Reformasi Sepak Bola, Mayoritas Klub Inggris Kritis

Rabu, 14 Oktober 2020 - 11:35 WIB
loading...
Reformasi Sepak Bola, Mayoritas Klub Inggris Kritis
Para pemain Leeds United saling berpegangan sebelum pertandingan putaran kedua Piala Liga melawan Hull City di Elland Road, Leeds, (17/9/2020). Foto/Reuters
A A A
LIVERPOOL - Ide reformasi sepak bola Inggris bisa jadi tidak akan pernah mudah untuk direalisasikan. Reaksi spontan yang diperlihatkan pemerintah dan pihak Liga Primer memperlihatkan jika sepak bola Inggris masih kuat dalam memegang tradisi.

Sepak bola Inggris sejak lama seperti enggan mengubah tradisi mereka. Sering muncul ide agar FA bersedia mengurangi jadwal kompetisi domestik, entah Piala Liga atau Piala FA, demi memberi waktu recovery kepada pemain agar bisa bugar saat bermain di Eropa dan membela timnas, tak pernah selesai. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)

Klub Inggris memiliki jadwal yang lebih padat dibandingkan empat kompetisi elite lainnya: Bundesliga (Jerman), Primera Liga (Spanyol), Seri A (Italia), dan Ligue 1 (Prancis). Imbasnya, tim Inggris seperti kesulitan bersaing di Eropa, terutama Liga Champions dan timnas di ajang Piala Dunia, Piala Eropa, atau UEFA Nations League.

Karena itu, tim elite Liga Primer seperti Manchester United (MU), Liverpool, Chelsea, Manchester City, Arsenal, dan Tottenham Hotspur cenderung mendukung langkah Project Big Picture di mana salah satu poinnya adalah menghapuskan Piala Liga dan Community Shield atau salah satu di antara keduanya.

Sebagai gantinya, Liga Primer akan menyetor uang subsidi sebesar 250 juta poundsterling kepada divisi di bawahnya. Sebanyak 25% pendapatan tahunan mereka juga akan disumbangkan pada akhir musim. Liga Primer juga akan menyetorkan 100 juta poundsterling ke FA untuk proyek pengembangan sepak bola.

Di luar, ada kontroversi terkait hak suara, kemudian pengurangan peserta Liga Primer yang masuk dalam proposal, Project Big Picture memiliki beberapa sisi positif. Pertama, menghapus Piala Liga dan Community Shield akan memberikan waktu istirahat ekstra kepada para pemain tim elite. (Baca juga: Sulap Kecubung Jadi Obat Bius, Siswa MAN I Gresik Juarai Ajang Internasional)

Kedua, kompensasi dana bantuan kepada FA dan klub anggota EFL juga penting membantu kelangsungan hidup klub di level terbawah. Subsidi itu diharapkan bisa membantu klub di level bawah Liga Primer. Sebagai gambaran, sepak bola Inggris memiliki 11 level piramida, mulai dari paling bawah sampai Liga Primer.

Ada lebih dari 140 liga berada di 480 divisi kompetisi, dengan jumlah klub bervariasi dari tahun ke tahun. Tapi, jika rata-rata masing-masing divisi memiliki 15 klub, berarti lebih dari 7.000 tim dari hampir 5.300 klub yang ada di piramida sepak bola Inggris. Jumlah ini membengkak jika di tambah di bawah level 11 yang tidak masuk daftar secara resmi, yaitu level 12 sampai 20.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar klub menggantungkan hidupnya dari kemurahan hati pemilik, selain mengandalkan pendapatan tiket dari penonton. Sekarang, jika pandemi tidak jelas kapan akan berakhir, tidak ada yang menjamin klub di bawah level 2 (lihat tabel) bisa bertahan lama. “Jika klub tidak mendapatkan sesuatu segera, Anda akan melihat klub menghilang. Saya memperkirakan dalam 5-6 pekan," kata Pemilik Leyton Orient Nivel Travis, dikutip BBC. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)

Menurut dia, krisis keuangan klub level bawah bukan karena pandemi, tapi sudah telah berlangsung bertahun-tahun. "Sebelum pandemi, 75% klub kehilangan uang–jelas ini tidak bisa berlangsung. Pandemi, jika Anda suka, memperburuk masalah dan kami perlu memperbaikinya,” tandasnya.

Menurut survei pada 2020 yang dilakukan lembaga analisis asal Inggris, BDO secara total, 45% direktur keuangan klub sepak bola yang disurvei mengatakan keuangan klub mereka 'membutuhkan perhatian'. Angka ini lebih dari dua kali lipat dari 21% yang dilaporkan pada 2019 dan hampir empat kali lipat dari 12% yang dilaporkan pada 2018.

Bahkan, semua (100%) klub League One (Level 3) League 2 (Level 4) yang disurvei dan 92% klub Championships (Level 2) mengatakan mereka telah menggunakan Skema Retensi Pekerjaan Corona-19 dari Pemerintah Inggris.

Survei tahunan BDO ini dilakukan pada direktur keuangan dari empat liga teratas Inggris. Gaji pemain dan inflasi biaya transfer, bahkan sebelum pandemi, menyebabkan sekitar 70% klub merugi. Hal ini terjadi meskipun pendapatan siaran meningkat, yang sekarang melebihi 3 miliar poundsterling per tahun. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)

“Sementara segala sesuatunya cenderung menjadi lebih buruk. Sekarang, ada peluang nyata bagi sepak bola Inggris mempertimbangkan kembali dengan hati-hati struktur tata kelola dan distribusi kekayaan dalam permainan,” kata Ian Clayden, Kepala Olahraga Profesional Nasional BDO, dikutip accountancydaily. (Maruf)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 2.3048 seconds (0.1#10.140)