Ketajaman Gli Azzurri Makin Meningkat, Roberto Mancini Sumringah
A
A
A
PARMA - Produktivitas Italia mengalami kemajuan signifikan di bawah komando Roberto Mancini. Ketajaman Gli Azzurri saat menggilas Liechtenstein 6-0 di laga kualifikasi Grup J, Kamis (27/3) menorehkan catatan fenomenal. Kemenangan di Stadio Ennio Tardini merupakan yang terbesar bagi Italia selama hampir 57 tahun terakhir.
Sebelumnya, mereka juga belum pernah mencetak enam gol dalam satu laga selama 26 tahun. Takdir memang menjadikan Liechtenstein sebagai titik balik Italia. Sebelum, laga digelar, Giorgio Chiellini dkk hanya mampu mencetak dua gol per laga, sejak terakhir kali Italia menang 5-0 atas lawan yang sama di kualifikasi grup Piala Dunia 2018, Juni 2017.
Bukan hanya semakin subur mencetak gol, Mancini turut menghadirkan keseimbangan di sektor pertahanan. Tercatat, Italia sukses mencatatkan clean sheet dalam lima laga terakhir, sesuatu yang belum pernah dilakukan Italia sejak Juni 2005 di era Marcelo Lippi.
Dua kemenangan beruntun plus memuncaki klasemen sementara Grup J dengan enam poin mengindikasikan kejeniusan Mancini dalam mengelola tim. Pasalnya, sebelum menghadapi Liechtenstein, dia kehilangan Lorenzo Insigne, Federico Chiesa, Alessandro Florenzi, Cristiano Piccini, Stephan El Shaarawy, Nicolò Zaniolo dan Ciro Immobile yang cedera.
Namun, tujuh perubahan di starting line up tidak mengurangi kekuatan Italia. Terbukti, Gli Azzurri mendominasi laga. Mereka mengoyak gawang sang tamu enam kali yang masing-masing disumbangkan Stefano Sensi (17), Marco Verratti (32), Fabio Quagliarella (pen 35, 45+3), Moise Kean (69) dan Leonardo Pavoletti (76).
“Kami melakukan pendekatan yang tepat sejak awal laga. Kemenangan itu mungkin dapat diasumsikan. Penting untuk menjaga level konsentrasi yang tepat dan mencetak banyak gol. Ini sangat krusial, kami menciptakan banyak peluang dan mengalirkan bola. Permainan kami berjalan sangat baik,”ungkap Mancini dilansir football-italia.net.
Mancini juga melayankan pujian terhadap para pemain-pemain anyar seperti Leonardo Pavoletti dan Gianluca Mancini. Keduanya menjalani debutnya dengan impresif. pelatih berusia 54 tahun tersebut yakin jika konsisten, mereka memiliki masa depan yang cerah bersama Italia.
Kegembiraan begitu dirasakan Pavoletti. Masuk menggantikan Quagliarella di babak kedua, penyerang berusia 30 tahun tersebut langsung menyumbangkan gol. Namun, Pavoletti enggan jumawa. Dia berjanji akan bekerja keras agar kembali mendapatkan kesempatan memperkuat Italia.
Yang terdekat, Gli Azzurri akan berhadapan dengan Yunani di laga ketiga kualifikasi Grup J, 9 Juni mendatang. “Itu adalah malam yang indah dan saya memang menantikan momen sempurna seperti ini. Tugas saya adalah bermain bagus di klub sehingga saya siap ketika dipanggil kembali,”terangnya
Sukacita Italia menambah kesedihan Liechtenstein. Tren negatif berlanjut dimana mereka belum mampu meraih kemenangan di enam laga terakhir dengan rincian satu umbang dan lima kekalahan. Tim besutan Helgi Kolviðsson tersebut menghuni dasar klasemen sementara Grup J. Guna menjaga kans melaju ke putaran final Piala Eropa 2020, Liechtenstein tidak boleh terpeleset di laga-laga selanjutnya.
Sebelumnya, mereka juga belum pernah mencetak enam gol dalam satu laga selama 26 tahun. Takdir memang menjadikan Liechtenstein sebagai titik balik Italia. Sebelum, laga digelar, Giorgio Chiellini dkk hanya mampu mencetak dua gol per laga, sejak terakhir kali Italia menang 5-0 atas lawan yang sama di kualifikasi grup Piala Dunia 2018, Juni 2017.
Bukan hanya semakin subur mencetak gol, Mancini turut menghadirkan keseimbangan di sektor pertahanan. Tercatat, Italia sukses mencatatkan clean sheet dalam lima laga terakhir, sesuatu yang belum pernah dilakukan Italia sejak Juni 2005 di era Marcelo Lippi.
Dua kemenangan beruntun plus memuncaki klasemen sementara Grup J dengan enam poin mengindikasikan kejeniusan Mancini dalam mengelola tim. Pasalnya, sebelum menghadapi Liechtenstein, dia kehilangan Lorenzo Insigne, Federico Chiesa, Alessandro Florenzi, Cristiano Piccini, Stephan El Shaarawy, Nicolò Zaniolo dan Ciro Immobile yang cedera.
Namun, tujuh perubahan di starting line up tidak mengurangi kekuatan Italia. Terbukti, Gli Azzurri mendominasi laga. Mereka mengoyak gawang sang tamu enam kali yang masing-masing disumbangkan Stefano Sensi (17), Marco Verratti (32), Fabio Quagliarella (pen 35, 45+3), Moise Kean (69) dan Leonardo Pavoletti (76).
“Kami melakukan pendekatan yang tepat sejak awal laga. Kemenangan itu mungkin dapat diasumsikan. Penting untuk menjaga level konsentrasi yang tepat dan mencetak banyak gol. Ini sangat krusial, kami menciptakan banyak peluang dan mengalirkan bola. Permainan kami berjalan sangat baik,”ungkap Mancini dilansir football-italia.net.
Mancini juga melayankan pujian terhadap para pemain-pemain anyar seperti Leonardo Pavoletti dan Gianluca Mancini. Keduanya menjalani debutnya dengan impresif. pelatih berusia 54 tahun tersebut yakin jika konsisten, mereka memiliki masa depan yang cerah bersama Italia.
Kegembiraan begitu dirasakan Pavoletti. Masuk menggantikan Quagliarella di babak kedua, penyerang berusia 30 tahun tersebut langsung menyumbangkan gol. Namun, Pavoletti enggan jumawa. Dia berjanji akan bekerja keras agar kembali mendapatkan kesempatan memperkuat Italia.
Yang terdekat, Gli Azzurri akan berhadapan dengan Yunani di laga ketiga kualifikasi Grup J, 9 Juni mendatang. “Itu adalah malam yang indah dan saya memang menantikan momen sempurna seperti ini. Tugas saya adalah bermain bagus di klub sehingga saya siap ketika dipanggil kembali,”terangnya
Sukacita Italia menambah kesedihan Liechtenstein. Tren negatif berlanjut dimana mereka belum mampu meraih kemenangan di enam laga terakhir dengan rincian satu umbang dan lima kekalahan. Tim besutan Helgi Kolviðsson tersebut menghuni dasar klasemen sementara Grup J. Guna menjaga kans melaju ke putaran final Piala Eropa 2020, Liechtenstein tidak boleh terpeleset di laga-laga selanjutnya.
(don)