Kolong Pintu dan Surat Cinta Ayah untuk Pitha Haningtyas Mentari

Sabtu, 18 Mei 2024 - 19:09 WIB
loading...
Kolong Pintu dan Surat...
Pitha Haningtyas Mentari menceritakan awal mula ia mengenal olahraga bulu tangkis. Adalah ayahnya orang pertama yang membawanya mengenal olahraga tepok bulu ini / Foto: Pitha Haningtyas Mentari (@phmentarii)
A A A
Pitha Haningtyas Mentari menceritakan awal mula ia mengenal olahraga bulu tangkis. Adalah ayahnya orang pertama yang membawanya mengenal olahraga tepok bulu ini.

Tari menceritakan awal mula ia mengenal bulu tangkis saat masih berusia enam atau tujuh tahun. Saat itu ia ikut mengantar kakaknya yang bermain bulu tangkis.

Setelah itu, Tari akhirnya mengikuti aktivitas yang sama dengan kakaknya, yakni bermain bulu tangkis. Di usia delapan tahun, dia mulai rutin Latihan (seminggu tiga kali).



"Ya aku pilih bulu tangkis karena sebenarnya malas sekolah haha. Aku enggak suka ngerjain PR haha. Mungkin bukan enggak suka sih, tapi lebih kayak ‘ya Allah belajar capek banget ya’. Tapi setelah dijalani ternyata bulu tangkis capek juga ya. Makanya aku di umur 9 ke 10 tahun, aku sempat minta berhenti bulu tangkis," kata Tari.

"Jadi pokoknya aku mau kelas 5 SD aku mulai suka pelajaran. Setiba-tiba itu aku suka matematika. Jadi di situ kalau disuruh latihan aku pura-pura tidur. Itu tuh udah kayak aku udah enggak mau main bulu tangkis karena aku capek," sambungnya.

Keluarkan Banyak Uang


Tapi Tari mulai sadar bahwa kedua orangtuanya sudah mengeluarkan banyak biaya untuk dirinya sekolah dan bulu tangkis. Bahkan ketika kelas 5 SD tersebut, ia mencoba bernegosiasi dengan sang Ayah untuk berhenti dari bulu tangkis.

Menariknya, kolong pintu menjadi saksi dari negosiasi tersebut. Saat itu ayah berani menaruh harapan dan impiannya pada Tari dengan mengatakan untuk tidak berhenti dari bulu tangkis.

Ayah ibarat separuh dari dirimu, jadi dia mengenalmu lebih baik daripada kamu sendiri. Itulah yang terjadi dalam karier Tari.

"Jadi pas aku minta untuk sekolah aja dan berhenti bulu tangkis, aku kunci kamar, aku kirim surat lewat kolong bawah pintu dan nulis bahwa aku mau berhenti bulu tangkis. Terus Ayah kirim surat balik dan dia bilang jangan berhenti karena aku harapan satu-satunya Ayah di bulu tangkis. Terus aku buka pintu sambil nangis dan tetep masih kayak enggak mau main bulu tangkis," kenang Tari.



"Aku merasa apa yang dikorbankan keluarga sama apa yang aku udah kasih tuh enggak sebanding. Rumah aku kan jauh mau kemana-mana, sedangkan aku ikut pertandingan open tuh bisa naik motor sama Ayah terus kehujanan dan Ayah aku harus cuti gitu. Jadi kayaknya enggak sebanding karena bulu tangkis kan bisa dibilang olahraga yang mahal ya pada saat itu, kayak buat beli baju, beli raket, beli sepatu, dan beli tas," lanjutnya.

Namun, hingga duduk di bangku SMP Tari tetap menjalankan bulu tangkis dan sekolah secara bersamaan. Tapi, pemain kelahiran Jakarta 1 Juli 1999 itu mulai kesulitan membagi waktunya antara bulu tangkis dan sekolah, terlebih saat itu ia berada di kelas bilingual. Belum lagi, masuk sekolah dimulai pukul 06.30 WIB dan beberapa kali ia harus bolos kelas pagi karena harus menjalani latihan.

"Waktu sekolah bilingual di SMP itu itu aku merasa ternyata aku enggak sepintar itu untuk di sekolah. Mulai dari enggak suka, terus suka dan pas tiba-tiba masuk SMP aku jadi enggak suka lagi. Baru pas SMP ‘oh gini ya sekolah, ini susah ya guys otak ini tidak sanggup’ haha. Akhirnya aku pilih bulu tangkis aja," kata Tari yang teringat masa kecilnya dulu.

Perjalanan Tari di bulu tangkis pun terbilang mulus hingga akhirnya pada usia 18 tahun, tepatnya tahun 2017, ia bisa bermain di WJC. Menariknya lagi, ketika ia sedang fokus di sektor ganda putri, ia mendapat ajakan dari Rinov untuk bermain di ganda campuran secara mendadak. Tawaran itu muncul dari Rinov hanya dalam waktu dua minggu jelang WJC 2017.

"Awalnya Rinov nge-chat, dia nanya ‘lu mau enggak kalau main mix (ganda campuran)’ tapi katanya main di WJC. Ya aku kira bercanda kan, kayak apa nih, tiba-tiba dan langsung main di WJC banget. Sedangkan pada saat itu aku sadar bahwa Rinov salah satu unggulan di ganda campuran, yang mana dia masuk pun sudah punya prestasi di ganda campuran. Jadi ada pressure tersendiri," kenang Tari.

"Waktu itu dia memang ngobrol sama coach Nova (Widianto, pelatih ganda campuran pratama saat itu) dan yang dipilih aku. Aku kurang tahu juga sebenernya, pastinya tuh gimana. Cuma dia sempet bilang bahwa dia diskusi sama coach Nova dan coba aja gitu, dan saya mengiyakan," jelas pemain didikan PB Jaya Raya tersebut.

Namun, siapa yang menyangka duet dadakan tersebut malah membuahkan hasil. Meski hanya ditempatkan unggulan 11, tetapi langkah Rinov/Tari mampu melaju jauh. Bahkan lawan-lawan yang mereka hadapi sejak babak 64 besar tidaklah mudah. Mereka sukses melibas wakil-wakil dari negara sulit seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, China, hingga di final menaklukkan rekan senegara, Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

"Sebenarnya enggak nyangka kalau akhirnya jadi juara di WJC itu. Padahal dari delapan besar sampai final, gim pertama aku kalah terus. Aku sama Rinov cuma udah nekat aja, dan kalau kita ngomong udah nekat aja, terserah aja dia mau mukul gimana yang penting kita poin. Omongan sama Rinov harus juara sih kayaknya enggak ada, tapi aku juga punya kemauan aku sendiri," kata Tari.

Tetapi, dengan juara WJC 2017 ini, Tari akhirnya menemukan titik balik untuk semakin serius menekuni bulu tangkis. Meski awalnya ia sedikit labil dengan pilihannya di dunia tepok bulu, kini Tari sudah bisa memantapkan hati untuk berjuang dengan bulu tangkis.

"WJC adalah salah satu titik balik di karier aku juga karena pada tahun itu Ayahku udah nanyain kan gimana mau sambil kuliah enggak gitu? Aku bilang kalau tahun ini enggak ada hasilnya, yaudah disambi kuliah aja. Tapi kalau misalnya memang ada hasilnya kita lihat lagi nanti gimana. Eh ya dikasih rezeki juara," ujar Tari.

"Tapi kalau pun nanti kuliah rasanya aku belum punya kapasitas kayak yang lainnya gitu yang bisa nyambi kuliah. Karena aku juga pengennya kalo aku kuliah ya betul-betul serius karena kalau setengah-setengah juga, kemarin apa ya pelajarannya enggak ngerti juga gitu kan, kayaknya percuma. Ya bukan percuma tapi untuk aku pribadi, aku lebih lebih senang kalau jalaninya betul-betul 100 persen," imbuhnya.
(yov)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1177 seconds (0.1#10.140)