BOPI Minta PASI Proaktif Bina Stakeholder Lari
A
A
A
JAKARTA - Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) hari ini resmi memanggil Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) dan RUN ID, sebagai penyelenggara berbagai perlombaan lari di Indonesia untuk dimintai keterangan terkait jatuhnya korban meninggal dunia pada lari marathon. Dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (17/9/2019), BOPI membeberkan ada enam korban kehilangan nyawa selama mengikuti lomba lari selama satu tahun terakhir.
"Ada enam orang kehilangan nyawa dalam lomba lari di Indonesia selama 12 bulan terakhir. Ini menjadi perhatian serius kita. Dari sudut pandang pemerintah, kami mau duduk bersama agar hal serupa tidak terulang lagi," kata Ketua Umum BOPI, Richard Sam Bera dalam keterangan persnya.
Insiden terbaru terjadi pada Maybank Bali Marathon, 8 September 2019 lalu. Pada kegiatan itu pelari asal Jepang, Atsushi Ono (58 tahun) meninggal dunia di kawasan Gianyar. Peristiwa peserta meninggal dunia saat mengikuti kegiatan Bali Marathon bukan kali ini saja terjadi.
Tahun lalu, di acara serupa ada peserta meninggal dunia sebelum mencapai garis finis, yakni Denny Handoyo, 50 tahun. Sementara itu, pada awal Agustus 2019, perhelatan Surabaya Marathon 2019 menelan korban dua orang meninggal dunia, yakni jurnalis senior Malang Husnun Nadhor Djuraid (60), dan Oentong P Setiono (55), warga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Richard Sam Bera menekankan pertemuan ini bukan bermaksud mencari siapa yang salah pada insiden di berbagai perlombaan lari. "Tapi lebih kepada bagaimana memperbaiki tata kelola olahraga lari di Indonesia," katanya.
Dalam pertemuan ini, Wakil Kepala Bidang Organisasi PB PASI, Umaryono menjelaskan bahwa secara prosedural, sebenarnya penyelenggaraan Maybank Bali Marathon 2019 sudah memenuhi berbagai persyaratan. "Kesiapan cukup memadai, apalagi even ini mengejar predikat ‘bronze’ pada kalender lari dunia. Penyelenggara menyiapkan delegasi teknis IAAF dari Jepang. Demikian pula penyediaan toilet, sarana kesehatan, dan lain-lain," katanya.
Penjelasan serupa disampaikan Direktur Run ID Bertha Gani. "Pada penyelenggaraan Maybank Bali Marathon 2019, kami menyiapkan kelengkapan medis lebih dari rata-rata, misalnya 10 mobil ambulans dan 15 mobil motor ambulans sesuai zona," paparnya.
Dalam pertemuan ini hadir pula Arie Sutopo. Dokter pakar kesehatan olahraga itu memaparkan penelitian adanya korban meninggal di lari jarak jauh di Inggris dan Amerika Serikat. "Kalau dirata-rata, usia korban sekitar 42 tahun, dengan 80 persen di antaranya laki-laki. Penyebab kematian umumnya kardiomiopati hopertrofi," ungkapnya.
Richard pun memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak memaksakan diri jika mengikuti lomba serupa, terutama pada jenis olahraga-olahraga ketahanan (endurance sports), apalagi banyak alasan keikutsertaan peserta tersebut hanya semata-mata untuk prestige atau ekssistensi di media sosial.
"Secara teknis cuaca, menjadi peserta full marathon di daerah tropis sangat berat. Apalagi kalau ditambah kondisi personalnya kurang baik," sambung Richard.
Hal lain yang disoroti dalam penyelenggaraan kejuaraan lari di Indonesia yakni keterlibatan atlet lari dari Afrika, terutama Kenya, terutama terkait visa dan pajak pemenang. "Juga jangan sampai keikutsertaan pelari asing ini menutup kans prestasi bagi atlet-atlet nasional kita. Euforia lomba lari begitu terasa, tapi mengapa tidak berbanding lurus dengan prestasi atlet lari jarak jauh kita?."
Richard meminta federasi harus proaktif melakukan pembinaan kepada seluruh stakeholder lari, mulai komunitas dan juga event organizer. Tujuannya untuk menjalankan olahraga di Indonesia berjalan dengan aman. "Yang mengetahui teknis kan federasi untuk memikirkan pembinaan dan pembibitan yang berujung prestasi olahraga Indonesia. Tugas kita bersama supaya olahraga bisa aman dan gaya hidup olahraga yang sehat," pungkasnya.
"Ada enam orang kehilangan nyawa dalam lomba lari di Indonesia selama 12 bulan terakhir. Ini menjadi perhatian serius kita. Dari sudut pandang pemerintah, kami mau duduk bersama agar hal serupa tidak terulang lagi," kata Ketua Umum BOPI, Richard Sam Bera dalam keterangan persnya.
Insiden terbaru terjadi pada Maybank Bali Marathon, 8 September 2019 lalu. Pada kegiatan itu pelari asal Jepang, Atsushi Ono (58 tahun) meninggal dunia di kawasan Gianyar. Peristiwa peserta meninggal dunia saat mengikuti kegiatan Bali Marathon bukan kali ini saja terjadi.
Tahun lalu, di acara serupa ada peserta meninggal dunia sebelum mencapai garis finis, yakni Denny Handoyo, 50 tahun. Sementara itu, pada awal Agustus 2019, perhelatan Surabaya Marathon 2019 menelan korban dua orang meninggal dunia, yakni jurnalis senior Malang Husnun Nadhor Djuraid (60), dan Oentong P Setiono (55), warga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Richard Sam Bera menekankan pertemuan ini bukan bermaksud mencari siapa yang salah pada insiden di berbagai perlombaan lari. "Tapi lebih kepada bagaimana memperbaiki tata kelola olahraga lari di Indonesia," katanya.
Dalam pertemuan ini, Wakil Kepala Bidang Organisasi PB PASI, Umaryono menjelaskan bahwa secara prosedural, sebenarnya penyelenggaraan Maybank Bali Marathon 2019 sudah memenuhi berbagai persyaratan. "Kesiapan cukup memadai, apalagi even ini mengejar predikat ‘bronze’ pada kalender lari dunia. Penyelenggara menyiapkan delegasi teknis IAAF dari Jepang. Demikian pula penyediaan toilet, sarana kesehatan, dan lain-lain," katanya.
Penjelasan serupa disampaikan Direktur Run ID Bertha Gani. "Pada penyelenggaraan Maybank Bali Marathon 2019, kami menyiapkan kelengkapan medis lebih dari rata-rata, misalnya 10 mobil ambulans dan 15 mobil motor ambulans sesuai zona," paparnya.
Dalam pertemuan ini hadir pula Arie Sutopo. Dokter pakar kesehatan olahraga itu memaparkan penelitian adanya korban meninggal di lari jarak jauh di Inggris dan Amerika Serikat. "Kalau dirata-rata, usia korban sekitar 42 tahun, dengan 80 persen di antaranya laki-laki. Penyebab kematian umumnya kardiomiopati hopertrofi," ungkapnya.
Richard pun memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak memaksakan diri jika mengikuti lomba serupa, terutama pada jenis olahraga-olahraga ketahanan (endurance sports), apalagi banyak alasan keikutsertaan peserta tersebut hanya semata-mata untuk prestige atau ekssistensi di media sosial.
"Secara teknis cuaca, menjadi peserta full marathon di daerah tropis sangat berat. Apalagi kalau ditambah kondisi personalnya kurang baik," sambung Richard.
Hal lain yang disoroti dalam penyelenggaraan kejuaraan lari di Indonesia yakni keterlibatan atlet lari dari Afrika, terutama Kenya, terutama terkait visa dan pajak pemenang. "Juga jangan sampai keikutsertaan pelari asing ini menutup kans prestasi bagi atlet-atlet nasional kita. Euforia lomba lari begitu terasa, tapi mengapa tidak berbanding lurus dengan prestasi atlet lari jarak jauh kita?."
Richard meminta federasi harus proaktif melakukan pembinaan kepada seluruh stakeholder lari, mulai komunitas dan juga event organizer. Tujuannya untuk menjalankan olahraga di Indonesia berjalan dengan aman. "Yang mengetahui teknis kan federasi untuk memikirkan pembinaan dan pembibitan yang berujung prestasi olahraga Indonesia. Tugas kita bersama supaya olahraga bisa aman dan gaya hidup olahraga yang sehat," pungkasnya.
(sha)