tim ISL yang libur paling panjang, hampir tiga bulan, Persepam yang 'meremehkan' program ujicoba selama rehat kompetisi gagal mempertahankan permainan.
Selama Agustus hingga September, lima pertandingan sisa yang dua di antaranya laga kandang, hanya mendatangkan dua biji angka. Sebuah statistik logis bagaimana Sape Kerap kemudian terus drop dan berada di zona berbahaya.
Kini Persepam harus kembali merangkak dari Divisi Utama, yang tentunya tak akan mudah tanpa keseriusan yang ekstra. Pengalaman sebelumnya di Jawa Timur seperti Persik Kediri dan Deltras Sidoarjo yang pernah terdegradasi, sulit untuk kembali naik ke ISL hanya dalam semusim.
Sebuah realita yang jauh atau bahkan tak pernah terlintas di benak manajemen dan supporter Persepam. Dua musim berlaga di ISL dan semuanya terlihat baik-baik saja, kenyataannya harus berakhir sangat tragis hanya dalam hitungan menit.
Ya, upaya Persepam selama beberapa tahun terakhir untuk membangun tim sepak bola modern pertama di Madura, kini harus kembali dimulai dari bawah. Sejumlah proyek untuk memajukan Sape Kerap sebenarnya sudah dirancang.
Selain menjaga finansial agar stabil atau minimal bisa menggaji pemain tepat waktu, infrastruktur pun perlahan disiapkan seperti stadion di Pamekasan. Manajemen juga berupaya membangun jaringan yang lebih kuat di kalangan supporter.
Walau animo penonton cenderung menurun di Gelora Bangkalan musim ini, namun tak terbantahkan jika Persepam menjadi kebanggaan Madura secara global. Semua upaya itu runtuh hanya oleh gol pemain Persipura Robertino Pugliara, nama yang mungkin akan selalu diingat publik bola Madura.
Bukan sebuah keanehan jika fenomena tersebut memicu daya kejut luar biasa. Pelatih Arcan Iurie sempat pingsan, Manajer Achsanul Qosasi shock dan seakan tak percaya timnya terjatuh, pemain dan supporter larut dalam tangis.
"Saya tak percaya akhirnya bisa begini," hanya demikian yang sanggup diucapkan Achsanul Qosasi. Dia tentunya menjadi sosok paling menderita dengan ambruknya Sape Kerap. Bagaimana tidak, selama ini tim memang identik dengan Achsanul, manajer yang merangkap sebagai presiden Persepam.
Sejumlah langkah sempat dilakukan Persepam musim ini demi menciptakan tim yang lebih kompetitif. Perubahan besar adalah mendatangkan pelatih Arcan Iurie, menggantikan Daniel Roekito yang kondisi kesehatannya labil di putaran pertama silam.
Keberadaan pelatih asal Moldova tersebut tenyata tak lebih baik ketimbang Daniel. Kadung dikontrak selama 1,5 musim, pelatih yang berpengalaman menangani tim-tim besar tersebut justru membawa Persepam masuk jurang degradasi.
Fase paling menentukan adalah limbungnya performa tim seusai libur Pemilihan Presiden dan bulan puasa sekaligus lebaran. Menjadi tim ISL yang libur paling panjang, hampir tiga bulan, Persepam yang 'meremehkan' program ujicoba selama rehat kompetisi gagal mempertahankan permainan.
Selama Agustus hingga September, lima pertandingan sisa yang dua di antaranya laga kandang, hanya mendatangkan dua biji angka. Sebuah statistik logis bagaimana Sape Kerap kemudian terus drop dan berada di zona berbahaya.
Kini Persepam harus kembali merangkak dari Divisi Utama, yang tentunya tak akan mudah tanpa keseriusan yang ekstra. Pengalaman sebelumnya di Jawa Timur seperti Persik Kediri dan Deltras Sidoarjo yang pernah terdegradasi, sulit untuk kembali naik ke ISL hanya dalam semusim.
(wbs)