Rahasia Tiga Gelar Bayern Muenchen
loading...
A
A
A
LISBON - Bayern Muenchen mengembalikan supremasi Jerman di pentas sepak bola Eropa sekaligus mewujudkan treble winners musim ini seusai menang 1-0 atas Paris Saint Germain (PSG) di Final Liga Champions di Estadio do Sport, Lisbon, Portugal, Senin (24/8).
Hebatnya, Die Roten merengkuh trofi prestisius tersebut dengan torehan sempurna. Gol tunggal Kingsley Coman pada menit ke-59 menjadikan Bayern sebagai tim pertama sepanjang sejarah yang memenangkan semua pertandingan dalam perjalanan meraih gelar Liga Champions (11 pertandingan).
Rinciannya, Manuel Neuer dkk menang enam kali di fase grup, dua kali di babak 16 besar, satu kali di babak perempat final, satu kali di babak semifinal, dan satu kali di babak Final. Kualitas Bayern begitu terlihat lantaran di fase knockout menyisihkan tim-tim kuat dari tiga kompetisi top Eropa, seperti Chelsea (Liga Primer) dengan agregat 7-1 di babak 16 besar, Barcelona (Primera Liga) 8-2 saat perempat final, Olympique Lyon (Ligue 1) 3-0 fase semifinal, dan PSG (Ligue 1) 1-0 pada laga final.
Total ini merupakan trofi Liga Champions keenam Bayern setelah 1973–74, 1974–75, 1975–76, 2000–01, 2012–13. Mereka kini sejajar dengan Liverpool yang juga mengoleksi enam trofi. Selain itu, Bayern menjadi tim ketiga dalam sejarah Liga Champions yang mencetak 500 gol dalam kompetisi (total 500 gol), setelah Barcelona (517) dan Real Madrid (567). (Baca: Mobil Dibakar, Paris Membara Usai PSG Gagal di Final Liga Champions)
Gelar Liga Champions melengkapi torehan sensasional Bayern musim ini yang sebelumnya sukses merengkuh Bundesliga dan DFB Pokal. Keberhasilan meraih treble winners kedua sepanjang sejarah Bayern setelah era Jupp Heynckes pada musim 2012-13, membuat pelatih Hans-Dieter Flick banjir pujian.
Secara ajaib, pelatih berusia 55 tahun itu mengubah Die Roten menjadi tim klub terbaik Eropa. Liga Champions merupakan prestasi istimewa mengingat obsesi Bayern memenangkan trofi tersebut dalam beberapa tahun terakhir gagal diwujudkan pelatih sekaliber Pep Guardiola (2013–2016) dan Carlo Ancelotti (2016–2017).
Tentu tidak ada yang berani membayangkan Flick menghasilkan musim debut kepelatihan fenomenal yang pernah ada di dunia sepak bola. Dalam hal musim debut, tidak diragukan lagi Flick adalah yang terbaik di zaman modern. Lebih baik dari musim treble Guardiola (2008–09) dan Luis Enrique (2014–15) karena keduanya menjalani pramusim bersama Barcelona dan mendapat tambahan skuat yang signifikan.
Sebaliknya, saat menggantikan Niko Kovac pada 3 November 2019, Flick sebenarnya hanya diberi tugas sebagai pelatih sementara untuk menstabilkan Bayern yang sedang krisis sebelum solusi jangka panjang ditemukan. Namun, keraguan perlahan menghilang karena Flick membuktikan kapasitasnya hingga klub memberikan kontrak sampai 2023. (Baca juga: Konflik Belarusia Bisa Memicu Perang Eropa)
Beberapa faktor menjadi senjata andalan Flick dalam membangkitkan Bayern . Pernah bermain untuk klub periode 1985–90, membuatnya paham luar dalam klub. Flick pandai mengelola para pemainnya. Jika sedang berada dalam situasi sulit, dia menerapkan Mia san Mia, sebuah moto Bayern yang berarti jalan hidup untuk menang dan mampu mendongkrak semangat tim.
Hebatnya, Die Roten merengkuh trofi prestisius tersebut dengan torehan sempurna. Gol tunggal Kingsley Coman pada menit ke-59 menjadikan Bayern sebagai tim pertama sepanjang sejarah yang memenangkan semua pertandingan dalam perjalanan meraih gelar Liga Champions (11 pertandingan).
Rinciannya, Manuel Neuer dkk menang enam kali di fase grup, dua kali di babak 16 besar, satu kali di babak perempat final, satu kali di babak semifinal, dan satu kali di babak Final. Kualitas Bayern begitu terlihat lantaran di fase knockout menyisihkan tim-tim kuat dari tiga kompetisi top Eropa, seperti Chelsea (Liga Primer) dengan agregat 7-1 di babak 16 besar, Barcelona (Primera Liga) 8-2 saat perempat final, Olympique Lyon (Ligue 1) 3-0 fase semifinal, dan PSG (Ligue 1) 1-0 pada laga final.
Total ini merupakan trofi Liga Champions keenam Bayern setelah 1973–74, 1974–75, 1975–76, 2000–01, 2012–13. Mereka kini sejajar dengan Liverpool yang juga mengoleksi enam trofi. Selain itu, Bayern menjadi tim ketiga dalam sejarah Liga Champions yang mencetak 500 gol dalam kompetisi (total 500 gol), setelah Barcelona (517) dan Real Madrid (567). (Baca: Mobil Dibakar, Paris Membara Usai PSG Gagal di Final Liga Champions)
Gelar Liga Champions melengkapi torehan sensasional Bayern musim ini yang sebelumnya sukses merengkuh Bundesliga dan DFB Pokal. Keberhasilan meraih treble winners kedua sepanjang sejarah Bayern setelah era Jupp Heynckes pada musim 2012-13, membuat pelatih Hans-Dieter Flick banjir pujian.
Secara ajaib, pelatih berusia 55 tahun itu mengubah Die Roten menjadi tim klub terbaik Eropa. Liga Champions merupakan prestasi istimewa mengingat obsesi Bayern memenangkan trofi tersebut dalam beberapa tahun terakhir gagal diwujudkan pelatih sekaliber Pep Guardiola (2013–2016) dan Carlo Ancelotti (2016–2017).
Tentu tidak ada yang berani membayangkan Flick menghasilkan musim debut kepelatihan fenomenal yang pernah ada di dunia sepak bola. Dalam hal musim debut, tidak diragukan lagi Flick adalah yang terbaik di zaman modern. Lebih baik dari musim treble Guardiola (2008–09) dan Luis Enrique (2014–15) karena keduanya menjalani pramusim bersama Barcelona dan mendapat tambahan skuat yang signifikan.
Sebaliknya, saat menggantikan Niko Kovac pada 3 November 2019, Flick sebenarnya hanya diberi tugas sebagai pelatih sementara untuk menstabilkan Bayern yang sedang krisis sebelum solusi jangka panjang ditemukan. Namun, keraguan perlahan menghilang karena Flick membuktikan kapasitasnya hingga klub memberikan kontrak sampai 2023. (Baca juga: Konflik Belarusia Bisa Memicu Perang Eropa)
Beberapa faktor menjadi senjata andalan Flick dalam membangkitkan Bayern . Pernah bermain untuk klub periode 1985–90, membuatnya paham luar dalam klub. Flick pandai mengelola para pemainnya. Jika sedang berada dalam situasi sulit, dia menerapkan Mia san Mia, sebuah moto Bayern yang berarti jalan hidup untuk menang dan mampu mendongkrak semangat tim.