Soal Timnas, Media Harus Tanggung Jawab
A
A
A
JAKARTA - Semua pasti setuju, kalau Tim Nasional Indonesia adalah milik seluruh rakyat Indonesia, yang artinya setiap kepala di Nusantara memiliki hak untuk melihat tim kebanggaan mereka berprestasi di pentas dunia.
Tapi sayang, jangankan di ke level dunia, Timnas Indonesia hingga kini belum bisa berbuat banyak saat harus tampil mewakili nama bangsa ketika berhadapan dengan negara-negara di regional Asia. Hal inipun membuat banyak masyarakat merasa miris dan kecewa, yang alhasil memaksa mereka untuk bersuara lewat berbagai wadah yang dianggap bisa terdengar hingga ke telinga para pengurus sepak bola di Indonesia.
Mantan punggawa Tim Nasional Indonesia era 80'an, Ricky Yacobi pun tak mau tinggal diam melihat penurunan kualitas yang dialami Timnas sekarang. Saat dihubungi Sindonews.com, mantan pemain yang pernah mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di ajang SEA Games ini, justru menganggap kalau media adalah salah satu unsur yang paling berperan dalam penurunan kualitas sepak bola di Indonesia khususnya Tim Nasional.
Menurutnya, kebanyakan media nasional saat ini tidak lagi mau mengkritisi langkah yang diambil PSSI dan seakan menutupi setiap kekurangan yang dimiliki otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia ini. Menurutnya, hal inilah yang akhirnya membuat PSSI tidak lagi merasa diawasi dan bebas melakukan semua kehendak mereka demi kepentingan pribadi.
Berikut hasil wawancara yang dilakukan tim redaksi Sindonews.com dengan Ricky Yacobi.
Bagaimana tanggapan anda soal menurunnya performa Tim Nasional Indonesia?
Begini, soal pengembangan Timnas tentunya menjadi tanggung jawab PSSI sebagai otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia. Tapi mereka kan tidak bekerja sendiri, ada yang namanya PT Liga Indonesia yang memiliki tanggung jawab memutar kompetisi. Nah, kompetisi inilah wadah utama kita mendapatkan bibit pemain untuk mengisi skuat Timnas.
Tapi menurut saya sampai sekarang kompetisi di Indonesia masih digelar secara asal-asalan. Misalnya, AFC mewajibkan semua negara di bawah yuridiksinya untuk melakukan pembinaan terhadap tim U 21, tapi buktinya kita tidak melakukan itu. Memang benar kompetisi U 21 nya digelar, tapi kan timnya tidak dibina.
Saya tahu sendiri, kalau tim-tim itu baru dibentuk saat kompetisi akan dimulai, dan mereka kembali dibubarkan saat kompetisi selesai, apa itu yang namanya pembinaan?
Bukankah pembinaan Tim U21 menjadi tanggung jawab klub? Toh bukannya PSSI sudah meminta agar setiap anggota provinsinya memutar kompetisi?
Memang benar. Tapi apa iya membina tim itu tidak membutuhkan biaya? Banyak kok tim yang bubar di tengah jalan karena tidak kuat menanggung biaya yang mereka keluarkan. Itulah yang harusnya menjadi tanggung jawab PSSI, mereka harus mencari formula agar klub-klub ini bisa dengan mudah mendapatkan dana untuk melakukan pembinaan terhadap pemain muda mereka.
Yang jelas PSSI harus berbuat lebih dalam melakukan pembinaan. Hingga saat ini kita tidak ada regenerasi. Bayangkan saja, dulu itu Vietnam, Korea dan Malaysia datang kesini untuk belajar soal pengembangan sepak bola dari kita, sekarang bagaimana ? mereka justru jauh lebih berkembang dan kita malah tertinggal.
Lalu bagaimana caranya bisa kembali memulihkan kondisi sepak bola Indonesia yang sudah terlalu lama terpuruk ini?
Sekarang kita bisa terpuruk begini juga karena para wartawan tidak kritis lagi. Mereka sekarang hanya bisa menyuguhkan berita basa-basi agar PSSI terlihat baik-baik saja. Padahal di jaman saya dulu, wartawan itu bisa bersuara keras saat ada pemain yang tidak layak berada di dalam skuat Timnas. Dan hasilnya, PSSI tidak berani sembarangan dalam mengambil langkah.
Jadi maksud anda media disini punya andil langsung dalam penurunan kualitas sepak bola Indonesia?
Oh jelas. Media itu adalah salah satu unsur penting dalam pengembangan sepak bola Indonesia. Mereka harusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan para pelaku sepak bola. Mereka adalah salah satu unsur yang bisa bersentuhan langsung dengan para pengurus sepak bola, dari merekalah masyarakat tahu apa yang sebenarnya dilakukan PSSI dalam melakukan pengembangan sepak bola di Indonesia.
Tapi sekarang kan hal itu tidak terjadi. Media lebih sering menyuguhkan berita-berita manis, yang membuat masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap sepak bola Indonesia, tapi kenyataannya masyarakat selalu dikecewakan.
Apa bang Ricky memiliki contoh yang lebih konkrit soal pemberitaan media yang dianggap menjebak masyarakat?
Contoh nyatanya Timnas U 19. Harusnya media menjelaskan kepada masyarakat, kalau dengan Tur Nusantara yang digelar dalam persiapan mereka mengikuti Piala Asia, justru tidak ada faedahnya dan menurunkan kualitas mereka.
Kita semua tahu kok, kalau tim-tim yang mereka hadapi di Tur Nusantara itu memiliki kualitas yang jauh dibawah Timnas U 19. Tapi kan media justru memberitakan kalau dengan kemenangan yang berhasil didapat Timnas U 19 dari tim-tim itu menunjukan kalau mereka seakan superior dan terus berkembang dengan tanpa sekalipun pernah merasakan kekalahan.
Kenapa media tidak memberitakan kalau Tur Nusantara itu justru akan melemahkan kualitas Timnas U 19? karena kita sama-sama tahu kalau untuk mematangkan mereka sebelum mengikuti Piala Asia adalah dengan diikutkan kompetisi menghadapi tim-tim yang juga benar-benar matang, karena yang mereka hadapi di Piala Asia nantinya adalah tim-tim yang matang.
Toh kalau sejak awal media terus memberitakan yang sebenarnya, saya yakin PSSI juga akan mendengarkan hal itu dan masyarakat juga akan lebih faham. Dan hasilnya toh terbukti, akhirnya Timnas U 19 terlihat kaget saat berhadapan dengan tim-tim yang matang di Piala Asia. Selain itu masyarakat yang selama ini sudah terlanjur memiliki ekspektasi besar terhadap Timnas U 19 toh lagi-lagi akhirnya harus kecewa.
Lalu apa saran bang Ricky untuk kembali membenahi kondisi ini?
Yang jelas media harus kembali bisa kritis. Karena saya yakin kalau para awak media bisa kembali mengkritisi setiap langkah PSSI, mereka pastinya akan lebih hati-hati dalam menentukan langkah. Dan kalau sudah begitu, pengembangan sepak bola Indonesia pastinya tidak lagi digarap dengan asal-asalan.
Maksud saya mengkritik disini bukannya menjatuhkan, tapi turut membantu PSSI tetap berada di jalur yang benar dalam pengembangan sepak bola nasional. Karena kalau tidak ada kritik, lalu dari mana PSSI tahu kalau ada yang tidak benar?
Lagipula profesi sebagai wartawan itu kan bisa dibilang sangat elegan, jadi saya harap mereka bisa memanfaatkannya untuk kepentingan membangun sepak bola Indonesia. Karena saya percaya, ditangan para awak medialah sepak bola Indonesia nantinya bisa berbuat banyak di level dunia.
Tapi sayang, jangankan di ke level dunia, Timnas Indonesia hingga kini belum bisa berbuat banyak saat harus tampil mewakili nama bangsa ketika berhadapan dengan negara-negara di regional Asia. Hal inipun membuat banyak masyarakat merasa miris dan kecewa, yang alhasil memaksa mereka untuk bersuara lewat berbagai wadah yang dianggap bisa terdengar hingga ke telinga para pengurus sepak bola di Indonesia.
Mantan punggawa Tim Nasional Indonesia era 80'an, Ricky Yacobi pun tak mau tinggal diam melihat penurunan kualitas yang dialami Timnas sekarang. Saat dihubungi Sindonews.com, mantan pemain yang pernah mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di ajang SEA Games ini, justru menganggap kalau media adalah salah satu unsur yang paling berperan dalam penurunan kualitas sepak bola di Indonesia khususnya Tim Nasional.
Menurutnya, kebanyakan media nasional saat ini tidak lagi mau mengkritisi langkah yang diambil PSSI dan seakan menutupi setiap kekurangan yang dimiliki otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia ini. Menurutnya, hal inilah yang akhirnya membuat PSSI tidak lagi merasa diawasi dan bebas melakukan semua kehendak mereka demi kepentingan pribadi.
Berikut hasil wawancara yang dilakukan tim redaksi Sindonews.com dengan Ricky Yacobi.
Bagaimana tanggapan anda soal menurunnya performa Tim Nasional Indonesia?
Begini, soal pengembangan Timnas tentunya menjadi tanggung jawab PSSI sebagai otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia. Tapi mereka kan tidak bekerja sendiri, ada yang namanya PT Liga Indonesia yang memiliki tanggung jawab memutar kompetisi. Nah, kompetisi inilah wadah utama kita mendapatkan bibit pemain untuk mengisi skuat Timnas.
Tapi menurut saya sampai sekarang kompetisi di Indonesia masih digelar secara asal-asalan. Misalnya, AFC mewajibkan semua negara di bawah yuridiksinya untuk melakukan pembinaan terhadap tim U 21, tapi buktinya kita tidak melakukan itu. Memang benar kompetisi U 21 nya digelar, tapi kan timnya tidak dibina.
Saya tahu sendiri, kalau tim-tim itu baru dibentuk saat kompetisi akan dimulai, dan mereka kembali dibubarkan saat kompetisi selesai, apa itu yang namanya pembinaan?
Bukankah pembinaan Tim U21 menjadi tanggung jawab klub? Toh bukannya PSSI sudah meminta agar setiap anggota provinsinya memutar kompetisi?
Memang benar. Tapi apa iya membina tim itu tidak membutuhkan biaya? Banyak kok tim yang bubar di tengah jalan karena tidak kuat menanggung biaya yang mereka keluarkan. Itulah yang harusnya menjadi tanggung jawab PSSI, mereka harus mencari formula agar klub-klub ini bisa dengan mudah mendapatkan dana untuk melakukan pembinaan terhadap pemain muda mereka.
Yang jelas PSSI harus berbuat lebih dalam melakukan pembinaan. Hingga saat ini kita tidak ada regenerasi. Bayangkan saja, dulu itu Vietnam, Korea dan Malaysia datang kesini untuk belajar soal pengembangan sepak bola dari kita, sekarang bagaimana ? mereka justru jauh lebih berkembang dan kita malah tertinggal.
Lalu bagaimana caranya bisa kembali memulihkan kondisi sepak bola Indonesia yang sudah terlalu lama terpuruk ini?
Sekarang kita bisa terpuruk begini juga karena para wartawan tidak kritis lagi. Mereka sekarang hanya bisa menyuguhkan berita basa-basi agar PSSI terlihat baik-baik saja. Padahal di jaman saya dulu, wartawan itu bisa bersuara keras saat ada pemain yang tidak layak berada di dalam skuat Timnas. Dan hasilnya, PSSI tidak berani sembarangan dalam mengambil langkah.
Jadi maksud anda media disini punya andil langsung dalam penurunan kualitas sepak bola Indonesia?
Oh jelas. Media itu adalah salah satu unsur penting dalam pengembangan sepak bola Indonesia. Mereka harusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan para pelaku sepak bola. Mereka adalah salah satu unsur yang bisa bersentuhan langsung dengan para pengurus sepak bola, dari merekalah masyarakat tahu apa yang sebenarnya dilakukan PSSI dalam melakukan pengembangan sepak bola di Indonesia.
Tapi sekarang kan hal itu tidak terjadi. Media lebih sering menyuguhkan berita-berita manis, yang membuat masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap sepak bola Indonesia, tapi kenyataannya masyarakat selalu dikecewakan.
Apa bang Ricky memiliki contoh yang lebih konkrit soal pemberitaan media yang dianggap menjebak masyarakat?
Contoh nyatanya Timnas U 19. Harusnya media menjelaskan kepada masyarakat, kalau dengan Tur Nusantara yang digelar dalam persiapan mereka mengikuti Piala Asia, justru tidak ada faedahnya dan menurunkan kualitas mereka.
Kita semua tahu kok, kalau tim-tim yang mereka hadapi di Tur Nusantara itu memiliki kualitas yang jauh dibawah Timnas U 19. Tapi kan media justru memberitakan kalau dengan kemenangan yang berhasil didapat Timnas U 19 dari tim-tim itu menunjukan kalau mereka seakan superior dan terus berkembang dengan tanpa sekalipun pernah merasakan kekalahan.
Kenapa media tidak memberitakan kalau Tur Nusantara itu justru akan melemahkan kualitas Timnas U 19? karena kita sama-sama tahu kalau untuk mematangkan mereka sebelum mengikuti Piala Asia adalah dengan diikutkan kompetisi menghadapi tim-tim yang juga benar-benar matang, karena yang mereka hadapi di Piala Asia nantinya adalah tim-tim yang matang.
Toh kalau sejak awal media terus memberitakan yang sebenarnya, saya yakin PSSI juga akan mendengarkan hal itu dan masyarakat juga akan lebih faham. Dan hasilnya toh terbukti, akhirnya Timnas U 19 terlihat kaget saat berhadapan dengan tim-tim yang matang di Piala Asia. Selain itu masyarakat yang selama ini sudah terlanjur memiliki ekspektasi besar terhadap Timnas U 19 toh lagi-lagi akhirnya harus kecewa.
Lalu apa saran bang Ricky untuk kembali membenahi kondisi ini?
Yang jelas media harus kembali bisa kritis. Karena saya yakin kalau para awak media bisa kembali mengkritisi setiap langkah PSSI, mereka pastinya akan lebih hati-hati dalam menentukan langkah. Dan kalau sudah begitu, pengembangan sepak bola Indonesia pastinya tidak lagi digarap dengan asal-asalan.
Maksud saya mengkritik disini bukannya menjatuhkan, tapi turut membantu PSSI tetap berada di jalur yang benar dalam pengembangan sepak bola nasional. Karena kalau tidak ada kritik, lalu dari mana PSSI tahu kalau ada yang tidak benar?
Lagipula profesi sebagai wartawan itu kan bisa dibilang sangat elegan, jadi saya harap mereka bisa memanfaatkannya untuk kepentingan membangun sepak bola Indonesia. Karena saya percaya, ditangan para awak medialah sepak bola Indonesia nantinya bisa berbuat banyak di level dunia.
(rus)