SEA Games 2015 Gagal, Mundurkah Imam Nahrawi?

Senin, 15 Juni 2015 - 19:01 WIB
SEA Games 2015 Gagal, Mundurkah Imam Nahrawi?
SEA Games 2015 Gagal, Mundurkah Imam Nahrawi?
A A A
MENTERI Pemuda dan Olah raga, Imam Nahrawi dengan suara tegas menyatakan bahwa target kontingen Indonesia di SEAG ke-28 Singapura, 5-16 Juni 2015, adalah runner up di bawah Thailand atau tuan rumah Singapura. Pernyataan itu diulang berkali-kali termasuk ketika kontingen besar menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Selasa (26/4/2015).

Imam Nahrawi saat itu mengatakan; “Indonesia telah menyiapkan diri menghadapi SEA Games ini sejak Januari 2014. Target yang dibidik adalah merebut posisi dua besar. Kontingen Indonesia siap berlaga di Singapura untuk kembali mengibarkan bendera merah putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya," ucap Imam.

Presiden Jokowi memberi apressiasi yang tingggi dan memberikan dukungan penuh untuk para atlet. “Para atlet yang akan berlaga di SEAG adalah putra-putri terbaik bangsa yang telah lolos dari seleksi. Saya yakin, persiapan yang dilakukan sudah matang dan akan berbuah manis untuk menyabet medali dengan hasil maksimal. Tingkatkan semangat juang, karena itu adalah modal dasar yang kita miliki!” kata presiden dalam sambutannya.

Sebagai bagian dari bangsa ini, saya bersama seluruh lapisan rakyat Indonesia tentu menyambut gembira pernyataan dan ketegasan yang meyakinkan itu, baik yang diucapkan oleh Menpora Imam Nahrawi apalagi yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi. Harapan olahraga Indonesia kembali disegani di kancah ASEAN, benar-benar menggelora saat mendengar pidato dan pernyataan-pernyataan yang meyakinkan itu.

Tapi sebagai pengamat olah raga yang sejak 1979 sudah bergelut dengan dunia olah raga nasional sebagai wartawan, sungguh ada sebuah pertanyaan besar yang muncul di benak saya saat kedua tokoh bangsa itu menegaskan pernyataannya.

Pertama, landasan apa yang dipakai oleh Menpora untuk berani menyatakan bahwa peringkat Indonesia bisa naik ke posisi ke-2 klasemen akhir? Kedua, parameter apakah yang menjadi acuannya hingga dalam kurun waktu kurang dari dua tahun olah raga Indonesia bisa melompat begitu dahsyat? Dan ketiga, terus terang, hal ini yang tak saya dan kita inginkan dilakukan oleh seseorang yang duduk di puncak tertinggi dunia olahraga nasional, yakni Asbun alias Asal Bunyi.

Mari kita lihat apa dan bagaimana Imam dan timnya mempersiapkan para atlet untuk bertarung di SEAG ke-28 Singapura itu. Meski suka blusukan, ternyata Menpora tetap saja tak dapat memenuhi standar persiapan bagi para atlet dengan baik. Bahkan ada cabang olah raga yang mengalami kesulitan berlatih tanding lantaran dana uji coba yang tak keluar-keluar.

Dengan persiapan yang seadanya, maka mimpi Imam Nahrawi untuk melompat dari posisi ke-4 di SEA Games 27, Myanmar 2013, adalah sebuah mimpi tanpa dasar. Bahkan impian Imam pun menjadi semakin tidak realistis menambah 11 medali emas dari sebelumnya 65 di Myanmar menjadi 76 di Singapura. Menambah sebelas medali emas itu bukan persoalan mudah, jadi ketika Imam menyebutkannya, sebagai wartawan yang sejak 1979 sudah aktif meliput olah raga, saya anggap keterlaluan.

Lalu, Imam dan timnya juga tidak memiliki parameter yang jelas untuk melambungkan prestasi olah raga kita itu. Misalnya, berapa waktu tempuh seorang pembalap sepeda pada SEAG Myanmar, dan berapa waktu tempuh yang dihasilkan pada saat pelatnas, jika angkanya signifikan, maka kita baru bisa memperkirakan hasilnya di SEAG Singapura. Begitu juga di cabor renang dan cabor-cabor lainnya.

Saya yakin Imam dan para ‘pembisiknya’ sama sekali tidak memperhitungkan hal itu, maka ketika kontingen berangkat, hanya doalah yang bisa kita panjatkan agar anak-anak kita, adik-adik kita, dan saudara-saudara kita bisa mencapai sukses. Tapi hasilnya? Hingga dua hari menjelang pnutupan, kita hanya meraih 45 medali emas, bukan hanya tak mampu menjadi posisi kedua karena selisihnya dengan Singapura sang tuan rumah 37 medali emas, sesuatu yang tak mungkin terkejar, untuk mencapai angka di Myanmar pun rasanya sulit.

Dan terakhir, dengan melihat kenyataan itu, rasanya dugaan saya Imam Nahrawi asal bunyi saat memberi pernyataan pers jelang keberangkatan makin terbuka lebar. Bagaimana tidak? Wong kasat mata Imam lebih serius mengurus PSSI (untuk mengambil alih alias kudeta) ketimbang mengurus cabang olah raga lainnya. Bahkan untuk menghajar PSSI, Imam sampai dua atau tidak kali menghadap presiden untuk meminta backing.

Mereka Menteri yang Mundur
Polandia
Di bawah ini saya ingin menurunkan kisah tentang menteri-menteri yang mundur dari jabatannya karena rasa malu, karena merasa salah, dan karena tidak memiliki kompetensi.

Menteri Olah raga Polandia, Joanna Mucha, terpaksa mundur dari jabatannya. Ia menyerahkan diri surat pengunduran dirinya itu pada Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk. Mucha, dihajar habis-habisan di twitter lantaran dianggap tak peduli. Tapi anehnya, Mucha mundur bukan lantaran negaranya gagal dalam penyisihan sepak bola Eropa, bukan juga karena gagal di olimpiade. Mucha mundur hanya karena Stadion Nasional Kazimierz Gorski, Warsawa mengalami kebanjiran.

Lho, kok hanya karena stadion banjir Mucha harus mundur? Pertanyaan itu dijawab oleh masyarakat olah raga negeri itu dengan sederhana: “Kalau menjaga satu stadion saja ia tak mampu, bagaimana dia harus menjaga dunia olah raga Polandia yang lebih besar?”

Swedia
Laila Freivalds, Menteri Luar Negeri Swedia juga terpaksa meletakan jabatannya hanya karena ia dianggap tidak memiliki naluri yang baik. Kisahnya terjadi menyusul gempa bumi dan tsunami di Aceh 2006. Ketika peristiwa itu sudah memenuhi dunia maya, Laila masih tenang-tenang saja.

Bahkan puncaknya Laila pergi ke bisokop bersama keluarganya untuk menikmati tayangan film yang baru di rilis. Begitu keluar bioskop, sang sekretaris memberi tahu bahwa diri sang menteri dihajar habis-habisan di twitter. Laila benar-benar dianggap tak memiliki kepedulian dan tidak memiliki naluri sebagai menteri.

Cercaan yang begitu besar membuat Laila akhirnya mundur dari jabatannya, meski sesunguhnya dia merupakan orang yang paling berpeluang memimpin Swedia pada episode berikutnya.

Jepang
Lain di Polandia dan Swedia, lain pula di Jepang. Adalah Menteri Kehakiman, Midori Matshushima dan Menteri Perdagangan dan Industri, Yuko Obuchi, keduanya mundur dari jabatannya hanya karena menraktir para relawan yang membantunya saat berkampanye dulu. Keduanya juga tidak menraktir dalam arti memberikan barang-barang mewah, tidak juga menjamu makanan istimewa apalagi membagi-bagikan jabatan pada mereka yang telah berjasa. Tapi keduanya hanya menraktir nonton film sebanyak seratus relawan.

Dana yang dipakai untuk membeli tiket dan sekedar jagung sejenis Popcorn dapat diduga adalah uang dari kas kementerian, tetapi sesungguhnya masih dibutuhkan penyelidikan lebih dalam. Namun keduanya merasa malu lantaran lawan politiknya sudah menayangkannya di dunia maya.

Mundurkah Imam?
Melihat sikap para sejawatnya di luar negeri, saya justru ingin bertanya pada menpora Imam Nahrawi: “Akankah Imam mundur?”

Jawabnya tentu berpulang pada diri Imam Nahrawi sendiri. Di republik ini tradisi mundur dari jabatan memang tidak ada, tapi di lingkungan kemenpora sendiri Andi Malarangeng, Menpora yang sangat dekat dengan Presiden SBY sebenarnya sudah memberi contoh yang baik ketika ia mundur dari jabatan padahal statusnya baru jadi tersangka kasus korupsi Hambalang.

Waktu itu Andi Malarangeng diberi apresiasi lantaran memiliki jiwa besar. Lalu, akankah Imam mengikuti jejak itu? Saya yakin dan percaya Imam tak akan mundur. Ia dan seluruh timnya pasti akan munuding para pendahulunya. Ia pasti akan menyalahkan para pendahulunya yang tidak mewarisi kebaikan dan sama sekali tidak meninggalkan road map olah raga yang benar. Imam juga akan menyalahkan waktu yang terlalu singkat.

Tapi sekadar bahan untuk kita, jika seseorang belum paham pada sesuatu, maka ada baiknya ia belajar terlebih dahulu. Jika ia belum mengerti akan sesuatu, maka berkumpullah dengan mereka yang mengerti. Dan jika belum pernah menyentuh dunia olah raga, maka belajarlah lebih dahulu.

Alih-alih melakukan hal itu, Imam sejak awal justru memerangi PSSI, mengancam dan akhirnya mengkudeta PSSI. Bukan hanya kepada masyarakat, Komisi X DPR-RI, bahkan pada presiden pun Imam justru secara gagah perkasa memperlihatkan road-map sepak bola nasional yang patut dan dapat diduga dibuat oleh sekelompok orang yang dulu ada di Liga abal-abal bernama IPL.

Sekali lagi, mundurkah Imam? Jika ia memiliki rasa malu, maka ia akan mengikuti langkah para sejawatnya...Semoga saja Allah memberikan jalan terbaik untuk bangsa kita.

*Penulis adalah pengamat dan wartawan olah raga senior
(bbk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6729 seconds (0.1#10.140)