Lawan Australia, Timnas U-19 Jangan Monoton
A
A
A
YANGON - Timnas Indonesia U-19 akan melakoni laga kedua Grup B di Piala AFC U-19 kontra Australia U-19, Minggu (12/10). Laga tersebut menjadi terasa berat mengingat Garuda Jaya dihempaskan Uzbekistan di laga perdananya.
Di pertandingan pertama, Indonesia takluk 1-3 dari tim asal Timur Tengah itu. Meski secara taktikal mampu mengimbangi permainan Uzbekistan, namun gol yang mampu dicetak Indonesia masih kalah banyak dari sang lawan.
Apa masalahnya? Tidak maksimalnya area final third atau trisula pemain depan yang terlihat sering telat membantu serangan. Beberapa kali pakem permainan yang diperagakan Dinan Yahdian Javier, Maldini Pali, Ilham Udin Armaiyn dan Evan Dimas justru gagal memainkan taktik utama kala merebut juara Piala AFF tahun lalu itu.
Indonesia yang begitu mengandalkan kedua sayap cepatnya (Maldini dan Ilham) sebetulnya beberapa kali sempat merepotkan lini belakang Uzbekistan. Umpan silang pun tercatat sempat sukses menembus jantung pertahanan Uzbekistan beberapa kali, namun urung dituntaskan menjadi gol.
Evan Dimas yang sering diplot mengisi area tersebut beberapa kali telat masuk ke dalam karena terlalu sibuk bertarung di lini tengah. Sedangkan Dinan Yahdian dan Dimas Drajat yang notabenenya striker malah terlalu sibuk mengecoh pergerakan pemain belakang lawan ketimbang membuat ruang tembak sendiri.
Hal tersebut yang mesti dibenahi menurut eks pelatih ISL, Zainal Abidin. Pelatih yang malang melintang di berbagai klub seperti Persita, Persiwa, Persikota dan Persitara ini mengatakan jika serangan Indonesia masih tetap monton yang artinya tetap mengandalkan final third saat melawan Australia, maka paceklik gol bukanlah hal yang aneh.
"Variasi penyerangan di daerah lawan (final third), tidak ada pemain yang berani melakukan combination play, tidak ada yang berani muncul dari lini tengah ke depan, tidak ada yang berani menusuk dengan bola atau tanpa bola (kecuali Ilham), tidak ada yang berlari diagonal run untuk membawa lawan ataupun mendapatkan bola," tutur pria yang memiliki lisensi A kepelatihan AFC ini kepada Sindonews, Minggu (12/10).
"Kalo perbaikan itu dilakukan sekarang, bisa saja tapi kemungkinan tidak sempurna, seperti sempurnanya ilham, persoalan variasi menyerang di final third tetap tidak ada perubahan apa-apa. Masih tetep monoton dengan mengandalkan Ilham dan Maldini, itupun yg sukses hanya ilham saja," sambungnya.
Kemenangan menjadi harga mati bagi tim asuhan Indra Sjafri. Tiga poin akan membuat mimpi Indonesia ke Piala Dunia U-20 tetap membara.
Di pertandingan pertama, Indonesia takluk 1-3 dari tim asal Timur Tengah itu. Meski secara taktikal mampu mengimbangi permainan Uzbekistan, namun gol yang mampu dicetak Indonesia masih kalah banyak dari sang lawan.
Apa masalahnya? Tidak maksimalnya area final third atau trisula pemain depan yang terlihat sering telat membantu serangan. Beberapa kali pakem permainan yang diperagakan Dinan Yahdian Javier, Maldini Pali, Ilham Udin Armaiyn dan Evan Dimas justru gagal memainkan taktik utama kala merebut juara Piala AFF tahun lalu itu.
Indonesia yang begitu mengandalkan kedua sayap cepatnya (Maldini dan Ilham) sebetulnya beberapa kali sempat merepotkan lini belakang Uzbekistan. Umpan silang pun tercatat sempat sukses menembus jantung pertahanan Uzbekistan beberapa kali, namun urung dituntaskan menjadi gol.
Evan Dimas yang sering diplot mengisi area tersebut beberapa kali telat masuk ke dalam karena terlalu sibuk bertarung di lini tengah. Sedangkan Dinan Yahdian dan Dimas Drajat yang notabenenya striker malah terlalu sibuk mengecoh pergerakan pemain belakang lawan ketimbang membuat ruang tembak sendiri.
Hal tersebut yang mesti dibenahi menurut eks pelatih ISL, Zainal Abidin. Pelatih yang malang melintang di berbagai klub seperti Persita, Persiwa, Persikota dan Persitara ini mengatakan jika serangan Indonesia masih tetap monton yang artinya tetap mengandalkan final third saat melawan Australia, maka paceklik gol bukanlah hal yang aneh.
"Variasi penyerangan di daerah lawan (final third), tidak ada pemain yang berani melakukan combination play, tidak ada yang berani muncul dari lini tengah ke depan, tidak ada yang berani menusuk dengan bola atau tanpa bola (kecuali Ilham), tidak ada yang berlari diagonal run untuk membawa lawan ataupun mendapatkan bola," tutur pria yang memiliki lisensi A kepelatihan AFC ini kepada Sindonews, Minggu (12/10).
"Kalo perbaikan itu dilakukan sekarang, bisa saja tapi kemungkinan tidak sempurna, seperti sempurnanya ilham, persoalan variasi menyerang di final third tetap tidak ada perubahan apa-apa. Masih tetep monoton dengan mengandalkan Ilham dan Maldini, itupun yg sukses hanya ilham saja," sambungnya.
Kemenangan menjadi harga mati bagi tim asuhan Indra Sjafri. Tiga poin akan membuat mimpi Indonesia ke Piala Dunia U-20 tetap membara.
(wbs)