Bonek Ancam Geruduk Kantor PSSI
loading...
A
A
A
Kartu Kuning Untuk Iwan Bule
Liga sepak bola tanah air menuju penghujung. Tapi, tidak ada tanda-tanda perbaikan sedikitpun dari kompetisi kasta tertinggi tanah air ini. Sejumlah masalah klasik masih saja terjadi, bahkan makin telanjang dipertontonkan. Tragisnya federasi bergeming.
Kualitas dan integritas wasit yang berada di titik nadir adalah salah satu aib yang msih terpelihara. Keputusan yang syarat “standar ganda” masih terus dipraktekkan tanpa rasa bersalah. Peluit merke aberbunyi bukan lagi untuk menegakkan regulasi, melainkan untuk mengamankan kepentingan.
Hari ini, ada pemain yang senagaja menendang perut lawan, dibiarkan saja tanpa sanksi. Sementara besok, ada pemain yang mencoba merebut bola yang membuatnya berbenturan dengan pemain lawan, langsung diusir dengan kartu merah. Kesetaraan di mata hukum tak lagi berlaku.
Ada tim yang nyaris menang, malag dipaksa berbagi poin dengan tuan rumah lewat keputusan-keputusan wasit yang berat sebelah. Itu setelah pemain dalam posisi onside tapi diconis offside sehingga peluang emas yang bisa berujung gol harus patah oleh integritas pengadil lapangan yang keropos.
Kasus lain yang tidak kalah jahatnya adalah, ada tim yang dipaksa bermain kendati jumlah pemain mereka sedang terjangkit Covid-19 dalam jumlah yang masif. Bahkan, untuk memenuhi syahwat federasi, pemain yang masih cedera pun dipaksa mengisi kuota line up pemain. Kurang ajar!
Memang, akhir-akhir ini Bali tidak bersahabat bagi para pemain bola yang sedang berkompetisi di sana. Saat ini saja, hampir menembus 100 kasus pemain dan ofisial yang terinfeksi Covid-19. Sudah di luar batas kewajaran. Salah satu penyebabnya, jadwal bertanding di tengah malam yang sangat rawan bagi kesehatan pemain.
Meski begitu, federasi diam saja. Padahal, mereka sadar bahwa berdiam diri melihat kejahatan yang dipraktekkan secara terus menerus, sama halnya mereka mengakui dan menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Janji untuk berubah pun seperti jauh panggung dari api.
Kini, kami jengah melihat sepak bola tanah air yang mulai sekarat dalam kendali Achmad Iriawan alias Iwan Bule itu. Dengan begitu, kami putuskan berikan kartu kuning sebagai peringatan awal bagi Iwan Bule dan kroni-kroninya yang terbukti tidak becus mengurusi sepak bola tanah air.
Sikap tegas kami ini adalah peringatan terakhir. Bila Iwan Bule tidak juga melakukan perbaikan terutama di kompetisi sepak bola yang sedang berjalan, maka jangan salahkan kami yang siap berbondong-bondong gruduk Jakarta sekaligus memberikan kartu merah. Iwan Bule Out!
Liga sepak bola tanah air menuju penghujung. Tapi, tidak ada tanda-tanda perbaikan sedikitpun dari kompetisi kasta tertinggi tanah air ini. Sejumlah masalah klasik masih saja terjadi, bahkan makin telanjang dipertontonkan. Tragisnya federasi bergeming.
Kualitas dan integritas wasit yang berada di titik nadir adalah salah satu aib yang msih terpelihara. Keputusan yang syarat “standar ganda” masih terus dipraktekkan tanpa rasa bersalah. Peluit merke aberbunyi bukan lagi untuk menegakkan regulasi, melainkan untuk mengamankan kepentingan.
Hari ini, ada pemain yang senagaja menendang perut lawan, dibiarkan saja tanpa sanksi. Sementara besok, ada pemain yang mencoba merebut bola yang membuatnya berbenturan dengan pemain lawan, langsung diusir dengan kartu merah. Kesetaraan di mata hukum tak lagi berlaku.
Ada tim yang nyaris menang, malag dipaksa berbagi poin dengan tuan rumah lewat keputusan-keputusan wasit yang berat sebelah. Itu setelah pemain dalam posisi onside tapi diconis offside sehingga peluang emas yang bisa berujung gol harus patah oleh integritas pengadil lapangan yang keropos.
Kasus lain yang tidak kalah jahatnya adalah, ada tim yang dipaksa bermain kendati jumlah pemain mereka sedang terjangkit Covid-19 dalam jumlah yang masif. Bahkan, untuk memenuhi syahwat federasi, pemain yang masih cedera pun dipaksa mengisi kuota line up pemain. Kurang ajar!
Memang, akhir-akhir ini Bali tidak bersahabat bagi para pemain bola yang sedang berkompetisi di sana. Saat ini saja, hampir menembus 100 kasus pemain dan ofisial yang terinfeksi Covid-19. Sudah di luar batas kewajaran. Salah satu penyebabnya, jadwal bertanding di tengah malam yang sangat rawan bagi kesehatan pemain.
Meski begitu, federasi diam saja. Padahal, mereka sadar bahwa berdiam diri melihat kejahatan yang dipraktekkan secara terus menerus, sama halnya mereka mengakui dan menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Janji untuk berubah pun seperti jauh panggung dari api.
Kini, kami jengah melihat sepak bola tanah air yang mulai sekarat dalam kendali Achmad Iriawan alias Iwan Bule itu. Dengan begitu, kami putuskan berikan kartu kuning sebagai peringatan awal bagi Iwan Bule dan kroni-kroninya yang terbukti tidak becus mengurusi sepak bola tanah air.
Sikap tegas kami ini adalah peringatan terakhir. Bila Iwan Bule tidak juga melakukan perbaikan terutama di kompetisi sepak bola yang sedang berjalan, maka jangan salahkan kami yang siap berbondong-bondong gruduk Jakarta sekaligus memberikan kartu merah. Iwan Bule Out!