Ratu Grand Slam Martin Hingis Didaulat Jadi Legenda Final WTA
A
A
A
SHENZHEN - 40 hari menuju Final WTA 2019 di Shenzhen, Women Tennis Association (WTA) mengumumkan Martina Hingis menjadi duta legenda event penutup musim ini. Mantan petenis No.1 dunia dan 25 kali juara Grand Slam itu didaulat menjadi duta legenda Final WTA yang akan dimainkan di Shenzhen, China, pada 27 Oktober hingga 3 November mendatang.
Penunjukan Ratu Grand Slam Martina Hingis sebagai duta legenda Final WTA tidak lepas dari prestasi yang diraihnya dalam dua dekade. Petenis cantik Swiss itu meraih 43 gelar tunggal, termasuk lima trofi Grand Slam, salah satunya sebagai petenis termuda Grand Slam saat juara Australian Open 1997 di usia 16 tahun 3 bulan. Tak lama setelah itu, dia naik menjadi No.1 dunia termuda dalam Rangking WTA hingga 209 pekan.
Hingis juga mengoleksi 64 gelar ganda (termasuk 13 Grand Slam) dan lima trofi ganda campuran. Secara total, dia pernah menduduki posisi No.1 dunia di nomor ganda. Hingis tercatat menjadi satu di antara enam petenis yang mampu menjadi petenis No.1 di tunggal dan ganda secara bersamaan.
Di antara koleksi gelar Hingis adalah dua trofi tunggal Final WTA; pada 1998 mengalahkan Lindsay Davenport dan tahun 2000 menundukkan Monica Seles. Dia juga meraih tiga gelar ganda pada 1999 dan 2000 berpasangan dengan Anna Kournikova dan 2015 berduet dengan Sania Mirza. Hingis mengumumkan mundur dari tur di Final WTA 2017 di Singapura ketika dia masih menempati peringkat 1 dunia bersama Latisha Chan.
Setelah melahirkan anak perempuan, Lia, pada Februari 2019, Hingis kembali beraktivitas di WTA dengan peran barunya. Peran itu membuatnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan komunitas dan penggemar, menggelar kilinik teknis dan berinteraksi dengan penggemar.
"Ini adalah waktu yang menyenangkan bagi WTA di China dan saya senang menjadi bagian dari Final WTA. Saya memiliki kenangan luar biasa bermain di depan penggemar saya di China. Saya selalu menikmati berkompetisi di China, jadi saya menantikan pengalaman baru dan bertemu penggemar di Shenzen. Tentu, saya tidak sabar menunggu untuk melihat para petenis elite tunggal dan ganda beraksi di lapangan,’’papar Hingis.
Penunjukan Ratu Grand Slam Martina Hingis sebagai duta legenda Final WTA tidak lepas dari prestasi yang diraihnya dalam dua dekade. Petenis cantik Swiss itu meraih 43 gelar tunggal, termasuk lima trofi Grand Slam, salah satunya sebagai petenis termuda Grand Slam saat juara Australian Open 1997 di usia 16 tahun 3 bulan. Tak lama setelah itu, dia naik menjadi No.1 dunia termuda dalam Rangking WTA hingga 209 pekan.
Hingis juga mengoleksi 64 gelar ganda (termasuk 13 Grand Slam) dan lima trofi ganda campuran. Secara total, dia pernah menduduki posisi No.1 dunia di nomor ganda. Hingis tercatat menjadi satu di antara enam petenis yang mampu menjadi petenis No.1 di tunggal dan ganda secara bersamaan.
Di antara koleksi gelar Hingis adalah dua trofi tunggal Final WTA; pada 1998 mengalahkan Lindsay Davenport dan tahun 2000 menundukkan Monica Seles. Dia juga meraih tiga gelar ganda pada 1999 dan 2000 berpasangan dengan Anna Kournikova dan 2015 berduet dengan Sania Mirza. Hingis mengumumkan mundur dari tur di Final WTA 2017 di Singapura ketika dia masih menempati peringkat 1 dunia bersama Latisha Chan.
Setelah melahirkan anak perempuan, Lia, pada Februari 2019, Hingis kembali beraktivitas di WTA dengan peran barunya. Peran itu membuatnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan komunitas dan penggemar, menggelar kilinik teknis dan berinteraksi dengan penggemar.
"Ini adalah waktu yang menyenangkan bagi WTA di China dan saya senang menjadi bagian dari Final WTA. Saya memiliki kenangan luar biasa bermain di depan penggemar saya di China. Saya selalu menikmati berkompetisi di China, jadi saya menantikan pengalaman baru dan bertemu penggemar di Shenzen. Tentu, saya tidak sabar menunggu untuk melihat para petenis elite tunggal dan ganda beraksi di lapangan,’’papar Hingis.
(aww)