Menpora Kehilangan Tokoh Sepak Bola Nasional
A
A
A
JAKARTA - Imam Nahrawi secara pribadi dan mewakili instansi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), menyampaikan turut berduka cita atas meninggalnya Anggota Tim Transisi Tata Kelola Sepak bola Indonesia, Djoko Susilo. Jasa almarhum untuk ikut memperbaiki sepak bola Indonesia selalu wajib di kenang di seluruh masyarakat pecinta sepak bola tanah air.
"Innalillahi wa Innailahi Rojiun. Saya dan jajaran Kemenpora menyampaikan duka yang mendalam. Semoga amal ibadah almarhum di terima Yang Maha Kuasa. Selamat jalan Pak Djoko, berbagai kontribusi bapak pada negara dan bangsa, termasuk kontribusi dalam berjuang memperbaiki tata kelola sepak bola nasional bakal dikenang," ujar Menpora Imam Nahrawi, dalam situs resmi Kemenpora, Selasa (26/1/2016).
Menurut Menpora, sosok Djoko Susilo merupakan teladan bagi masyarakat, terutama kalangan olahraga. Sebab, ia sangat kritis terhadap persoalan besar yang ada di sekitar, dan mau terlibat memberikan kontrubusi mencari solusi dan perbaikan.
"Kesediaannya masuk ke dalam tim bentukan pemerintah guna mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola persepakbolaan nasional merupakan contoh bagaimana ia ingin terus memberikan kontribusi memberbaiki kondisi, meski ia sendiri harus berjuang mengatasi kesehatan tubuhnya," tambah Menpora.
Semasa hidupnya, pria kelahiran Boyolali, 6 Juli 1961 ini dikenal sebagai salah satu pecinta si kulit bundar. Ketika masih menjadi Duta Besar di Swiss, Djoko beberapa kali menyoroti bobroknya tata kelola sepakbola, khususnya FIFA. Inilah yang membuat dipercaya masuk ke dalam Tim Transisi Tata Kelola Sepak bola Indonesia setelah sebelumnya ditunjuk sebagai salah satu anggota Tim Sembilan. Namanya juga masuk ke daftar Tim Kecil yang direncanakan menjadi tim pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan FIFA terkait roadmap pembenahan sepak bola Indonesia.
Sebagai anggota Tim Sembilan dan Tim Transisi, Djoko terbilang kritis terhadap PSSI. Salah satu pernyataan kontroversialnya adalah menyebut PSSI dan klub Liga Super Indonesia (ISL) sebagai sarang mafia dan tempat pencucian uang. Fakta yang secara perlahan-lahan kemudian terkuak kebenarannya. "Dari Dili Timor Leste saya ikut berbela sungkawa atas kepergian sahabat saya Djoko Susilo. Semoga AlmarhumHusnul Khotimah dan mendapat tempat termulia disisi Allah SWT. Selamat jalan sahabat yang baiik hati, idealis dan penuh dedikasi," kenang Menpora.
Sekadar informasi, Djoko dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Ali Sibro, Jalan Warung Silah, Jakarta Selatan, karena serangan jantung. Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss itu meninggal dunia dalam usia 54 tahun. Sebelumnya, Ia diketahui mengidap penyakit gula yang sudah cukup lama. Jenazah akan dibawa ke Rumah duka di Jalan Puri Satria Kav. 29, Taman Imperial Golf Sentul City, Bogor.
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Soni Sumarsono mengatakan, almarhum Djoko adalah salah satu kader terbaik yang pernah dimiliki oleh PAN. Djoko Susilo, kata dia, pada awal berdirinya PAN menjadi motor lahirnya Tabloid Amanat Nasional tabloid milik PAN. (Baca juga: Djoko Susilo Wafat)
"Djoko Susilo saat menjadi DPR adalah salah satu DPR yang sangat kritis dan dekat dengan kalangan media sehingga tidak mengherankan kalau namanya sangat populer. Djoko selama DPR banyak dihabiskan di Komisi I DPR," ujar Soni dalam siaran persnya.
"Innalillahi wa Innailahi Rojiun. Saya dan jajaran Kemenpora menyampaikan duka yang mendalam. Semoga amal ibadah almarhum di terima Yang Maha Kuasa. Selamat jalan Pak Djoko, berbagai kontribusi bapak pada negara dan bangsa, termasuk kontribusi dalam berjuang memperbaiki tata kelola sepak bola nasional bakal dikenang," ujar Menpora Imam Nahrawi, dalam situs resmi Kemenpora, Selasa (26/1/2016).
Menurut Menpora, sosok Djoko Susilo merupakan teladan bagi masyarakat, terutama kalangan olahraga. Sebab, ia sangat kritis terhadap persoalan besar yang ada di sekitar, dan mau terlibat memberikan kontrubusi mencari solusi dan perbaikan.
"Kesediaannya masuk ke dalam tim bentukan pemerintah guna mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola persepakbolaan nasional merupakan contoh bagaimana ia ingin terus memberikan kontribusi memberbaiki kondisi, meski ia sendiri harus berjuang mengatasi kesehatan tubuhnya," tambah Menpora.
Semasa hidupnya, pria kelahiran Boyolali, 6 Juli 1961 ini dikenal sebagai salah satu pecinta si kulit bundar. Ketika masih menjadi Duta Besar di Swiss, Djoko beberapa kali menyoroti bobroknya tata kelola sepakbola, khususnya FIFA. Inilah yang membuat dipercaya masuk ke dalam Tim Transisi Tata Kelola Sepak bola Indonesia setelah sebelumnya ditunjuk sebagai salah satu anggota Tim Sembilan. Namanya juga masuk ke daftar Tim Kecil yang direncanakan menjadi tim pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan FIFA terkait roadmap pembenahan sepak bola Indonesia.
Sebagai anggota Tim Sembilan dan Tim Transisi, Djoko terbilang kritis terhadap PSSI. Salah satu pernyataan kontroversialnya adalah menyebut PSSI dan klub Liga Super Indonesia (ISL) sebagai sarang mafia dan tempat pencucian uang. Fakta yang secara perlahan-lahan kemudian terkuak kebenarannya. "Dari Dili Timor Leste saya ikut berbela sungkawa atas kepergian sahabat saya Djoko Susilo. Semoga AlmarhumHusnul Khotimah dan mendapat tempat termulia disisi Allah SWT. Selamat jalan sahabat yang baiik hati, idealis dan penuh dedikasi," kenang Menpora.
Sekadar informasi, Djoko dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Ali Sibro, Jalan Warung Silah, Jakarta Selatan, karena serangan jantung. Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss itu meninggal dunia dalam usia 54 tahun. Sebelumnya, Ia diketahui mengidap penyakit gula yang sudah cukup lama. Jenazah akan dibawa ke Rumah duka di Jalan Puri Satria Kav. 29, Taman Imperial Golf Sentul City, Bogor.
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Soni Sumarsono mengatakan, almarhum Djoko adalah salah satu kader terbaik yang pernah dimiliki oleh PAN. Djoko Susilo, kata dia, pada awal berdirinya PAN menjadi motor lahirnya Tabloid Amanat Nasional tabloid milik PAN. (Baca juga: Djoko Susilo Wafat)
"Djoko Susilo saat menjadi DPR adalah salah satu DPR yang sangat kritis dan dekat dengan kalangan media sehingga tidak mengherankan kalau namanya sangat populer. Djoko selama DPR banyak dihabiskan di Komisi I DPR," ujar Soni dalam siaran persnya.
(aww)