Kolong Pintu dan Surat Cinta Ayah untuk Pitha Haningtyas Mentari
loading...
A
A
A
Pitha Haningtyas Mentari menceritakan awal mula ia mengenal olahraga bulu tangkis. Adalah ayahnya orang pertama yang membawanya mengenal olahraga tepok bulu ini.
Tari menceritakan awal mula ia mengenal bulu tangkis saat masih berusia enam atau tujuh tahun. Saat itu ia ikut mengantar kakaknya yang bermain bulu tangkis.
Setelah itu, Tari akhirnya mengikuti aktivitas yang sama dengan kakaknya, yakni bermain bulu tangkis. Di usia delapan tahun, dia mulai rutin Latihan (seminggu tiga kali).
"Ya aku pilih bulu tangkis karena sebenarnya malas sekolah haha. Aku enggak suka ngerjain PR haha. Mungkin bukan enggak suka sih, tapi lebih kayak ‘ya Allah belajar capek banget ya’. Tapi setelah dijalani ternyata bulu tangkis capek juga ya. Makanya aku di umur 9 ke 10 tahun, aku sempat minta berhenti bulu tangkis," kata Tari.
"Jadi pokoknya aku mau kelas 5 SD aku mulai suka pelajaran. Setiba-tiba itu aku suka matematika. Jadi di situ kalau disuruh latihan aku pura-pura tidur. Itu tuh udah kayak aku udah enggak mau main bulu tangkis karena aku capek," sambungnya.
Tapi Tari mulai sadar bahwa kedua orangtuanya sudah mengeluarkan banyak biaya untuk dirinya sekolah dan bulu tangkis. Bahkan ketika kelas 5 SD tersebut, ia mencoba bernegosiasi dengan sang Ayah untuk berhenti dari bulu tangkis.
Menariknya, kolong pintu menjadi saksi dari negosiasi tersebut. Saat itu ayah berani menaruh harapan dan impiannya pada Tari dengan mengatakan untuk tidak berhenti dari bulu tangkis.
Ayah ibarat separuh dari dirimu, jadi dia mengenalmu lebih baik daripada kamu sendiri. Itulah yang terjadi dalam karier Tari.
"Jadi pas aku minta untuk sekolah aja dan berhenti bulu tangkis, aku kunci kamar, aku kirim surat lewat kolong bawah pintu dan nulis bahwa aku mau berhenti bulu tangkis. Terus Ayah kirim surat balik dan dia bilang jangan berhenti karena aku harapan satu-satunya Ayah di bulu tangkis. Terus aku buka pintu sambil nangis dan tetep masih kayak enggak mau main bulu tangkis," kenang Tari.
Tari menceritakan awal mula ia mengenal bulu tangkis saat masih berusia enam atau tujuh tahun. Saat itu ia ikut mengantar kakaknya yang bermain bulu tangkis.
Setelah itu, Tari akhirnya mengikuti aktivitas yang sama dengan kakaknya, yakni bermain bulu tangkis. Di usia delapan tahun, dia mulai rutin Latihan (seminggu tiga kali).
"Ya aku pilih bulu tangkis karena sebenarnya malas sekolah haha. Aku enggak suka ngerjain PR haha. Mungkin bukan enggak suka sih, tapi lebih kayak ‘ya Allah belajar capek banget ya’. Tapi setelah dijalani ternyata bulu tangkis capek juga ya. Makanya aku di umur 9 ke 10 tahun, aku sempat minta berhenti bulu tangkis," kata Tari.
"Jadi pokoknya aku mau kelas 5 SD aku mulai suka pelajaran. Setiba-tiba itu aku suka matematika. Jadi di situ kalau disuruh latihan aku pura-pura tidur. Itu tuh udah kayak aku udah enggak mau main bulu tangkis karena aku capek," sambungnya.
Keluarkan Banyak Uang
Tapi Tari mulai sadar bahwa kedua orangtuanya sudah mengeluarkan banyak biaya untuk dirinya sekolah dan bulu tangkis. Bahkan ketika kelas 5 SD tersebut, ia mencoba bernegosiasi dengan sang Ayah untuk berhenti dari bulu tangkis.
Menariknya, kolong pintu menjadi saksi dari negosiasi tersebut. Saat itu ayah berani menaruh harapan dan impiannya pada Tari dengan mengatakan untuk tidak berhenti dari bulu tangkis.
Ayah ibarat separuh dari dirimu, jadi dia mengenalmu lebih baik daripada kamu sendiri. Itulah yang terjadi dalam karier Tari.
"Jadi pas aku minta untuk sekolah aja dan berhenti bulu tangkis, aku kunci kamar, aku kirim surat lewat kolong bawah pintu dan nulis bahwa aku mau berhenti bulu tangkis. Terus Ayah kirim surat balik dan dia bilang jangan berhenti karena aku harapan satu-satunya Ayah di bulu tangkis. Terus aku buka pintu sambil nangis dan tetep masih kayak enggak mau main bulu tangkis," kenang Tari.