Sekarang Sepak Bola Dipolitisi
A
A
A
Tak banyak yang bisa melupakan sosok Mursyid Effendi. Pengalaman pahit dan manis sudah pernah dirasakan pemain Persebaya era 1980 –1990-an itu.
Tragedi gol bunuh diri saat membela timnas di Piala Tiger (sekarang AFF) 1998 membuatnya seumur hidup tidak bisa aktif sebagai pemain. Lantas, seperti apa pandangan Mursyid terhadap kisruh sepak bola saat ini, termasuk soal kabar mafia sepak bola, pengaturan skor dan judi? Soal konflik Persebaya apa yang dirasakannya? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO.
Soal kisruh sepak bola Indonesia, sudah banyak komentar dan pandangan dari berbagai kalangan. Menurut Anda?
Sepanjang karier saya di sepak bola, kondisi sepak bola Indonesia sekarang memang paling parah dan menyedihkan. Banyak konflik di masa lalu, tapi tidak pernah sampai mengorbankan kompetisi yang menjadi roh pembinaan. Sekarang, kompetisi tidak ada, semakin tidak jelas arah sepak bola.
Apa dampak dari kisruh sepak bola ini?
Jelas yang paling merasakan dampaknya adalah pelaku sepak bola. Pemain, pelatih, wasit, dan lainnya, tidak ada pemasukan lagi. Dulu, bisa pakai sepatu, sekarang pakai sandal. Beruntung saya masih punya usaha kecilkecilan. Tapi, bagi pemain yang baru lahir, kasihan. Pelatih yang tidak punya kerja sambilan, susah sekarang hidupnya. Kalau pengurus yang di atas sana, tidak kena dampak, sibuk bertikai saja.
Apa penyebab dari semua ini?
Ini akibatnya kalau politik sudah masuk sepak bola. Sepak bola hanya dijadikan panggung mereka. Kalau politik sepak bola baru oke, politik pakai ilmu sepak bola 4-4-2, nggak bisa menerobos dari kiri, coba dari kanan. Sekarang, sepak bola dipolitisasi, yang bertikai orang-orang politik semua.
Soal konflik PSSI dengan Menpora?
Semua sama, saya tidak membela mana-mana. Yang saya sesalkan, kenapa sampai turun sanksi FIFA? Kalau mau membenahi sepak bola, semestinya Kemenpora ikut dalam melakukan pengawasan terhadap Komisi Disiplin dan Komisi Wasit, cukup masuk di situ. Yang lain biar diurus PSSI. Karena, dua hal ini yang saya rasa harus dibenahi. Bukan dengan cara sekarang, membakar semuanya, akibatnya banyak yang harus dikorbankan. PSSI juga harus bisa menerima, ada yang sudah baik dan ada yang masih dibenahi. Tapi, semua sudah salah kaprah seperti ini.
Soal itu mafia judi, pengaturan skor di SEA Games. Ini benar atau hanya isu?
Saya tanya, di sepak bola di mana pun di dunia ini, mana yang tidak ada unsur judi? Yang bisa kita lakukan, bagaimana memproteksi agar perangkat dan pelaku sepak bola tidak bisa dimasuki. Kalau ada pemain yang ikut-ikut itu, pasti akan ketahuan. Ada Komisi Disiplin, klub juga akan tahu dengan sendirinya pemain seperti itu akan tersisih. Yang harus dibasmi itu, pengaturan siapa tim yang musim ini juara, musim ini tim A degradasi. Musim ini tim B promosi. Itu yang sudah ada sejak 10 tahun lalu dan harus kita hapuskan.
Soal pengaturan skor SEA Games?
Jangan asal menuduh, dampaknya akan menyakitkan buat pemain dan pelatih. Mereka punya keluarga, punya teman. Kasihan beban mental mereka berat. Ini semua karena konflik, saling serang, tidak menghiraukan dampaknya. Saya pernah merasakan sendiri di Piala Tiger. Saya sudah buka-bukaan, tapi cuma saya sebagai pelaku yang dihukum, sementara sutradara dan otaknya tidak pernah tersentuh. Saya tidak mengungkit kembali. Cuma, kalau soal itu, kasihan pemain dan pelatih.
Hampir sepanjang karier pemain bersama Persebaya menyandang ban kapten juga. Apa yang Anda rasakan soal Persebaya sekarang?
Beberapa kali berdiskusi, beberapa kali kumpul-kumpul, pandangan saya tetap sama, Persebaya butuh figur baru. Bukan dari kelompok sana atau kelompok satu lagi. Tapi, sekarang, memang belum ada figur baru itu.
Yakin, konflik ini akan berakhir dengan baik?
Itu masalahnya, di Indonesia ini mana ada orang kalah mengaku kalah? Mudah-mudahan tidak mencari menang dan kalah, tapi mencari kebaikan untuk sepak bola kita.
Tragedi gol bunuh diri saat membela timnas di Piala Tiger (sekarang AFF) 1998 membuatnya seumur hidup tidak bisa aktif sebagai pemain. Lantas, seperti apa pandangan Mursyid terhadap kisruh sepak bola saat ini, termasuk soal kabar mafia sepak bola, pengaturan skor dan judi? Soal konflik Persebaya apa yang dirasakannya? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO.
Soal kisruh sepak bola Indonesia, sudah banyak komentar dan pandangan dari berbagai kalangan. Menurut Anda?
Sepanjang karier saya di sepak bola, kondisi sepak bola Indonesia sekarang memang paling parah dan menyedihkan. Banyak konflik di masa lalu, tapi tidak pernah sampai mengorbankan kompetisi yang menjadi roh pembinaan. Sekarang, kompetisi tidak ada, semakin tidak jelas arah sepak bola.
Apa dampak dari kisruh sepak bola ini?
Jelas yang paling merasakan dampaknya adalah pelaku sepak bola. Pemain, pelatih, wasit, dan lainnya, tidak ada pemasukan lagi. Dulu, bisa pakai sepatu, sekarang pakai sandal. Beruntung saya masih punya usaha kecilkecilan. Tapi, bagi pemain yang baru lahir, kasihan. Pelatih yang tidak punya kerja sambilan, susah sekarang hidupnya. Kalau pengurus yang di atas sana, tidak kena dampak, sibuk bertikai saja.
Apa penyebab dari semua ini?
Ini akibatnya kalau politik sudah masuk sepak bola. Sepak bola hanya dijadikan panggung mereka. Kalau politik sepak bola baru oke, politik pakai ilmu sepak bola 4-4-2, nggak bisa menerobos dari kiri, coba dari kanan. Sekarang, sepak bola dipolitisasi, yang bertikai orang-orang politik semua.
Soal konflik PSSI dengan Menpora?
Semua sama, saya tidak membela mana-mana. Yang saya sesalkan, kenapa sampai turun sanksi FIFA? Kalau mau membenahi sepak bola, semestinya Kemenpora ikut dalam melakukan pengawasan terhadap Komisi Disiplin dan Komisi Wasit, cukup masuk di situ. Yang lain biar diurus PSSI. Karena, dua hal ini yang saya rasa harus dibenahi. Bukan dengan cara sekarang, membakar semuanya, akibatnya banyak yang harus dikorbankan. PSSI juga harus bisa menerima, ada yang sudah baik dan ada yang masih dibenahi. Tapi, semua sudah salah kaprah seperti ini.
Soal itu mafia judi, pengaturan skor di SEA Games. Ini benar atau hanya isu?
Saya tanya, di sepak bola di mana pun di dunia ini, mana yang tidak ada unsur judi? Yang bisa kita lakukan, bagaimana memproteksi agar perangkat dan pelaku sepak bola tidak bisa dimasuki. Kalau ada pemain yang ikut-ikut itu, pasti akan ketahuan. Ada Komisi Disiplin, klub juga akan tahu dengan sendirinya pemain seperti itu akan tersisih. Yang harus dibasmi itu, pengaturan siapa tim yang musim ini juara, musim ini tim A degradasi. Musim ini tim B promosi. Itu yang sudah ada sejak 10 tahun lalu dan harus kita hapuskan.
Soal pengaturan skor SEA Games?
Jangan asal menuduh, dampaknya akan menyakitkan buat pemain dan pelatih. Mereka punya keluarga, punya teman. Kasihan beban mental mereka berat. Ini semua karena konflik, saling serang, tidak menghiraukan dampaknya. Saya pernah merasakan sendiri di Piala Tiger. Saya sudah buka-bukaan, tapi cuma saya sebagai pelaku yang dihukum, sementara sutradara dan otaknya tidak pernah tersentuh. Saya tidak mengungkit kembali. Cuma, kalau soal itu, kasihan pemain dan pelatih.
Hampir sepanjang karier pemain bersama Persebaya menyandang ban kapten juga. Apa yang Anda rasakan soal Persebaya sekarang?
Beberapa kali berdiskusi, beberapa kali kumpul-kumpul, pandangan saya tetap sama, Persebaya butuh figur baru. Bukan dari kelompok sana atau kelompok satu lagi. Tapi, sekarang, memang belum ada figur baru itu.
Yakin, konflik ini akan berakhir dengan baik?
Itu masalahnya, di Indonesia ini mana ada orang kalah mengaku kalah? Mudah-mudahan tidak mencari menang dan kalah, tapi mencari kebaikan untuk sepak bola kita.
(ftr)