Kekalahan Ajax, Mourinho; Ten Hag Tak Antisipasi Perubahan Taktik
A
A
A
AMSTERDAM - Inilah sepak bola. Kadang, tak semuanya bisa dihitung dari teori statistik dan logika nalar manusia. Sepak bola memperlihatkan banyak sisi manusiawi yang bisa jadi pelajaran manusia. Contoh nyata terlihat di Johan Cruijff Arena, Kamis (9/5). Kemenangan 3-2 Tottenham Hotspur atas Ajax Amsterdam pada leg kedua semifinal Liga Champions, membuktikan sepak bola tidak melulu soal taktik dan strategi.
Gelandang Tottenham Christian Eriksen mengungkapkan segala macam perencanaan taktik seperti tidak berarti. Dia mengatakan, The Lilywhites hanya mengandalkan semangat juang dan bermain sepenuh hati melawan Ajax. “Ini adalah kinerja nontaktis, itu lebih dari pertarungan, lebih dari kinerja jantung, dan itulah bagaimana kami memenangkannya. Ini adalah permainan konyol,” ungkap Eriksen dilansir independent. Posisi Tottenham sejatinya memang sulit.
Kalah 0-1 pada leg pertama semifinal, Rabu (1/5), tim tamu dibuat deg-degan lantaran sempat tertinggal 0-2 dari Matthijs de Ligt (5) dan Hakim Ziyech (35). Namun, angin berpihak pada Tottenham di babak kedua.
Mereka berhasil bangkit dan memenangkan pertandingan lewat hattrick Lucas Moura (55, 59, 90+6). “Kami mencoba melawan dan kami hanya beruntung. Saya merasa kasihan pada Ajax, mereka memainkan pertandingan yang sangat bagus melawan kami,” kata Eriksen. Tottenham melenggang ke final dengan agregat 3-3. Pelatih Mauricio Pochettino tak kalah emosional.
Seusai pertandingan, dia tak kuasa menahan tangis hingga berlutut di tengah lapangan. Pochettino lantas memeluk semua pemainnya dan bergembira merayakan tiket final. Reputasinya sebagai pelatih papan atas Eropa pun semakin terang benderang.
“Terima kasih sepak bola, terima kasih para pemain. Saya memiliki skuad yang pantas disebut pahlawan. Performa kami di babak kedua luar biasa. Anda tidak akan menemukan tipe emosional seperti ini selain di sepak bola. Terima kasih kepada semua orang yang selalu percaya kepada kami. Sulit menjelaskan semua ini dengan kata-kata,” kata Pochettino.
Moura dianggapnya sebagai figur penting kemenangan Tottenham. Dari 47 penampilannya di semua kompetisi, Moura telah menyumbangkan 15 gol. Itu membuat The Lilywhites tetap kompetitif tanpa diperkuat Harry Kane yang mengalami cedera. “Saya sangat bahagia dan bangga dengan rekan-rekan setim. Kami selalu percaya bahwa semuanya bisa terjadi dan kami memberikan kemampuan terbaik di lapangan. Kami adalah keluarga,” ujarnya.
Mantan pelatih Chelsea, Jose Mourinho, memiliki penilaian lain. Menurut dia, kekalahan Ajax terjadi karena Erik Ten Hag tidak siap mengantisipasi perubahan taktik yang dilakukan Pochettino. Mourinho saat menjadi komentator di Bein Sports mengatakan, laga Ajax versus Tottenham adalah pertempuran antara filosofi melawan strategi.
“Pada akhirnya strategi yang menang,” katanya. Filosofi, ujar Mourinho, membawa Ajax sampai ke semifinal dan pantas mendapatkan kredit untuk itu semua. Tapi, pertandingan sepak bola adalah tentang pertarungan yang butuh taktik dan strategi.
Soal ini Pochettino lebih baik dari Ten Hag. Salah satu nya adalah strategi Pochettino memasukkan Fernando Llorente di babak kedua. Menurut dia, Daley Blind gagap mengantisipasi Llorente yang bisa menjadi penyambung dari perubahan stra tegi bola-bola panjang Tottenham.
“Blind tidak bisa menghentikan Llorente, pertahanan mereka tidak bisa mengantisipasi bola panjang. Llorente bisa menjadi tembok. Akhirnya strategi mengalahkan filosofi. Tapi pada akhirnya, ini adalah dua pertandingan luar biasa dan pelajaran untuk kehidupan,” kata mantan arsitek Real Madrid itu. Lolosnya Tottenham dan Liverpool memastikan terciptanya All England final.
Ini merupakan ketiga kalinya dua klub Inggris bersua di final kompetisi Eropa setelah final Piala UEFA 1972 (Tottenham vs Wolverhampton Wanderers) dan final Liga Champions 2008 (Manchester United vs Chelsea). Sedangkan de Godenzonen gagal merintis jalan menjadi juara Liga Champions setelah musim 1994/1995.
Ajax terhenti di semifinal kedua kalinya setelah musim 1995/1996. Kesedihan dirasakan Erik Ten Hag. “Inilah sisi kejam sepak bola yang harus kami pikul pada pertandingan kali ini. Padahal kami sudah begitu dekat untuk tampil ke final,” tutur Ten Hag.
Gelandang Tottenham Christian Eriksen mengungkapkan segala macam perencanaan taktik seperti tidak berarti. Dia mengatakan, The Lilywhites hanya mengandalkan semangat juang dan bermain sepenuh hati melawan Ajax. “Ini adalah kinerja nontaktis, itu lebih dari pertarungan, lebih dari kinerja jantung, dan itulah bagaimana kami memenangkannya. Ini adalah permainan konyol,” ungkap Eriksen dilansir independent. Posisi Tottenham sejatinya memang sulit.
Kalah 0-1 pada leg pertama semifinal, Rabu (1/5), tim tamu dibuat deg-degan lantaran sempat tertinggal 0-2 dari Matthijs de Ligt (5) dan Hakim Ziyech (35). Namun, angin berpihak pada Tottenham di babak kedua.
Mereka berhasil bangkit dan memenangkan pertandingan lewat hattrick Lucas Moura (55, 59, 90+6). “Kami mencoba melawan dan kami hanya beruntung. Saya merasa kasihan pada Ajax, mereka memainkan pertandingan yang sangat bagus melawan kami,” kata Eriksen. Tottenham melenggang ke final dengan agregat 3-3. Pelatih Mauricio Pochettino tak kalah emosional.
Seusai pertandingan, dia tak kuasa menahan tangis hingga berlutut di tengah lapangan. Pochettino lantas memeluk semua pemainnya dan bergembira merayakan tiket final. Reputasinya sebagai pelatih papan atas Eropa pun semakin terang benderang.
“Terima kasih sepak bola, terima kasih para pemain. Saya memiliki skuad yang pantas disebut pahlawan. Performa kami di babak kedua luar biasa. Anda tidak akan menemukan tipe emosional seperti ini selain di sepak bola. Terima kasih kepada semua orang yang selalu percaya kepada kami. Sulit menjelaskan semua ini dengan kata-kata,” kata Pochettino.
Moura dianggapnya sebagai figur penting kemenangan Tottenham. Dari 47 penampilannya di semua kompetisi, Moura telah menyumbangkan 15 gol. Itu membuat The Lilywhites tetap kompetitif tanpa diperkuat Harry Kane yang mengalami cedera. “Saya sangat bahagia dan bangga dengan rekan-rekan setim. Kami selalu percaya bahwa semuanya bisa terjadi dan kami memberikan kemampuan terbaik di lapangan. Kami adalah keluarga,” ujarnya.
Mantan pelatih Chelsea, Jose Mourinho, memiliki penilaian lain. Menurut dia, kekalahan Ajax terjadi karena Erik Ten Hag tidak siap mengantisipasi perubahan taktik yang dilakukan Pochettino. Mourinho saat menjadi komentator di Bein Sports mengatakan, laga Ajax versus Tottenham adalah pertempuran antara filosofi melawan strategi.
“Pada akhirnya strategi yang menang,” katanya. Filosofi, ujar Mourinho, membawa Ajax sampai ke semifinal dan pantas mendapatkan kredit untuk itu semua. Tapi, pertandingan sepak bola adalah tentang pertarungan yang butuh taktik dan strategi.
Soal ini Pochettino lebih baik dari Ten Hag. Salah satu nya adalah strategi Pochettino memasukkan Fernando Llorente di babak kedua. Menurut dia, Daley Blind gagap mengantisipasi Llorente yang bisa menjadi penyambung dari perubahan stra tegi bola-bola panjang Tottenham.
“Blind tidak bisa menghentikan Llorente, pertahanan mereka tidak bisa mengantisipasi bola panjang. Llorente bisa menjadi tembok. Akhirnya strategi mengalahkan filosofi. Tapi pada akhirnya, ini adalah dua pertandingan luar biasa dan pelajaran untuk kehidupan,” kata mantan arsitek Real Madrid itu. Lolosnya Tottenham dan Liverpool memastikan terciptanya All England final.
Ini merupakan ketiga kalinya dua klub Inggris bersua di final kompetisi Eropa setelah final Piala UEFA 1972 (Tottenham vs Wolverhampton Wanderers) dan final Liga Champions 2008 (Manchester United vs Chelsea). Sedangkan de Godenzonen gagal merintis jalan menjadi juara Liga Champions setelah musim 1994/1995.
Ajax terhenti di semifinal kedua kalinya setelah musim 1995/1996. Kesedihan dirasakan Erik Ten Hag. “Inilah sisi kejam sepak bola yang harus kami pikul pada pertandingan kali ini. Padahal kami sudah begitu dekat untuk tampil ke final,” tutur Ten Hag.
(don)