LADI Akui Atlet Indonesia Kurang Pemahaman Soal Doping
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) mengakui bahwa pengetahuan atlet Indonesia terkait doping relatif masih di bawah standar. Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya fasilitas laboratorium doping di tanah air.
Ketua LADI, Zaini Kadhafi Saragih, menduga minimnya pengetahuan terkait doping menjadi salah satu faktor yang membuat 14 atlet tersandung kasus doping di PON XIX dan Peparnas XV Jawa Barat.
"Dua dari Peparnas dan dua belas dari atlet PON. Berdasarkan hasil temuan di lab dan wawancara atlet Peparnas bersangkutan sepertinya mereka minum jamu dan bukan disengaja untuk doping tetapi di dalam jamunya ada unsur yang termasuk di kategori doping," kata Zaini dikutip kemenpora.go.id.
Zaini melanjutkan dari 14 atlet positif doping, tujuh diantaranya siap mengakui sedang sisanya meminta untuk periksa sample kedua (sample B). Kedua sample itu (sample A dan B) langsung dikirim ke India untuk di teliti karena minimnya fasilitas laboratorium anti-doping di Indonesia.
Menurut Zaini, biaya ditanggung atlet sekitar Rp 3 juta rupiah untuk menguji sampel tersebut.
"Di LADI itu sebenarnya memang harus terus sosialisasi dan edukasi disamping daftar obat setiap tahun berubah, jadi setiap akhir tahun Badan Antidoping Dunia (WADA) mengeluarkan list baru dan kita harusnya terus sosialisasi," katanya.
Ketua LADI, Zaini Kadhafi Saragih, menduga minimnya pengetahuan terkait doping menjadi salah satu faktor yang membuat 14 atlet tersandung kasus doping di PON XIX dan Peparnas XV Jawa Barat.
"Dua dari Peparnas dan dua belas dari atlet PON. Berdasarkan hasil temuan di lab dan wawancara atlet Peparnas bersangkutan sepertinya mereka minum jamu dan bukan disengaja untuk doping tetapi di dalam jamunya ada unsur yang termasuk di kategori doping," kata Zaini dikutip kemenpora.go.id.
Zaini melanjutkan dari 14 atlet positif doping, tujuh diantaranya siap mengakui sedang sisanya meminta untuk periksa sample kedua (sample B). Kedua sample itu (sample A dan B) langsung dikirim ke India untuk di teliti karena minimnya fasilitas laboratorium anti-doping di Indonesia.
Menurut Zaini, biaya ditanggung atlet sekitar Rp 3 juta rupiah untuk menguji sampel tersebut.
"Di LADI itu sebenarnya memang harus terus sosialisasi dan edukasi disamping daftar obat setiap tahun berubah, jadi setiap akhir tahun Badan Antidoping Dunia (WADA) mengeluarkan list baru dan kita harusnya terus sosialisasi," katanya.
(mir)