Wasit Liga Primer dalam Tekanan Takut Kehilangan Pendapatan
loading...
A
A
A
LONDON - Liga Primer pekan lalu sarat dengan kejadian kontroversial. Beberapa pertandingan bahkan berakhir penuh drama. Keputusan wasit memberikan handball justru menuai banyak kritik. Video Assistant Referee (VAR) juga dikritik karena mengambil alih kekuasaan wasit tengah.
Kejadian tersebut terjadi di empat pertandingan. Pertama adalah Crystal Palace versus Everton, Sabtu (26/9/2020). Menyamakan skor melalui tendangan Cheikhou Kouyate pada menit ke-26 setelah tertinggal gol Dominic Calvert-Lewin (10), Palace harus menerima pil pahit ketika sundulan Lucas Digne mengenai tangan Joel Ward. (Baca: Salat Dhuha Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Setelah melihat kedua kejadian itu, wasit Kevin Friend menunjuk titik putih. Richarlison yang menjalankan tugasnya membawa Everton menang 2-1. Kekecewaan yang mendalam membuat Pelatih The Eagles Roy Hodgson menyebut aturan handball saat ini hanyalah omong kosong.
Di hari yang sama, Brighton & Hoves Albion dibuat jengkel melihat satu poin diambil dari genggaman mereka oleh Manchester United (MU). The Seagulls mengira mereka telah mendapatkan hasil imbang 2-2 ketika Solly March menyamakan kedudukan pada menit ke-95, tapi harapan itu sirna oleh keputusan yang dibuat setelah peluit akhir dibunyikan.
Wasit Chris Kavanagh disarankan melihat VAR di mana sebuah insiden sundulan Harry Maguire mengenai lengan Neal Maupay. Kavanagh memutuskan handball. Bruno Fernandes memenangkan The Red Devils dari titik penalti pada menit ke-10 waktu tambahan.
Lalu, ada juga kontroversi gol penyeimbang Chelsea saat menahan West Bromwich Albion 3-3. Gol Tammy Abraham (90+3) diperdebatkan. Dalam proses gol tersebut, Bos The Baggies Slaven Bilic yakin Kai Havertz telah mengontrol bola dengan tangan. Tapi, dari pemeriksaan VAR tidak dianggap handball dengan dasar bahwa bola tidak mengarah langsung ke gawang. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
“Gol ketiga Chelsea sulit diterima karena handball (Havertz) sangat jelas. Saya tidak mengatakan mungkin atau kemungkinan, itu handball. Sebagai pelatih, saya kecewa karena beberapa poin kami hilang karena handball,” kata Bilic, dilansir Daily Mail.
Terbaru, kemenangan Tottenham Hotspur yang sudah di depan mata sirna setelah handball Eric Dier di kotak penalti di masa perpanjangan waktu. Callum Wilson menjalankan tugasnya dengan baik (90+7) dan membuat pertandingan berakhir 1-1.
Keputusan wasit Peter Bankes memberikan penalti diambil setelah melihat VAR. Menimbulkan kontroversi karena kubu Tottenham menganggap Dier berada pada posisi tidak melihat bola dan tidak sengaja menyentuhnya saat menerima pantulan bola dari Andy Carroll.
Beberapa kontroversi yang terjadi mengindikasikan bahwa handball law di Liga Primer tidak berjalan sesuai harapan. Padahal, saat meluncurkan peraturan terbaru, Juli 2019, Mike Riley selaku Ketua Asosiasi Wasit Profesional Inggris (PGMOL) menegaskan alasan utama membuat peraturan baru karena tidak ingin menciptakan budaya di mana para pemain bertahan harus bertahan dengan tangan di belakang punggung atau di mana penyerang boleh mencoba mengontrol bola di tangan mereka untuk memenangkan penalti. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)
Kontroversi handball law turut menjadi perhatian mantan wasit Liga Primer Mark Clattenburg. Dia mengungkapkan peraturan tersebut tidak cocok dengan semangat permainan sepak bola dan membuat banyak pihak kecewa, termasuk fans.
Menariknya, Clattenburg mengatakan, meskipun menerapkan peraturan handball tersebut, beberapa wasit juga tidak menyukainya. Ada ofisial PGMOL yang merasa interpretasi baru tentang handball ini merugikan pemain bertahan dan membuat wasit terkesan terlihat kejam.
Menurut Clattenburg, wasit diawasi saat memimpin pertandingan. Jika mereka tidak menerapkan peraturan seperti yang diperintahkan, mereka berisiko diturunkan atau dicopot. Itu akan membuat mereka kehilangan uang, dengan sebagian besar gaji mereka berdasarkan bonus per pertandingan.
Clattenburg berharap Liga Primer segera bisa memperbaiki aturan handball agar kegaduhan yang terjadi tidak terulang di masa mendatang sekaligus menjaga kualitas pertandingan. Dia menjelaskan wasit dapat mengubah interpretasi mereka terhadap hukum, yaitu apa dianggap sebagai posisi 'tidak wajar' dari lengan pemain. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Kayu Pinus)
“Tapi, kabar buruknya adalah mereka tidak mungkin melakukannya. Liga Primer akan prihatin tentang mendistorsi kompetisi dengan mengubah pendekatan mereka terhadap handball di paruh musim. Saya khawatir ini bisa terus berlanjut beberapa bulan ke depan,” ungkap Clattenburg. (Alimansyah)
Kejadian tersebut terjadi di empat pertandingan. Pertama adalah Crystal Palace versus Everton, Sabtu (26/9/2020). Menyamakan skor melalui tendangan Cheikhou Kouyate pada menit ke-26 setelah tertinggal gol Dominic Calvert-Lewin (10), Palace harus menerima pil pahit ketika sundulan Lucas Digne mengenai tangan Joel Ward. (Baca: Salat Dhuha Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Setelah melihat kedua kejadian itu, wasit Kevin Friend menunjuk titik putih. Richarlison yang menjalankan tugasnya membawa Everton menang 2-1. Kekecewaan yang mendalam membuat Pelatih The Eagles Roy Hodgson menyebut aturan handball saat ini hanyalah omong kosong.
Di hari yang sama, Brighton & Hoves Albion dibuat jengkel melihat satu poin diambil dari genggaman mereka oleh Manchester United (MU). The Seagulls mengira mereka telah mendapatkan hasil imbang 2-2 ketika Solly March menyamakan kedudukan pada menit ke-95, tapi harapan itu sirna oleh keputusan yang dibuat setelah peluit akhir dibunyikan.
Wasit Chris Kavanagh disarankan melihat VAR di mana sebuah insiden sundulan Harry Maguire mengenai lengan Neal Maupay. Kavanagh memutuskan handball. Bruno Fernandes memenangkan The Red Devils dari titik penalti pada menit ke-10 waktu tambahan.
Lalu, ada juga kontroversi gol penyeimbang Chelsea saat menahan West Bromwich Albion 3-3. Gol Tammy Abraham (90+3) diperdebatkan. Dalam proses gol tersebut, Bos The Baggies Slaven Bilic yakin Kai Havertz telah mengontrol bola dengan tangan. Tapi, dari pemeriksaan VAR tidak dianggap handball dengan dasar bahwa bola tidak mengarah langsung ke gawang. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
“Gol ketiga Chelsea sulit diterima karena handball (Havertz) sangat jelas. Saya tidak mengatakan mungkin atau kemungkinan, itu handball. Sebagai pelatih, saya kecewa karena beberapa poin kami hilang karena handball,” kata Bilic, dilansir Daily Mail.
Terbaru, kemenangan Tottenham Hotspur yang sudah di depan mata sirna setelah handball Eric Dier di kotak penalti di masa perpanjangan waktu. Callum Wilson menjalankan tugasnya dengan baik (90+7) dan membuat pertandingan berakhir 1-1.
Keputusan wasit Peter Bankes memberikan penalti diambil setelah melihat VAR. Menimbulkan kontroversi karena kubu Tottenham menganggap Dier berada pada posisi tidak melihat bola dan tidak sengaja menyentuhnya saat menerima pantulan bola dari Andy Carroll.
Beberapa kontroversi yang terjadi mengindikasikan bahwa handball law di Liga Primer tidak berjalan sesuai harapan. Padahal, saat meluncurkan peraturan terbaru, Juli 2019, Mike Riley selaku Ketua Asosiasi Wasit Profesional Inggris (PGMOL) menegaskan alasan utama membuat peraturan baru karena tidak ingin menciptakan budaya di mana para pemain bertahan harus bertahan dengan tangan di belakang punggung atau di mana penyerang boleh mencoba mengontrol bola di tangan mereka untuk memenangkan penalti. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)
Kontroversi handball law turut menjadi perhatian mantan wasit Liga Primer Mark Clattenburg. Dia mengungkapkan peraturan tersebut tidak cocok dengan semangat permainan sepak bola dan membuat banyak pihak kecewa, termasuk fans.
Menariknya, Clattenburg mengatakan, meskipun menerapkan peraturan handball tersebut, beberapa wasit juga tidak menyukainya. Ada ofisial PGMOL yang merasa interpretasi baru tentang handball ini merugikan pemain bertahan dan membuat wasit terkesan terlihat kejam.
Menurut Clattenburg, wasit diawasi saat memimpin pertandingan. Jika mereka tidak menerapkan peraturan seperti yang diperintahkan, mereka berisiko diturunkan atau dicopot. Itu akan membuat mereka kehilangan uang, dengan sebagian besar gaji mereka berdasarkan bonus per pertandingan.
Clattenburg berharap Liga Primer segera bisa memperbaiki aturan handball agar kegaduhan yang terjadi tidak terulang di masa mendatang sekaligus menjaga kualitas pertandingan. Dia menjelaskan wasit dapat mengubah interpretasi mereka terhadap hukum, yaitu apa dianggap sebagai posisi 'tidak wajar' dari lengan pemain. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Kayu Pinus)
“Tapi, kabar buruknya adalah mereka tidak mungkin melakukannya. Liga Primer akan prihatin tentang mendistorsi kompetisi dengan mengubah pendekatan mereka terhadap handball di paruh musim. Saya khawatir ini bisa terus berlanjut beberapa bulan ke depan,” ungkap Clattenburg. (Alimansyah)
(ysw)