Cegah Anak-anak Putus Sekolah, LeBron James Buka I Promise School
A
A
A
AKRON - LeBron James, salah satu pebasket terbaik dunia, membuka sekolah dasar (SD) I Promise School di Akron, Ohio, Amerika Serikat (AS) akhir bulan lalu. Dia ingin anak muda AS tidak putus sekolah dan memiliki harapan.
James pulang ke kampung halamannya pada Senin (30/7) sore waktu lokal. Dia memarkirkan mobilnya sebelum menelusuri gedung I Promise School untuk pertama kali. Sekolah yang membuka 240 siswa baru tersebut merupakan hasil kerja sama antara Yayasan Keluarga LeBron James dan Akron Public School.
Pembukaan sekolah itu hanya berselang sekitar sebulan setelah James mengumumkan akan pindah ke Los Angeles Lakers. Dinding sekolah itu banyak ditempeli tulisan motivasi seperti “Saya akan bekerja keras” atau “Saya tidak akan menyerah”. Seiring dengan pergantian tahun, James akan menambah total ruangan kelas.
“Perasaan saya campur aduk antara bahagia dan sedih. Saya duduk di tengah sekolah yang baru dibuka, di tengah anak-anak, di tengah masyarakat, dan di tengah duka akan pindah ke tim lain,” ujar James, dikutip espn.com. “Keputusan ini sulit, tapi saya yakin ini adalah terbaik bagi diri dan keluarga saya,” tambah James.
James berharap dapat membangun kebersamaan, kekeluargaan, dan persatuan di I Promise School, juga membawa para muridnya mencapai sukses. Sekolah itu dibuka dengan serangkaian selebrasi yang dimeriahkan penyanyi sekelas Tori Kelly. Beberapa rekan sekolah, anggota keluarga, dan eksekutif Nike juga diundang.
Waktu belajar di I Promise School lebih panjang dibandingkan di sekolah lainnya. Para siswa akan belajar mulai pukul 09.00 hingga 17.00. James menyediakan makan siang selama hari sekolah sebagai bentuk kasih sayang dan kedekatan. Dia ingin anak-anak merasa betah dan nyaman menimba ilmu I Promise School. “Saya kira tambahan energi akan mempertajam pikiran,” kata James.
“Kami ingin memberikan dukungan semampu kami, membimbing anak-anak, dan mengajak mereka menentukan target impian yang sesuai dengan minat tanpa dibebani stres. Saya ingin mereka merasa berada di lingkungan keluarga sendiri,” sambungnya.
James melanjutkan, jika sekolah diperlakukan seperti tempat kerja, anak-anak akan mudah depresi dan kelelahan. Semangat mereka akan menurun. Namun jika ikatan sudah terjalin kuat seperti keluarga sendiri, tidak masalah baik atau buruk, setiap orang pasti selalu ingin berada di sekitarnya untuk meraih dukungan moril.
Ketika duduk di bangku kelas empat, James mengaku pernah bolos sekolah hingga 83 hari karena tinggal jauh dari perkotaan. Jadwal bus yang tidak menentu ditambah krisis ekonomi membuat James tidak memiliki pilihan lain. Dia tinggal bersama ibunya, Gloria Marie James, karena ayahnya selalu berurusan dengan hukum.
Kehidupan yang dijalani James sangat sulit dan pahit sampai akhirnya dia diizinkan untuk dititipkan, diasuh, dan disekolahkan pelatih sepak bola Frank Walker, yang juga masih kerabatnya. Saat memasuki usia sembilan tahun, dia mulai berkenalan dengan dunia basket. Namun, dia mulai mengikuti tim terorganisasi saat kelas lima.
“Perjuangan saat itu benar-benar menantang secara mental. Saat kelas tiga SD, saya masih kekanak-kanakan. Tapi setelah kelas empat, saya merasa stres dan merasa memiliki tanggung jawab yang besar. Saya tidak ingin anak-anak merasakan stres seperti yang pernah saya alami pada masa lalu,” terang James.
James mengaku bukanlah siswa berprestasi di bidang akademik. Gurunya pernah menegaskan kepada ibunya bahwa James masih perlu menggali potensi yang dimilikinya. Namun, dia selalu gagal. James merasa kesepian dan tidak memiliki motivasi hidup. Dia menjalani rutinitas tanpa pernah memikirkan masa depan.
Semuanya berubah saat James menemukan jati dirinya di dunia basket. Passion-nya sangat tinggi. Dia berlatih sungguh-sungguh untuk dapat menjadi yang terbaik, minimal di tim tempat dia bernaung. Kini, James merupakan pemain berharga dengan segudang prestasi, mulai dari MVP NBA hingga medali emas Olimpiade.
Pada posisinya saat ini, James ingin memberikan kontribusi sosial dan melindungi anak-anak atau orang-orang yang memerlukan dukungan, termasuk menyuarakan penderitaan mereka. “Ketika ketidakadilan terjadi dan perpecahan antar etnis merusak negeri ini, saya kira saya akan melantangkan suara keras,” tandas James. (Muh Shamil)
James pulang ke kampung halamannya pada Senin (30/7) sore waktu lokal. Dia memarkirkan mobilnya sebelum menelusuri gedung I Promise School untuk pertama kali. Sekolah yang membuka 240 siswa baru tersebut merupakan hasil kerja sama antara Yayasan Keluarga LeBron James dan Akron Public School.
Pembukaan sekolah itu hanya berselang sekitar sebulan setelah James mengumumkan akan pindah ke Los Angeles Lakers. Dinding sekolah itu banyak ditempeli tulisan motivasi seperti “Saya akan bekerja keras” atau “Saya tidak akan menyerah”. Seiring dengan pergantian tahun, James akan menambah total ruangan kelas.
“Perasaan saya campur aduk antara bahagia dan sedih. Saya duduk di tengah sekolah yang baru dibuka, di tengah anak-anak, di tengah masyarakat, dan di tengah duka akan pindah ke tim lain,” ujar James, dikutip espn.com. “Keputusan ini sulit, tapi saya yakin ini adalah terbaik bagi diri dan keluarga saya,” tambah James.
James berharap dapat membangun kebersamaan, kekeluargaan, dan persatuan di I Promise School, juga membawa para muridnya mencapai sukses. Sekolah itu dibuka dengan serangkaian selebrasi yang dimeriahkan penyanyi sekelas Tori Kelly. Beberapa rekan sekolah, anggota keluarga, dan eksekutif Nike juga diundang.
Waktu belajar di I Promise School lebih panjang dibandingkan di sekolah lainnya. Para siswa akan belajar mulai pukul 09.00 hingga 17.00. James menyediakan makan siang selama hari sekolah sebagai bentuk kasih sayang dan kedekatan. Dia ingin anak-anak merasa betah dan nyaman menimba ilmu I Promise School. “Saya kira tambahan energi akan mempertajam pikiran,” kata James.
“Kami ingin memberikan dukungan semampu kami, membimbing anak-anak, dan mengajak mereka menentukan target impian yang sesuai dengan minat tanpa dibebani stres. Saya ingin mereka merasa berada di lingkungan keluarga sendiri,” sambungnya.
James melanjutkan, jika sekolah diperlakukan seperti tempat kerja, anak-anak akan mudah depresi dan kelelahan. Semangat mereka akan menurun. Namun jika ikatan sudah terjalin kuat seperti keluarga sendiri, tidak masalah baik atau buruk, setiap orang pasti selalu ingin berada di sekitarnya untuk meraih dukungan moril.
Ketika duduk di bangku kelas empat, James mengaku pernah bolos sekolah hingga 83 hari karena tinggal jauh dari perkotaan. Jadwal bus yang tidak menentu ditambah krisis ekonomi membuat James tidak memiliki pilihan lain. Dia tinggal bersama ibunya, Gloria Marie James, karena ayahnya selalu berurusan dengan hukum.
Kehidupan yang dijalani James sangat sulit dan pahit sampai akhirnya dia diizinkan untuk dititipkan, diasuh, dan disekolahkan pelatih sepak bola Frank Walker, yang juga masih kerabatnya. Saat memasuki usia sembilan tahun, dia mulai berkenalan dengan dunia basket. Namun, dia mulai mengikuti tim terorganisasi saat kelas lima.
“Perjuangan saat itu benar-benar menantang secara mental. Saat kelas tiga SD, saya masih kekanak-kanakan. Tapi setelah kelas empat, saya merasa stres dan merasa memiliki tanggung jawab yang besar. Saya tidak ingin anak-anak merasakan stres seperti yang pernah saya alami pada masa lalu,” terang James.
James mengaku bukanlah siswa berprestasi di bidang akademik. Gurunya pernah menegaskan kepada ibunya bahwa James masih perlu menggali potensi yang dimilikinya. Namun, dia selalu gagal. James merasa kesepian dan tidak memiliki motivasi hidup. Dia menjalani rutinitas tanpa pernah memikirkan masa depan.
Semuanya berubah saat James menemukan jati dirinya di dunia basket. Passion-nya sangat tinggi. Dia berlatih sungguh-sungguh untuk dapat menjadi yang terbaik, minimal di tim tempat dia bernaung. Kini, James merupakan pemain berharga dengan segudang prestasi, mulai dari MVP NBA hingga medali emas Olimpiade.
Pada posisinya saat ini, James ingin memberikan kontribusi sosial dan melindungi anak-anak atau orang-orang yang memerlukan dukungan, termasuk menyuarakan penderitaan mereka. “Ketika ketidakadilan terjadi dan perpecahan antar etnis merusak negeri ini, saya kira saya akan melantangkan suara keras,” tandas James. (Muh Shamil)
(nfl)