Kecerdikan Madrid vs Agresivitas The Reds
A
A
A
KIEV - 37 tahun lalu, berjarak 2.024 kilometer dari Kiev, Ukraina, tepatnya di Stadion Parcdes Princes, Paris, Liverpool berhasil menundukkan Real Madrid di partai final Liga Champions. Gol tunggal Alan Kennedy pada menit ke-82 membuat Los Blancos menunda ambisi mereka mendapatkan gelar ketujuh. Setelah itu tak ada lagi tim yang bisa menghentikan Madrid di partai final.
Pada enam kali pertandingan final setelah 1981, Los Blancos melakukan sapu bersih. Raksasa Seri A Juventus dipaksa takluk pada 1997/1998, Valencia (1999/2000), Bayern Leverkusen (2001/2002), Atletico Madrid (2013/2014, 2015/2016) dan Juventus (2016/2017). Total, dari 15 kesempatan final, Madrid hanya tiga kali gagal. Madrid kemudian membuat sejarah dengan 12 gelar yang dimiliki dan mampu menaklukkan kutukan back to back gelar di era Liga Champions.
Kini, setelah 37 tahun, kedua tim bertemu lagi di final. Kali ini panggungnya Stadion The Olympic National Sports Complex, Kiev, Minggu (27/5/2018) dini hari nanti. Bagi Madrid inilah final ketiga mereka dalam tiga musim berturut-turut, sementara untuk Liverpool final ini menjadi kali pertama setelah mereka dikalahkan AC Milan pada 2007.
"Ini mungkin akan menjadi final tersulit yang pernah kami jalani. Kami harus menjadi yang terbaik, kami tahu itu, di semua aspek, tidak hanya fisik," kata Pelatih Madrid Zinedine Zidane.
Bagaimanapun tetap sulit karena The Reds sedang berada dalam posisi on fire. Dari 14 pertandingan yang dijalani sejak babak play-off sampai semifinal pasukan Juergen Klopp hanya menelan satu kekalahan. Sisanya berhasil disapu bersih, termasuk saat melawan juara Liga Primer Manchester City.
Selain itu, dari sisi pertemuan Los Blancos justru terlihat inferior dibandingkan The Reds dan Juergen Klopp. Ditambah sejarah mereka yang kurang bagus saat tampil di Kiev. Dari lima pertemuan melawan Liverpool, Madrid tiga kali kalah, satu di antaranya terjadi di partai final 1981. Dalam menghadapi Klopp Madrid tiga kali kalah, sekali imbang, dan hanya dua kali menang, dari enam pertemuan.
Madrid juga hanya sekali menang, dua kali imbang dan satu laga kalah dari enam penampilan di Kiev. Liverpool memiliki catatan lebih baik karena sekali menang dan sekali imbang dari dua penampilan di Kiev. "Mereka adalah tim Inggris, jadi tidak akan pernah menyerah.
Tetapi mereka tidak hanya mengandalkan atribut fisik mereka karena Liverpool juga bagus secara teknis, dengan banyak kecepatan dan pemain individu yang hebat," tambah Zidane.
Penampilan Los Blancos juga tidak terlalu buruk. Mereka mengoleksi 17 gol di fase penyisihan grup meski hanya menempati posisi kedua klasemen grup. Sedangkan di fase knock out, Madrid melesakkan 13 gol; Lima gol di 16 Besar, 4 gol diperempat final dan semifinal.
Aktor utama Madrid adalah Cristiano Ronaldo dengan 15 gol dan menempatkan namanya di urutan pertama daftar top skor. Liverpool lebih mentereng. Jordan Henderson dkk mencetak 24 gol di fase grup, dan 17 kali menjebol gawang sepanjang babak gugur. Jumlah tersebut, 29 gol di antaranya disumbangkan Mohamed Salah 10 gol, Roberto Firmino (10), dan Sadio Mane (9).
"Ada banyak alasan mengapa kita berada di tempat kita sekarang dan saya sangat bangga dengan apa yang telah dicapai para pemain," kata Klopp.
Perjalanan The Reds ke final mendapatkan banyak pujian. Menggunakan formasi 4-3-3, mereka selalu bermain terbuka, baik di kandang atau luar kandang. Tiga penyerang menjadi penekan, sedangkan Henderson, James Milner, dan Georginio Wijnaldum menjadi penyeimbang di tengah. Komposisinya hampir tak berubah dari satu laga ke laga lain. Manchester City dibuat tak berdaya di perempat final. Porto digelontor lima gol pada babak 16 Besar.
Sayang di semifinal lubang mulai terlihat di barisan pertahanan dengan enam gol berhasil disarangkan pasukan Eusebio Di Francesco pada dua pertemuan. Sebaliknya, Madrid dari sisi permainan lebih cerdik. Memiliki skuad tipis dan gap antara lapis kedua dan pertama cukup jauh, penampilan Gareth Bale angin-anginan serta sering didera cedera, ditambah Karim Benzema yang kehilangan naluri mencetak gol, pun tampak bisa disiasati dengan baik oleh Zidane.
Pelatih yang mantan pemain Juventus ini memiliki banyak opsi dari sisi formasi. Tidak jarang dia menggunakan 4-4-2 diamond saat Bale absen, 4-3-3 dengan menempatkan Luka Modric, Casimero dan Toni Kroos sebagai penopang Bale-Ronaldo-Benzema. Atau 4-6-1 dengan menempatkan Ronaldo sebagai target man.
"Kami adalah Liverpool dan dalam perjalanan menjadi tim yang sangat bagus. Tampil di level setinggi itu sangat keren. Ini adalah perjalanan yang gila tapi, setelah semuanya, kami telah mendapatkan tempat kami di sini," seru Klopp.
Pada enam kali pertandingan final setelah 1981, Los Blancos melakukan sapu bersih. Raksasa Seri A Juventus dipaksa takluk pada 1997/1998, Valencia (1999/2000), Bayern Leverkusen (2001/2002), Atletico Madrid (2013/2014, 2015/2016) dan Juventus (2016/2017). Total, dari 15 kesempatan final, Madrid hanya tiga kali gagal. Madrid kemudian membuat sejarah dengan 12 gelar yang dimiliki dan mampu menaklukkan kutukan back to back gelar di era Liga Champions.
Kini, setelah 37 tahun, kedua tim bertemu lagi di final. Kali ini panggungnya Stadion The Olympic National Sports Complex, Kiev, Minggu (27/5/2018) dini hari nanti. Bagi Madrid inilah final ketiga mereka dalam tiga musim berturut-turut, sementara untuk Liverpool final ini menjadi kali pertama setelah mereka dikalahkan AC Milan pada 2007.
"Ini mungkin akan menjadi final tersulit yang pernah kami jalani. Kami harus menjadi yang terbaik, kami tahu itu, di semua aspek, tidak hanya fisik," kata Pelatih Madrid Zinedine Zidane.
Bagaimanapun tetap sulit karena The Reds sedang berada dalam posisi on fire. Dari 14 pertandingan yang dijalani sejak babak play-off sampai semifinal pasukan Juergen Klopp hanya menelan satu kekalahan. Sisanya berhasil disapu bersih, termasuk saat melawan juara Liga Primer Manchester City.
Selain itu, dari sisi pertemuan Los Blancos justru terlihat inferior dibandingkan The Reds dan Juergen Klopp. Ditambah sejarah mereka yang kurang bagus saat tampil di Kiev. Dari lima pertemuan melawan Liverpool, Madrid tiga kali kalah, satu di antaranya terjadi di partai final 1981. Dalam menghadapi Klopp Madrid tiga kali kalah, sekali imbang, dan hanya dua kali menang, dari enam pertemuan.
Madrid juga hanya sekali menang, dua kali imbang dan satu laga kalah dari enam penampilan di Kiev. Liverpool memiliki catatan lebih baik karena sekali menang dan sekali imbang dari dua penampilan di Kiev. "Mereka adalah tim Inggris, jadi tidak akan pernah menyerah.
Tetapi mereka tidak hanya mengandalkan atribut fisik mereka karena Liverpool juga bagus secara teknis, dengan banyak kecepatan dan pemain individu yang hebat," tambah Zidane.
Penampilan Los Blancos juga tidak terlalu buruk. Mereka mengoleksi 17 gol di fase penyisihan grup meski hanya menempati posisi kedua klasemen grup. Sedangkan di fase knock out, Madrid melesakkan 13 gol; Lima gol di 16 Besar, 4 gol diperempat final dan semifinal.
Aktor utama Madrid adalah Cristiano Ronaldo dengan 15 gol dan menempatkan namanya di urutan pertama daftar top skor. Liverpool lebih mentereng. Jordan Henderson dkk mencetak 24 gol di fase grup, dan 17 kali menjebol gawang sepanjang babak gugur. Jumlah tersebut, 29 gol di antaranya disumbangkan Mohamed Salah 10 gol, Roberto Firmino (10), dan Sadio Mane (9).
"Ada banyak alasan mengapa kita berada di tempat kita sekarang dan saya sangat bangga dengan apa yang telah dicapai para pemain," kata Klopp.
Perjalanan The Reds ke final mendapatkan banyak pujian. Menggunakan formasi 4-3-3, mereka selalu bermain terbuka, baik di kandang atau luar kandang. Tiga penyerang menjadi penekan, sedangkan Henderson, James Milner, dan Georginio Wijnaldum menjadi penyeimbang di tengah. Komposisinya hampir tak berubah dari satu laga ke laga lain. Manchester City dibuat tak berdaya di perempat final. Porto digelontor lima gol pada babak 16 Besar.
Sayang di semifinal lubang mulai terlihat di barisan pertahanan dengan enam gol berhasil disarangkan pasukan Eusebio Di Francesco pada dua pertemuan. Sebaliknya, Madrid dari sisi permainan lebih cerdik. Memiliki skuad tipis dan gap antara lapis kedua dan pertama cukup jauh, penampilan Gareth Bale angin-anginan serta sering didera cedera, ditambah Karim Benzema yang kehilangan naluri mencetak gol, pun tampak bisa disiasati dengan baik oleh Zidane.
Pelatih yang mantan pemain Juventus ini memiliki banyak opsi dari sisi formasi. Tidak jarang dia menggunakan 4-4-2 diamond saat Bale absen, 4-3-3 dengan menempatkan Luka Modric, Casimero dan Toni Kroos sebagai penopang Bale-Ronaldo-Benzema. Atau 4-6-1 dengan menempatkan Ronaldo sebagai target man.
"Kami adalah Liverpool dan dalam perjalanan menjadi tim yang sangat bagus. Tampil di level setinggi itu sangat keren. Ini adalah perjalanan yang gila tapi, setelah semuanya, kami telah mendapatkan tempat kami di sini," seru Klopp.
(amm)