Kutukan Satu Dekade
A
A
A
Kapan terakhir kali Maria Sharapova menang atas Serena Williams? Terakhir kali Sharapova menang atas Serena mantan Presiden SBY baru memulai periode pertama menjadi Presiden Republik Indonesia. Ya, tepatnya di WTA Tour Championships 2004, Amerika Serikat.
Final Australia Terbuka 2015 di Rod Laver Arena, hari ini, akan menjadi pertemuan ke-19 mereka. Sharapova baru memenangkan dua dari 18 laga sebelumnya, tapi semuanya terjadi satu dekade silam, tepatnya pada 2004. Kemenangan tersebut terjadi di final Wimbledon dan final WTA Championship (sekarang WTA Finals). Sejak saat itu dia menegaskan bahwa kehadirannya ke tenis elite dengan lantang ke seluruh dunia. Sesudahnya dia melakukan hal luar biasa.
Bertahuntahun Sharapova menempatkan diri sebagai pemain dengan penghasilan terbesar dalam sejarah olahraga, untuk cabang apa pun. Secara konsisten bermain bagus dan percaya diri di tur, lima gelar grand slam, career grand slam, dan ratusan minggu di dalam lingkaran 10 besar adalah bukti kecemerlangan dia menjalankan karier setelah tahun breakthroughitu.
Namun, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan Sharapova dalam 10 tahun atau satu dekade terakhir; menang atas Serena. Sejak kekalahan di Los Angeles, November 2004, Serena seperti bersumpah akan mendedikasikan kariernya untuk tidak akan pernah lagi kalah dari petenis Rusia tersebut. Serena melakukan hal yang luar biasa bagus sejauh ini. Tidak hanya menang 15 kali berturut-turut, juga cuma tiga kali dari 15 pertandingan tersebut berlangsung tiga set.
Penyebabnya, secara match up, gaya permainan Sharapova adalah gaya permainan yang sempurna bagi Serena, dan gaya permainan Serena adalah mimpi buruk bagi Sharapova. Betul, sesederhana itu! Sharapova sangat mengandalkan gaya tenis yang penuh tenaga. Dimulai dari serve(pertama atau kedua), groundstrokes,baik forehandmaupun backhand,yang tajam, datar, tapi berisiko tinggi.
Dia sangat senang mendaratkan bola dalam, tipis di dekat garis belakang. Di kepala petenis berusia 27 tahun itu hanya ada satu cara bermain: agresif. Dengan pemain lain, barangkali 98% cara ini selalu berhasil. Saat Maria di level terbaik, tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Belum lagi kalau kita berbicara mentalitas.
Sharapova akan selalu diingat sebagai pemain yang bermental baja. Tidak satu, dua, atau tiga kali dia lolos dari jurang kekalahan, tapi berkali-kali! Namun, Serena seperti antitesis untuk Sharapova. Petenis Amerika Serikat tersebut juga dikenal dengan gaya permainan penuh tenaga, agresif, dan dengan insting menyerang yang berada di level tersendiri.
Untuk melengkapi semua itu, Serena juga sangat atletis, bergerak sangat cepat, dan mempunyai footworkyang hanya bisa diimpikan oleh sebagian pemain lain, bahkan di usia 33 tahun. Serenamempunyai mentalitas di level yang orang hanya bisa bayangkan. One of a kind. Bermain melawan kebanyakan petenis, Sharapova bisa mengendalikan permainan dengan pukulan bertenaga.
Namun, gaya (Sharapova) ini memberikan kesempatan Serena mengekspos pergerakan dan kecepatan Sharapova yang jadi salah satu aspek kelemahan permainan. Servedan return Serena juga menjadi faktor penting. Tekanan di service game merupakan mimpi terburuk bagi pemain mana pun. Sharapova akan selalu bertanya-tanya, terutama pada servekedua: apakah dipukul keras, atau hati-hati?
Biasanya hal itu hanya akan menghasilkan dua hal: double faults atau return winnerdari Serena. Keduanya bukan pilihan yang bagus untuk Maria. Kombinasi semua hal itu akan berujung pada mental block. Keadaan di mana Sharapova akan selalu berada di bawah kondisi tertekan, meskipun dia selalu menyangkal hal tersebut.
Namun, salah satu kualitas terbaik yang dimiliki Sharapova adalah selalu menjalankan sebuah pertandingan dengan pendekatan antologi, seperti Ryan Murphy memulai setiap musim American Horror Story. Setiap pertandingan adalah halaman baru, sama halnya setiap musim merupakan cerita baru yang berbeda bagi Murphy. Pendekatan ini akan sangat dia butuhkan.
Dia perlu meninggalkan rekor pertemuan itu di locker room, mengirimnya jauh-jauh ke Rusia. Untuk Serena, dia hanya perlu jadi diri sendiri. Tidak terlalu percaya diri dengan rekor atas Sharapova. Terakhir kali dia terlalu percaya diri, seorang remaja berusia 17 tahun mencundangi dia pada final Wimbledon. Apalagi, sampai sekarang, Serena terlihat belum berencana menghentikan dominasinya, termasuk di final Australian Terbuka 2015.
Analis Tenis untuk MNC Sports dan Fox Sports Asia
DIANO EKO
SINGAPURA
Final Australia Terbuka 2015 di Rod Laver Arena, hari ini, akan menjadi pertemuan ke-19 mereka. Sharapova baru memenangkan dua dari 18 laga sebelumnya, tapi semuanya terjadi satu dekade silam, tepatnya pada 2004. Kemenangan tersebut terjadi di final Wimbledon dan final WTA Championship (sekarang WTA Finals). Sejak saat itu dia menegaskan bahwa kehadirannya ke tenis elite dengan lantang ke seluruh dunia. Sesudahnya dia melakukan hal luar biasa.
Bertahuntahun Sharapova menempatkan diri sebagai pemain dengan penghasilan terbesar dalam sejarah olahraga, untuk cabang apa pun. Secara konsisten bermain bagus dan percaya diri di tur, lima gelar grand slam, career grand slam, dan ratusan minggu di dalam lingkaran 10 besar adalah bukti kecemerlangan dia menjalankan karier setelah tahun breakthroughitu.
Namun, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan Sharapova dalam 10 tahun atau satu dekade terakhir; menang atas Serena. Sejak kekalahan di Los Angeles, November 2004, Serena seperti bersumpah akan mendedikasikan kariernya untuk tidak akan pernah lagi kalah dari petenis Rusia tersebut. Serena melakukan hal yang luar biasa bagus sejauh ini. Tidak hanya menang 15 kali berturut-turut, juga cuma tiga kali dari 15 pertandingan tersebut berlangsung tiga set.
Penyebabnya, secara match up, gaya permainan Sharapova adalah gaya permainan yang sempurna bagi Serena, dan gaya permainan Serena adalah mimpi buruk bagi Sharapova. Betul, sesederhana itu! Sharapova sangat mengandalkan gaya tenis yang penuh tenaga. Dimulai dari serve(pertama atau kedua), groundstrokes,baik forehandmaupun backhand,yang tajam, datar, tapi berisiko tinggi.
Dia sangat senang mendaratkan bola dalam, tipis di dekat garis belakang. Di kepala petenis berusia 27 tahun itu hanya ada satu cara bermain: agresif. Dengan pemain lain, barangkali 98% cara ini selalu berhasil. Saat Maria di level terbaik, tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Belum lagi kalau kita berbicara mentalitas.
Sharapova akan selalu diingat sebagai pemain yang bermental baja. Tidak satu, dua, atau tiga kali dia lolos dari jurang kekalahan, tapi berkali-kali! Namun, Serena seperti antitesis untuk Sharapova. Petenis Amerika Serikat tersebut juga dikenal dengan gaya permainan penuh tenaga, agresif, dan dengan insting menyerang yang berada di level tersendiri.
Untuk melengkapi semua itu, Serena juga sangat atletis, bergerak sangat cepat, dan mempunyai footworkyang hanya bisa diimpikan oleh sebagian pemain lain, bahkan di usia 33 tahun. Serenamempunyai mentalitas di level yang orang hanya bisa bayangkan. One of a kind. Bermain melawan kebanyakan petenis, Sharapova bisa mengendalikan permainan dengan pukulan bertenaga.
Namun, gaya (Sharapova) ini memberikan kesempatan Serena mengekspos pergerakan dan kecepatan Sharapova yang jadi salah satu aspek kelemahan permainan. Servedan return Serena juga menjadi faktor penting. Tekanan di service game merupakan mimpi terburuk bagi pemain mana pun. Sharapova akan selalu bertanya-tanya, terutama pada servekedua: apakah dipukul keras, atau hati-hati?
Biasanya hal itu hanya akan menghasilkan dua hal: double faults atau return winnerdari Serena. Keduanya bukan pilihan yang bagus untuk Maria. Kombinasi semua hal itu akan berujung pada mental block. Keadaan di mana Sharapova akan selalu berada di bawah kondisi tertekan, meskipun dia selalu menyangkal hal tersebut.
Namun, salah satu kualitas terbaik yang dimiliki Sharapova adalah selalu menjalankan sebuah pertandingan dengan pendekatan antologi, seperti Ryan Murphy memulai setiap musim American Horror Story. Setiap pertandingan adalah halaman baru, sama halnya setiap musim merupakan cerita baru yang berbeda bagi Murphy. Pendekatan ini akan sangat dia butuhkan.
Dia perlu meninggalkan rekor pertemuan itu di locker room, mengirimnya jauh-jauh ke Rusia. Untuk Serena, dia hanya perlu jadi diri sendiri. Tidak terlalu percaya diri dengan rekor atas Sharapova. Terakhir kali dia terlalu percaya diri, seorang remaja berusia 17 tahun mencundangi dia pada final Wimbledon. Apalagi, sampai sekarang, Serena terlihat belum berencana menghentikan dominasinya, termasuk di final Australian Terbuka 2015.
Analis Tenis untuk MNC Sports dan Fox Sports Asia
DIANO EKO
SINGAPURA
(bbg)