Cooperative Agreement Solusi Jitu Damaikan Menpora dan PSSI
A
A
A
JAKARTA - Anggota Tim Ad-hoc Sinergi PSSI, Fritz E. Simandjuntak berpendapat bahwa penyelesaian konflik yang mendera Kemenetrian Pemuda dan Olah raga (Kemenpora) dan Persatuan Sepak bola Indonesia (PSSI) dapat dilakukan dengan berkaca pada masalah sepak bola Australia di tahun 2002. Pemerintah dan PSSI diminta mau menandatangani cooperative agreement agar kondisi sepak bola kembali normal.
Fritz menyampaikan gagasan tersebut di forum diskusi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jumat (15/5/2015). Menurutnya, ada jalur yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan sepak bola nasional tanpa harus meneruskan permasalahan ke meja hijau.
"Ayo Menpora mencabut SK Pembekuan PSSI dan PSSI menarik gugatan di PTUN. Ada mekanisme cooperative agreement yang bisa di tempuh kedua pihak yang bertikai agar masalah ini segera selesai," kata Fritz.
Fritz meminta, cooperative agreement nantinya didorong oleh PWI Pusat khususnya SIWO agar PSSI dan Kemenpora segera mendapat titik temu. "Kalau perlu nanti PWI ikut tanda tangan sebagai penengah dua kubu yang bertikai," katanya.
Pada tahun 2002, pemerintah Australia terpaksa membekukan sepak bola setempat menyusul maraknya judi dan pengaturan skor di kompetisi domestik. Masalah itu terendus setelah Australia gagal lolos Piala Dunia, padahal pemerintah di sana sudah menggelontorkan dana hingga 2,6 juta dolar Australia. Tak cuma itu, sistem keuangan federasi sepakbola Australia (Australian Soccer Association/ASA) juga campur aduk dengan rekening pribadi para pejabatnya.
Hingga kemudian Menteri Olahraga dan Seni, serta senator Ronald Kemp langsung menghentikan kucuran dana pemerintah. Dan meminta secara serius ASA untuk melakukan perbaikan total.
ASA pun menanggapi permintaan tersebut dan kemudian menunjuk sebuah lembaga independen yang dipimpin oleh David Crawford untuk melakukan investigasi menyeluruh serta membuat review atas masalah sepak bola Australia.
Undang Undang Keolahragaan di Australia mengharuskan adanya Independent Sport Panel yang berfungsi sebagai lembaga pemikir (think thank) untuk selalu memberikan penilaian kritis dan rekomendasi tentang olahraga kepada pemerintah
FIFA kemudian menjadikan Australia sebagai contoh keberhasilan pemerintah Australia dan ASA secara bersama sama melakukan reformasi sepak bola. Sejak itu pulalah di FIFA diperkenalkan konsep Cooperative Agreement antara pemerintah dan asosiasi sepak bola dalam menyelesaikan permasalahan di organisasi.
Fritz menyampaikan gagasan tersebut di forum diskusi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jumat (15/5/2015). Menurutnya, ada jalur yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan sepak bola nasional tanpa harus meneruskan permasalahan ke meja hijau.
"Ayo Menpora mencabut SK Pembekuan PSSI dan PSSI menarik gugatan di PTUN. Ada mekanisme cooperative agreement yang bisa di tempuh kedua pihak yang bertikai agar masalah ini segera selesai," kata Fritz.
Fritz meminta, cooperative agreement nantinya didorong oleh PWI Pusat khususnya SIWO agar PSSI dan Kemenpora segera mendapat titik temu. "Kalau perlu nanti PWI ikut tanda tangan sebagai penengah dua kubu yang bertikai," katanya.
Pada tahun 2002, pemerintah Australia terpaksa membekukan sepak bola setempat menyusul maraknya judi dan pengaturan skor di kompetisi domestik. Masalah itu terendus setelah Australia gagal lolos Piala Dunia, padahal pemerintah di sana sudah menggelontorkan dana hingga 2,6 juta dolar Australia. Tak cuma itu, sistem keuangan federasi sepakbola Australia (Australian Soccer Association/ASA) juga campur aduk dengan rekening pribadi para pejabatnya.
Hingga kemudian Menteri Olahraga dan Seni, serta senator Ronald Kemp langsung menghentikan kucuran dana pemerintah. Dan meminta secara serius ASA untuk melakukan perbaikan total.
ASA pun menanggapi permintaan tersebut dan kemudian menunjuk sebuah lembaga independen yang dipimpin oleh David Crawford untuk melakukan investigasi menyeluruh serta membuat review atas masalah sepak bola Australia.
Undang Undang Keolahragaan di Australia mengharuskan adanya Independent Sport Panel yang berfungsi sebagai lembaga pemikir (think thank) untuk selalu memberikan penilaian kritis dan rekomendasi tentang olahraga kepada pemerintah
FIFA kemudian menjadikan Australia sebagai contoh keberhasilan pemerintah Australia dan ASA secara bersama sama melakukan reformasi sepak bola. Sejak itu pulalah di FIFA diperkenalkan konsep Cooperative Agreement antara pemerintah dan asosiasi sepak bola dalam menyelesaikan permasalahan di organisasi.
(bbk)