Kylian Mbappe dan Cerita Suasana Riuh di Ruang Ganti

Kamis, 21 Februari 2019 - 09:57 WIB
Kylian Mbappe dan Cerita...
Kylian Mbappe dan Cerita Suasana Riuh di Ruang Ganti
A A A
KYLIAN Mbappe saat ini menjadi pesepak bola muda yang paling dibicarakan. Kemampuannya tidak hanya berhasil membawanya ke puncak dunia, tetapi juga memberikan harapan bagi semua orang. Seperti apa ceritanya? Suasana ruang ganti Paris Saint Germain (PSG) terasa riuh seusai menjalani pertandingan melawan klub rival mereka, Lyon. Para pemain saling bercanda riang karena berhasil memenangi pertandingan.

Ruangan langsung terdiam ketika salah seorang staf PSG datang sambil membawa kotak besar. Di kotak itu tertulis jelas nama Kylian Mbappe. Logo sepatu Nike yang besar membuat banyak orang tahu kalau kotak itu adalah sepatu bola. Mereka terdiam bukan karena kotaknya, melainkan penasaran seperti apa sepatu yang akan dikenakan rekan mereka, Mbappe. Seperti teman satu timnya, Mbappe tertegun saat kotak sepatu itu berpindah ke tangannya. Sesaat pikirannya terbang ke balakang belasan tahun lalu saat dia merengek minta dibelikan sepatu kepada orang tuanya.

“Saya selalu berusaha menangis ke orang tua saya agar bisa dibelikan sepatu itu. Tapi saya paham mereka tidak mampu membelikannya,” ujar pesepak bola kelahiran 20 Desember 1998 itu. Seperti anak muda lainnya yang lahir pada awal era milenium,wajar jika Mbappe ingin terlihat keren di mata temantemannya.

Dia ingin mengenakan baju bagus dan sneaker keren buatan Nike, Adidas, dan sebagainya. Hanya, Mbappe muda tidak bisa memilikinya karena keterbatasan ekonomi. Mbappe muda lahir dari pasangan Wilfried Mbappe, pelatih sepak bola asal Kamerun yang pindah ke Prancis, dan Fayza Lamari, atlet bola tangan.

Pasangan ini hidup di kota kecil bernama Bondy yang jaraknya hanya terpaut 20 km dari Paris. Bedanya, Paris adalah kota metropolis yang penuh warna, sedangkan Bondy adalah kota miskin, di mana para imigran berada. New York Times malah mendefinisikan kota ini sebagai kota yang tidak ada orang kulit putihnya. Tahun 2005 nama Bondy sempat terangkat karena adanya kerusuhan rasial terpicu tewasnya dua anak imigran di Paris.

Selama sembilan hari berturut-turut, Bondy menjadi kota penuh api, bahkan efeknya menyebar hingga kota-kota kecil lainnya yang penuh dengan imigran. “Semua orang takut dengan nama Bondy. Ibu saya melarang saya keluar sore karena malamnya pasti ada kerusuhan,” kata Mbappe.

Para imigran di Bondy memang bekerja serabutan. Termasuk ayah Mbappe, Wilfried, yang harus puas menjadi pelatih sepak bola bagi anak-anak kecil di Bondy. Sementara ibunya, Fayza, yang berdarah Aljazair justru hanya menjadi ibu rumah tangga meski terkadang aktif di olahraga bola tangan.

Kesulitan ekonomi dan kondisi sosial yang keras membuat Mbappe terbiasa memendam keinginannya tampil keren bak fashionista dan hidup mewah seperti bangsawan Prancis. Tidak hanya Mbappe, anak-anak muda di Bondy akhirnya mengubur semua keinginan mereka Bedanya, Mbappe punya sepak bola.

Si kulit bundar inilah yang mengubah seluruh dunia Mbappe. Si kulit bundar jualah yang berhasil membawa Mbappe pergi ke Inggris berlatih dengan Chelsea. “Saya masih begitu muda ketika itu, mungkin 10 atau 11 tahun,” kata Mbappe.

“Saya pergi ke London dan tinggal kurang dari seminggu di sana. Saya berlatih di Chelsea dan kami melakukan pertandingan persahabatan melawan Charlton Athletic. Kami menang 6-0 atau 7-0. Saya bermain di depan, tetapi saya rasa saya tidak mencetak gol. Tapi itu pengalaman bagus; pengalaman pertama saya ke luar negeri dan kesempatan saya melihat bagaimana permainan sepak bola Inggris,” tuturnya.

Setelah Chelsea memutuskan tidak merekrutnya, Mbappe tidak patah arang dan kembali ke Prancis guna kembali dilatih sang ayah. Beberapa tahun berselang, giliran Real Madrid yang tertarik mengujinya. Pelatih yang menguji kemampuannya secara langsung adalah Zinedine Zidane. Real Madrid langsung tertarik dengan kemampuan Mbappe.

Namun, saat itu sang ayah mengatakan bahwa kedatangannya dan Mbappe ke Madrid hanya untuk memberikan Mbappe pengalaman. Beberapa bulan berikutnya, Mbappe didaftarkan sang ayah ke Clairefontaine, pusat pelatihan nasional Prancis usia 13-15 tahun. Clairefontaine sendiri punya reputasi mengasah talenta-talenta berbakat Prancis untuk kemudian siap mengarungi karier profesional.

Beberapa pemain yang pernah mencicipi akademi ini adalah Zidane, Griezmann, Paul Pogba, Patrice Evra, Hugo Lloris, Olivier Giroud, Laurent Koscielny, dan masih banyak lagi. Popularitas Clairefontaine menjadikan akademi ini tempat nongkrongnya para pemandu bakat kesebelasan besar Eropa.

Mbappe pun tidak luput dari pantauan para talent scout tersebut. Real Madrid mencoba kembali merekrutnya. Valencia pun tidak mau kalah. Tetapi, akhirnya Mbappe lebih memilih AS Monaco atas saran sang ayah, dengan pertimbangan program pengembangan pemain muda Monaco lebih menjanjikan dibandingkan kesebelasan lain.

Di Monacolah Mbappe semakin terasah menjadi penyerang tajam. Dia menjalani debut senior pada usia 16 tahun, memecahkan rekor pemain termuda Monaco yang sebelumnya dipegang legenda Prancis, Thierry Henry. Dua bulan setelah debut, giliran pencetak gol termuda Monaco yang dipecahkan Mbappe, lagi-lagi mengalahkan rekor Henry. Mbappe mulai menampilkan kehebatannya pada musim 2016/2017 saat masih membela Monaco.

Setelah itu, dia hijrah ke PSG. Real Madrid kembali berusaha mendapatkannya. Namun, Mbappe lebih ingin bermain untuk kota kelahirannya dan menjadikan PSG sebesar Real Madrid. Nama Mbappe semakin masyhur di ajang Piala Dunia 2018. Dia menjadi pemain ketiga termuda di dunia yang bermain di babak final Piala Dunia 2018. Dia menyamai rekor pesepak bola legendaris Pele sebagai pemain termuda Piala Dunia yang berhasil mencetak dua gol dalam satu pertandingan Piala Dunia.

Keberhasilan Prancis menjadi juara Piala Dunia 2018 membuat karier Mbappe pada tahun itu berkilau. Tidak hanya Piala Dunia 2018, dia juga membawa PSG menjadi juara Liga Prancis 2018. Atas prestasi itu, Mbappe dinobatkan menjadi pemain muda terbaik Prancis dan Piala Dunia 2018.

Puncaknya, Mbappe meraih Kopa Trophee atau Ballon d’Or U-21. Kini anak muda dari kota miskin Bondy itu mampu memiliki harga fantastis melebihi anggaran Belanja setahun Kota Bondy. Menurut riset CIES Football Observatory, per Januari 2019, Mbappe adalah pemain dengan nilai pasar tertinggi di dunia. Harga beli Mbappe kini sudah mencapai 196,1 juta pound sterling atau setara Rp3,5 triliun. “Di Bondy, kami seolah ditakdirkan untuk gagal.

Kami tahu anak-anak kami akan menghadapi masa-masa sulit. Berkat Mbappe, semua itu bisa berubah,” ujar Soumahoro Nakissa, warga Bondy yang anaknya, Ahmed, saat ini bergabung dengan klub sepak bola AS Bondy. Keberhasilan Mbappe menerobos pentas dunia dari kota miskin begitu menginspirasi. Tidak hanya masyarakat dunia, tapi juga masyarakat Bondy.

Tidak mengherankan jika di Kota Bondy ditemukan berbagai mural ukuran besar dari Mbappe. Di bawah mural itu tertulis Bondy Ville des Possibles atau 'Kota Segala Kemungkinan'. Ya, tiada yang tidak mungkin jika ada upaya keras untuk berubah.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6090 seconds (0.1#10.140)