Kisah Wilma Marghareta Sinaga, Pecatur Andalan NPC Indonesia yang Miliki Segudang Prestasi
loading...
A
A
A
"Karena catur itu belajarnya melatih berpikir 3-5 langkah ke depan, strategi dan berhitung. Membantu juga saat di sekolah matematikanya terbantu karena di catur itu, mainnya menghitung ya," ujarnya.
Selain itu, catur dianggapnya sebagai olahraga yang paling mudah untuk Margaretha dilakukan. "Kalau catur itu latihannya gak ribet. Gak harus kelapangan lapangannya kan harus dibawa karena papan catur. Kalau gak main pakai papan juga bisa namanya blind chess, jadi namanya catur turna netra, kita bisa main tanpa memegang bidak caturnya. Jadi udah kebayang kotak 64 itu," jelas dia.
Menetapkan hati cabor catur kesulitan demi kesulitan mulai menghinggapi Margaretha. Meski telah didampingi pelatih ia mengaku harus berusaha dua kali lipat untuk mencapai level tertinggi.
"Pasti kami tidak bisa seperti teman-teman yang pengelihatannya sempurna. Buku juga kami gak bisa baca. Jadi kami minta bantuan dulu untuk dibacakan kesulitannya di situ. Untuk bisa sama dengan teman yang normal kami harus belajar dua kali lipat. Berarti kalau mau melebihi belajar nya harus lebih dari itu," katanya.
Sembari menceritakan perjalanan latihannya, Margaretha juga mengungkapkan perasaan kecewa yang pernah singgah di hatinya ketika masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa Jerman.
Kala itu, sepulang latihan catur ia turun dari angkot jauh dari titik biasanya. Jalan yang Marghareta lalui pun bukanlah jalan yang dihapalnya. Akibatnya ia terperosok ke selokan sampah yang membuat sekujur tubuhnya bau.
"Itu sakitnya gak seberapa tapi malunya. Saya ditolong sama tukang becak. Terus saya bilang sama tuhan, udah tuhan sudah kan kamu puas lihat aku. Terus aku nangis," ucapnya.
Proses itulah yang membuat Marghareta mampu bertahan di percaturan Nasional dan Internasional.
"Itu kan proses tuhan. Itu kan pulang latihan catur mas. Akhirnya dari latihan catur itu ternyata catur itu yang membuat bisa berdiri sampai sekarang. Padahal proses itu yang sakit," ungkapnya.
Ke depan ia berharap untuk bisa selalu memberikan prestasi bagi Indonesia. Mimpi terbesarnya adalah tampil di Olimpiade Para Limpik yang hingga saat ini cabor catur belum dipertandingkan.
"Ke depannya pasti pengin prestasi nya selalu meningkat kalau boleh bisa bermain di olimpiade. Kalau olimpiade untuk disabilitas belum ada," tutupnya.
Selain itu, catur dianggapnya sebagai olahraga yang paling mudah untuk Margaretha dilakukan. "Kalau catur itu latihannya gak ribet. Gak harus kelapangan lapangannya kan harus dibawa karena papan catur. Kalau gak main pakai papan juga bisa namanya blind chess, jadi namanya catur turna netra, kita bisa main tanpa memegang bidak caturnya. Jadi udah kebayang kotak 64 itu," jelas dia.
Menetapkan hati cabor catur kesulitan demi kesulitan mulai menghinggapi Margaretha. Meski telah didampingi pelatih ia mengaku harus berusaha dua kali lipat untuk mencapai level tertinggi.
"Pasti kami tidak bisa seperti teman-teman yang pengelihatannya sempurna. Buku juga kami gak bisa baca. Jadi kami minta bantuan dulu untuk dibacakan kesulitannya di situ. Untuk bisa sama dengan teman yang normal kami harus belajar dua kali lipat. Berarti kalau mau melebihi belajar nya harus lebih dari itu," katanya.
Teperosok ke Selokan Sampah
Sembari menceritakan perjalanan latihannya, Margaretha juga mengungkapkan perasaan kecewa yang pernah singgah di hatinya ketika masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa Jerman.
Kala itu, sepulang latihan catur ia turun dari angkot jauh dari titik biasanya. Jalan yang Marghareta lalui pun bukanlah jalan yang dihapalnya. Akibatnya ia terperosok ke selokan sampah yang membuat sekujur tubuhnya bau.
"Itu sakitnya gak seberapa tapi malunya. Saya ditolong sama tukang becak. Terus saya bilang sama tuhan, udah tuhan sudah kan kamu puas lihat aku. Terus aku nangis," ucapnya.
Proses itulah yang membuat Marghareta mampu bertahan di percaturan Nasional dan Internasional.
"Itu kan proses tuhan. Itu kan pulang latihan catur mas. Akhirnya dari latihan catur itu ternyata catur itu yang membuat bisa berdiri sampai sekarang. Padahal proses itu yang sakit," ungkapnya.
Ke depan ia berharap untuk bisa selalu memberikan prestasi bagi Indonesia. Mimpi terbesarnya adalah tampil di Olimpiade Para Limpik yang hingga saat ini cabor catur belum dipertandingkan.
"Ke depannya pasti pengin prestasi nya selalu meningkat kalau boleh bisa bermain di olimpiade. Kalau olimpiade untuk disabilitas belum ada," tutupnya.