APPI Boikot Turnamen, Ini Sikap PSMS Medan
A
A
A
MEDAN - Keputusan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) yang memboikot turnamen sebagai penganti kompetisi resmi menimbukkan pro dan kontra. Pelatih PSMS Medan, Suharto A.D. menghormati keputusan APPI tersebut, sebagai langkah tegas demi melindungi dan menjaga kepastian pemain.
Namun, diperlukan sikap dan keputusan yang bijak dalam menyikapi kondisi sepak bola Nasional saat ini. ''Harus disikapi secara bijak. Memajukan sepak bola itu memang ada keinginan kompetisi. Tapi kalau menunggu akan ada kesusahan dalam prestasi pemain,” tutur Suharto.
Kondisi pesepakbolaan nasional yang hampir satu tahun tak mengelar kompetisi resmi dan tak ada kepastian berakhirnya keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang membekukan PSSI. Hal ini jelas berdampak dengan iklim pesepakbolaan nasional yang menetapkan force majeuer.
Dengan adanya sejumlah turnamen yang digelar tentu menjadi angin segar pemain dan klub untuk membentuk tim. ''Dalam hal ini serbasulit untuk memutuskan itu. Karena satu sisi ada kepentingan yang selama ini ada, tidak mendapatkan penambahan kebutuhan kehidupan pemain. Sisi lain juga ada perlu kompetisi untuk pemain berprestasi,”jelasnya.
Diakuinya, dampak keputusan Kemenpora terhadap PSSI tersebut menjadikan sikap pro dan kontra. Dengan wacana Kemenpora Imam Nahrawiyangakan mencabut sanksi terhadap PSSI andai organisasi sepak bola nasional itu mampu memenuhi syarat yang diajukan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Imam Nahrawi bermaksud memberikan garansi terkait pencabutan SK Pembekuan PSSI, menurut pelatih yang identik dengan kepala plontos itu menjadi angin segar. ''Di sini kami berharap, pemerintah mencari solusi untuk kehidupan pesepakbola nasional agar hidup lagi,”pungkasnya.
Berbeda dengan Suharto, pesepakbola profesional, Rahmat Hidayat setuju dengan APPI. Menurutnya, sikap APPI tersebut beralasan untuk melindungi pesepakbola sendiri. Menurutnya, mesku turnamen digelar berkesinambungan, tak memberi jaminan terhadap pemain.
"Saya setuju dengan keputusan APPI itu. Karena turnamen saja pemain tidak ada kontrak hanya dibayar berdasarkan match fee yang didapat," ungkapnya.
Menurut mantan pemain Pro Duta FC dan Persipasi Bandung Raya (PBR) itu langkah terbaik yang dilakukan pesepakbola adalah menunggu bergulirnya kompetisi resmi. Sebab, dengan kompetisi digulir pemain harus terikat kontrak dengan klub.
"Lebih baik tunggu yang jelas kompetisi resmi. Dari pada ikut turnamen terus, tidak ada kejelasan kontrak pemain," akunya.
Namun, diperlukan sikap dan keputusan yang bijak dalam menyikapi kondisi sepak bola Nasional saat ini. ''Harus disikapi secara bijak. Memajukan sepak bola itu memang ada keinginan kompetisi. Tapi kalau menunggu akan ada kesusahan dalam prestasi pemain,” tutur Suharto.
Kondisi pesepakbolaan nasional yang hampir satu tahun tak mengelar kompetisi resmi dan tak ada kepastian berakhirnya keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang membekukan PSSI. Hal ini jelas berdampak dengan iklim pesepakbolaan nasional yang menetapkan force majeuer.
Dengan adanya sejumlah turnamen yang digelar tentu menjadi angin segar pemain dan klub untuk membentuk tim. ''Dalam hal ini serbasulit untuk memutuskan itu. Karena satu sisi ada kepentingan yang selama ini ada, tidak mendapatkan penambahan kebutuhan kehidupan pemain. Sisi lain juga ada perlu kompetisi untuk pemain berprestasi,”jelasnya.
Diakuinya, dampak keputusan Kemenpora terhadap PSSI tersebut menjadikan sikap pro dan kontra. Dengan wacana Kemenpora Imam Nahrawiyangakan mencabut sanksi terhadap PSSI andai organisasi sepak bola nasional itu mampu memenuhi syarat yang diajukan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Imam Nahrawi bermaksud memberikan garansi terkait pencabutan SK Pembekuan PSSI, menurut pelatih yang identik dengan kepala plontos itu menjadi angin segar. ''Di sini kami berharap, pemerintah mencari solusi untuk kehidupan pesepakbola nasional agar hidup lagi,”pungkasnya.
Berbeda dengan Suharto, pesepakbola profesional, Rahmat Hidayat setuju dengan APPI. Menurutnya, sikap APPI tersebut beralasan untuk melindungi pesepakbola sendiri. Menurutnya, mesku turnamen digelar berkesinambungan, tak memberi jaminan terhadap pemain.
"Saya setuju dengan keputusan APPI itu. Karena turnamen saja pemain tidak ada kontrak hanya dibayar berdasarkan match fee yang didapat," ungkapnya.
Menurut mantan pemain Pro Duta FC dan Persipasi Bandung Raya (PBR) itu langkah terbaik yang dilakukan pesepakbola adalah menunggu bergulirnya kompetisi resmi. Sebab, dengan kompetisi digulir pemain harus terikat kontrak dengan klub.
"Lebih baik tunggu yang jelas kompetisi resmi. Dari pada ikut turnamen terus, tidak ada kejelasan kontrak pemain," akunya.
(aww)