KONI DIY Terus Pantau Persiapan Atlet Jelang PON XIX
A
A
A
YOGYAKARTA - Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabid Binpres KONI DIY) Agung Nugroho melihat sejumlah masalah jelang keterlibatan atlet di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Jawa Barat 2016. Ia melanjutkan monitoring yang sebelumnya dilakukan Ketua Umum KONI DIY GBPH Prabukusumo dan kali ini ditemukan masalah mengenai speaker (pengeras suara) serta izin pendidikan sejumlah atlet.
Sebelumnya Prabukusumo bersama jajaran pengurus melakukan monitoring intensif ke sejumlah cabor dan subcabor sejak Rabu hingga Jumat (24-26 Agustus 2016). Dari pantauannya, masih ada beberapa masalah di cabor terjun payung, aeromodelling, terbang layang, voli pasir, sepatu roda, taekwondo, panahan, renang indah serta polo air.
"Masalah ada seperti di (cabor) sepatu roda. Dua atletnya yakni Nadilla Afiati Rachman dan Anggit Nur Malik Pawitra terkendala perizinan kuliah, sehingga latihan tidak bisa full," ujar Agung kepada Koran Sindo Yogya di kantor KONI DIY, Jumat (26/8/2016).
Baik Nadilla maupun Anggit masih tercatat sebagai mahasiswi tahun pertama di Teknik Arsitek dan Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya akan mengajukan surat dispensasi pada pihak kampus agar kedua mahasiswinya diberikan izin untuk mengikuti pelatihan intensif jelang PON XIX 2016.
Untuk masalah speaker, Agung melihat masalah dari cabor renang indah. Tapi ia yakin masalah itu akan cepat teratasi.
"Kalau renang indah walaupun secara usia kebanyakan masih sekolah tapi mereka tidak ada masalah perizinan. Hanya saja lebih ke fasilitas seperti speaker under water yang sudah lama dan kurang kencang suaranya. Oleh pelatih Bu Ragil, sebenarnya tiga bulan lalu sudah dipesankan ke Amerika (speaker baru), namun belum datang sampai sekarang. Dan ini sedang diusahakan secepatnya karena sangat dibutuhkan," jelas Agung.
Sementara dalam cabor taekwondo, Fitriana Mansur yang merupakan atlet andalan merasa kesulitan menggunakan fasilitas body protector yang dinilai kebesaran dan tidak pas di tubuhnya. Sudah menjadi resiko atlet mengingat pada tahun ini naik kelas di nomor Middle (Under 73 kilogram : max 67.01 kg - 73.00 kg). Padahal di ajang sebelumnya dirinya masuk dalam kelas Welter (Under 67 kg : max 62.01 kg - 67.00 kg). Mau tidak mau, kakak Lia Karina Mansur ini pun harus menaikkan berat badannya untuk menyesuaikan peralatan tersebut.
Di sisi lain, Prabukusumo sudah meminta kepada para atlet untuk fokus dan berlatih lebih serius lagi di sisa waktu yang masih ada ini. Harapannya dengan latihan yang keras dan maksimal, kontingen DIY bisa mewujudkan target minimal 15 medali emas dalam PON XIX 2016. Ia juga memastikan bahwa para atlet pemusatan latihan daerah (puslatda) mandiri juga akan mendapat uang saku senilai Rp 1 juta per bulan pada Agustus dan September 2016.
Sebelumnya Prabukusumo bersama jajaran pengurus melakukan monitoring intensif ke sejumlah cabor dan subcabor sejak Rabu hingga Jumat (24-26 Agustus 2016). Dari pantauannya, masih ada beberapa masalah di cabor terjun payung, aeromodelling, terbang layang, voli pasir, sepatu roda, taekwondo, panahan, renang indah serta polo air.
"Masalah ada seperti di (cabor) sepatu roda. Dua atletnya yakni Nadilla Afiati Rachman dan Anggit Nur Malik Pawitra terkendala perizinan kuliah, sehingga latihan tidak bisa full," ujar Agung kepada Koran Sindo Yogya di kantor KONI DIY, Jumat (26/8/2016).
Baik Nadilla maupun Anggit masih tercatat sebagai mahasiswi tahun pertama di Teknik Arsitek dan Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya akan mengajukan surat dispensasi pada pihak kampus agar kedua mahasiswinya diberikan izin untuk mengikuti pelatihan intensif jelang PON XIX 2016.
Untuk masalah speaker, Agung melihat masalah dari cabor renang indah. Tapi ia yakin masalah itu akan cepat teratasi.
"Kalau renang indah walaupun secara usia kebanyakan masih sekolah tapi mereka tidak ada masalah perizinan. Hanya saja lebih ke fasilitas seperti speaker under water yang sudah lama dan kurang kencang suaranya. Oleh pelatih Bu Ragil, sebenarnya tiga bulan lalu sudah dipesankan ke Amerika (speaker baru), namun belum datang sampai sekarang. Dan ini sedang diusahakan secepatnya karena sangat dibutuhkan," jelas Agung.
Sementara dalam cabor taekwondo, Fitriana Mansur yang merupakan atlet andalan merasa kesulitan menggunakan fasilitas body protector yang dinilai kebesaran dan tidak pas di tubuhnya. Sudah menjadi resiko atlet mengingat pada tahun ini naik kelas di nomor Middle (Under 73 kilogram : max 67.01 kg - 73.00 kg). Padahal di ajang sebelumnya dirinya masuk dalam kelas Welter (Under 67 kg : max 62.01 kg - 67.00 kg). Mau tidak mau, kakak Lia Karina Mansur ini pun harus menaikkan berat badannya untuk menyesuaikan peralatan tersebut.
Di sisi lain, Prabukusumo sudah meminta kepada para atlet untuk fokus dan berlatih lebih serius lagi di sisa waktu yang masih ada ini. Harapannya dengan latihan yang keras dan maksimal, kontingen DIY bisa mewujudkan target minimal 15 medali emas dalam PON XIX 2016. Ia juga memastikan bahwa para atlet pemusatan latihan daerah (puslatda) mandiri juga akan mendapat uang saku senilai Rp 1 juta per bulan pada Agustus dan September 2016.
(bep)