Berpikirlah Jernih dan Rasional
A
A
A
BEBERAPA minggu belakangan ini para pencinta sepak bola nasional dipanaskan perseteruan sengit dan panjang antara Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam hal ini Menpora Imam Nahrawi dan PSSI.
Kita juga sudah tahu, kalau akhirnya, Menpora telah menjatuhkan sanksi pembekuan organisasi sepak bola tertinggi Indonesia tersebut. Kita akhirnya juga sudah tahu kalau akibat dari pembekuan PSSI oleh Menpora, QNB League dihentikan PSSI selaku pemilik dari kompetisi tersebut. Dari sini, respons yang paling ditunggu para pencinta sepak bola nasional, apakah Indonesia akan disanksi FIFA? Termasuk, seperti apa sanksinya, berapa lama durasinya, dan berani atau tidak FIFA akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia.
Pembicaraan ini sekarang menjadi pembahasan yang sangat menarik. Pembahasan yang paling hangat tentusaja, pemikiran beberapa orang yang menganggapdirinya pengamat sepak bola andal. Pemikiran itu adalah FIFA tak akan berani menghukum atau memberikan sanksi kepada kita(Indonesia). Atau, kalau diberi sanksi, mereka beranggapan hukumannya tidak akan lama.
Alasannya, kita adalah pasar potensial FIFA, di mana masyarakatnya sangat menggilai sepak bola. Televisi kita sangat berani membayar mahal hak siar Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Asia, Piala AFF, Liga Champions Eropa, Liga Europa, Liga Champions Asia, AFC Cup, ataupun liga-liga domestik negara-negara di Eropa. Dari sinilah kemudian timbul pemikiran kalau kita adalah pasar potensial sepak bola yang sangat disayangi FIFA.
Luar biasa bukan keyakinan para pengamat atau orangorang yang berpikir kalau mereka mahatahu segalanya tentang hukuman atau sanksi FIFA. Benar begitu? Tunggu dulu. Jika menganggap kita pasar potensial sepak bola, tentu saja benar. Tapi, apakah dengan begitu FIFA tak akan berani menghukum kita? Kalau yang ini, FIFA tak akan peduli.
Saat suatu negara dianggap telah menyalahi aturan atau bahasa kerennya statuta, FIFA tidak akan pandang bulu. Intervensi pemerintah atau negara kepada suatu federasi sepak bola di suatu negara adalah salah satu tindakan yang sangat ditabukan FIFA. Yunani, Nigeria, Kuwait, Peru, Iran, dan Irak saja, yang pernah tampil di Piala Dunia, pernah merasakan sanksi FIFA. Jadi, FIFA tidak akan ragu untuk memberikan sanksi, walau negara-negara itu negara besar sepak bola dunia.
Harus disadari, saat FIFA memberikan sanksi, mereka hanya menghukum kegiatan sepak bolanya. Untuk masalah hak siar, hal itu tidak akan terjadi apa-apa. Keputusan FIFA menjatuhkan hukuman, tidak ada hubungannya dengan semua itu. Saat sudah waktunya untuk menjatuhkan sanksi kepada suatu negara, meski masyarakat negara tersebut sangat gila sepak bola, FIFA tidak akan ragu menjatuhkannya. Untuk anggapan kalau negara kita penting banget gitudi hadapan FIFA, perhatikan ilustrasi berikut.
Kalau saja, Indonesia tampil pada putaran final Piala Dunia, apakah Indonesia akan menjadikan nilai sponsor Piala Dunia akan berlipat ganda? Atau sharedan ratingtayangan televisi di seluruh dunia akan naik secara luar biasa? Bandingkan dengan Brasil, Inggris, Portugal, atau negara-negara yang pernah tampil atau memiliki nama besar di dunia. Apakah sponsor atau televisi lebih mengharapkan Indonesia atau negara-negara besar untuk tampil di Piala Dunia?
Tentu saja, sponsor lebih menginginkan negara-negara langganan Piala Dunia. Kalau nilai sponsor atau sharedan ratestasiun televisi Indonesia yang memiliki hak siar Piala Dunia saat Indonesia, semisal, mampu bermain di Piala Dunia akan naik sangat luar biasa, itu tentu sangat benar adanya. Tapi perlu diingat, kalau itu kenaikan di tingkat lokal, bukan di seluruh dunia. Atau ilustrasi lain adalah kegiatan peliputan para jurnalis Indonesia di Piala Dunia atau Piala Eropa.
Untuk hal ini, saya pernah merasakannya. Bagi rekan-rekan pers Indonesia yang pernah meliput dua ajang besar ini, pertanyaan Anda dari negara mana? Maksudnya? Kita yang dari Indonesia ini tidak pernah dianggap penting di event-eventbesar itu. Karena itu, kami sering diminta mengalah kepada rekan-rekan pers dari Inggris, Brasil, Italia, atau negara besar lain, saat meminta tiket-tiket tersebut. Karena itu, kepada seluruh pencinta sepak bola tanah air, STOP berpikir, beranggapan kalau kita sangat penting dan aset mahal FIFA sehingga berani menantang mereka.
Menantang FIFA dengan anggapan tak akan berani menjatuhkan sanksi kepada Indonesia adalah pikiran penuh khayalan. Ingat, kita bukan siapa-siapa! Kalau waktunya kita akan disanksi, FIFA tak akan ragu. Itu berarti kerugian besar buat Indonesia. Untuk PSSI, semoga kejadian ini bisa membuat sadar, kalau mereka dianggap tidak mampu. Mereka hendaknya bisa memperbaiki segala kekurangan.
Lihat saja, kompetisi profesional yang menjadi kompetisi level tertinggi, sejak era Divisi Utama Liga Indonesia, ISL, dan kini QNB League, yang berjalan sejak 1994, kompetisi dan klub benar-benar belum mampu profesional. Masalah gaji atau legalitas hanya sedikit dari berbagai masalah yang ada. Sebagai klub profesional, mereka harus menunjukkan dirinya profesional. Fasilitas klub, seperti lapangan latihan, markas klub, mes pemain, pembibitan pemain, dan lainnya masih sebatas mimpi bagi klubklub kita.
Dan untuk Menpora, jika ingin melakukan perubahan dalam tatanan sepak bola nasional, seharusnya Menpora bisa melakukannya dari bawah. Menpora bisa membantu pengprov menghidupkan kompetisi kelompok umur dan amatir. Tapi tentunya, dengan melibatkan PSSI.
Jika ingin melakukan perubahan dengan seenaknya mengganti para pengurus PSSI di luar koridor resmi PSSI/FIFA ataupun membuat kompetisi di luar PSSI, jangan harap FIFA akan merestui. Buat FIFA, hal itu haram hukumnya.Jadi, berpikirlah jernih dan rasional.
Catatan
Hadi Gunawan
Produser RCTI SPORT
Kita juga sudah tahu, kalau akhirnya, Menpora telah menjatuhkan sanksi pembekuan organisasi sepak bola tertinggi Indonesia tersebut. Kita akhirnya juga sudah tahu kalau akibat dari pembekuan PSSI oleh Menpora, QNB League dihentikan PSSI selaku pemilik dari kompetisi tersebut. Dari sini, respons yang paling ditunggu para pencinta sepak bola nasional, apakah Indonesia akan disanksi FIFA? Termasuk, seperti apa sanksinya, berapa lama durasinya, dan berani atau tidak FIFA akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia.
Pembicaraan ini sekarang menjadi pembahasan yang sangat menarik. Pembahasan yang paling hangat tentusaja, pemikiran beberapa orang yang menganggapdirinya pengamat sepak bola andal. Pemikiran itu adalah FIFA tak akan berani menghukum atau memberikan sanksi kepada kita(Indonesia). Atau, kalau diberi sanksi, mereka beranggapan hukumannya tidak akan lama.
Alasannya, kita adalah pasar potensial FIFA, di mana masyarakatnya sangat menggilai sepak bola. Televisi kita sangat berani membayar mahal hak siar Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Asia, Piala AFF, Liga Champions Eropa, Liga Europa, Liga Champions Asia, AFC Cup, ataupun liga-liga domestik negara-negara di Eropa. Dari sinilah kemudian timbul pemikiran kalau kita adalah pasar potensial sepak bola yang sangat disayangi FIFA.
Luar biasa bukan keyakinan para pengamat atau orangorang yang berpikir kalau mereka mahatahu segalanya tentang hukuman atau sanksi FIFA. Benar begitu? Tunggu dulu. Jika menganggap kita pasar potensial sepak bola, tentu saja benar. Tapi, apakah dengan begitu FIFA tak akan berani menghukum kita? Kalau yang ini, FIFA tak akan peduli.
Saat suatu negara dianggap telah menyalahi aturan atau bahasa kerennya statuta, FIFA tidak akan pandang bulu. Intervensi pemerintah atau negara kepada suatu federasi sepak bola di suatu negara adalah salah satu tindakan yang sangat ditabukan FIFA. Yunani, Nigeria, Kuwait, Peru, Iran, dan Irak saja, yang pernah tampil di Piala Dunia, pernah merasakan sanksi FIFA. Jadi, FIFA tidak akan ragu untuk memberikan sanksi, walau negara-negara itu negara besar sepak bola dunia.
Harus disadari, saat FIFA memberikan sanksi, mereka hanya menghukum kegiatan sepak bolanya. Untuk masalah hak siar, hal itu tidak akan terjadi apa-apa. Keputusan FIFA menjatuhkan hukuman, tidak ada hubungannya dengan semua itu. Saat sudah waktunya untuk menjatuhkan sanksi kepada suatu negara, meski masyarakat negara tersebut sangat gila sepak bola, FIFA tidak akan ragu menjatuhkannya. Untuk anggapan kalau negara kita penting banget gitudi hadapan FIFA, perhatikan ilustrasi berikut.
Kalau saja, Indonesia tampil pada putaran final Piala Dunia, apakah Indonesia akan menjadikan nilai sponsor Piala Dunia akan berlipat ganda? Atau sharedan ratingtayangan televisi di seluruh dunia akan naik secara luar biasa? Bandingkan dengan Brasil, Inggris, Portugal, atau negara-negara yang pernah tampil atau memiliki nama besar di dunia. Apakah sponsor atau televisi lebih mengharapkan Indonesia atau negara-negara besar untuk tampil di Piala Dunia?
Tentu saja, sponsor lebih menginginkan negara-negara langganan Piala Dunia. Kalau nilai sponsor atau sharedan ratestasiun televisi Indonesia yang memiliki hak siar Piala Dunia saat Indonesia, semisal, mampu bermain di Piala Dunia akan naik sangat luar biasa, itu tentu sangat benar adanya. Tapi perlu diingat, kalau itu kenaikan di tingkat lokal, bukan di seluruh dunia. Atau ilustrasi lain adalah kegiatan peliputan para jurnalis Indonesia di Piala Dunia atau Piala Eropa.
Untuk hal ini, saya pernah merasakannya. Bagi rekan-rekan pers Indonesia yang pernah meliput dua ajang besar ini, pertanyaan Anda dari negara mana? Maksudnya? Kita yang dari Indonesia ini tidak pernah dianggap penting di event-eventbesar itu. Karena itu, kami sering diminta mengalah kepada rekan-rekan pers dari Inggris, Brasil, Italia, atau negara besar lain, saat meminta tiket-tiket tersebut. Karena itu, kepada seluruh pencinta sepak bola tanah air, STOP berpikir, beranggapan kalau kita sangat penting dan aset mahal FIFA sehingga berani menantang mereka.
Menantang FIFA dengan anggapan tak akan berani menjatuhkan sanksi kepada Indonesia adalah pikiran penuh khayalan. Ingat, kita bukan siapa-siapa! Kalau waktunya kita akan disanksi, FIFA tak akan ragu. Itu berarti kerugian besar buat Indonesia. Untuk PSSI, semoga kejadian ini bisa membuat sadar, kalau mereka dianggap tidak mampu. Mereka hendaknya bisa memperbaiki segala kekurangan.
Lihat saja, kompetisi profesional yang menjadi kompetisi level tertinggi, sejak era Divisi Utama Liga Indonesia, ISL, dan kini QNB League, yang berjalan sejak 1994, kompetisi dan klub benar-benar belum mampu profesional. Masalah gaji atau legalitas hanya sedikit dari berbagai masalah yang ada. Sebagai klub profesional, mereka harus menunjukkan dirinya profesional. Fasilitas klub, seperti lapangan latihan, markas klub, mes pemain, pembibitan pemain, dan lainnya masih sebatas mimpi bagi klubklub kita.
Dan untuk Menpora, jika ingin melakukan perubahan dalam tatanan sepak bola nasional, seharusnya Menpora bisa melakukannya dari bawah. Menpora bisa membantu pengprov menghidupkan kompetisi kelompok umur dan amatir. Tapi tentunya, dengan melibatkan PSSI.
Jika ingin melakukan perubahan dengan seenaknya mengganti para pengurus PSSI di luar koridor resmi PSSI/FIFA ataupun membuat kompetisi di luar PSSI, jangan harap FIFA akan merestui. Buat FIFA, hal itu haram hukumnya.Jadi, berpikirlah jernih dan rasional.
Catatan
Hadi Gunawan
Produser RCTI SPORT
(ars)