Cerita Taufik Krisna Melawan Stigma Negatif Olahraga Bela Diri

Rabu, 20 November 2019 - 06:00 WIB
Cerita Taufik Krisna Melawan Stigma Negatif Olahraga Bela Diri
Cerita Taufik Krisna Melawan Stigma Negatif Olahraga Bela Diri
A A A
JAKARTA - Mantan atlet nasional taekwondo Indonesia, Taufik Krisna, saat ini fokus mengasuh anak didiknya di sasana bela diri asuhan Iko Uwais di Bekasi. Menurut Krisna, memperkenalkan olahraga kepada anak-anak merupakan hal yang penting dan menyenangkan.

Berbincang bersama SINDOnews di sasana bela diri THUNDER11 Centre of Martial Arts -tak jauh dari Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Selasa (19/11/2019), Krisna menekankan pentingnya olahraga motorik bagi anak. Menurutnya, olahraga motorik akan mengikis 'efek samping' dari kemajuan zaman.

Ia mengambil contoh maraknya penggunaan gawai dan konsumsi makanan cepat saji pada anak. Kata Taufik, jika diimbangi dengan olahraga, efek samping yang ditakutkan bisa dihindari. Berangkat dari sana, ia memutuskan menjadi pelatih olahraga bela diri.
Cerita Taufik Krisna Melawan Stigma Negatif Olahraga Bela Diri

Sayangnya, lanjut Taufik, masih banyak orang tua di Indonesia yang terperangkap pada stigma yang memandang bahwa olahraga bukan sesuatu hal yang patut ditekuni, apalagi olahraga bela diri. Tak banyak orang tua yang merelakan anaknya merintis jalan sebagai seorang atlet.

Padahal, pemerintah Indonesia ia yakini semakin memperhatikan kesejahteraan atlet. Taufik pun berharap, kelak, stigma negatif seperti itu bisa terkikis dan habis.

Taufik juga membagi pengalamannya semasa menjadi seorang atlet (serta pengalaman atlet lain) ketika membawa nama Merah Putih di panggung dunia lewat olahraga bela diri. Dia mengambil contoh, medali emas pertama Indonesia di Asian Games 2018 disumbang Defia Rosmaniar lewat cabang Taekwondo nomor tunggal putri poomsae.

Pria yang juga mantan pelatih taekwondo putri Indonesia itu mengatakan, ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari olahraga bela diri. Manfaat tersebut antara lain; meningkatnya kecerdasan emosional, kemampuan motorik, kemampuan mempertahankan diri, hidup sehat, hingga datangnya prestasi yang mengangkat nama bangsa.

Untuk lebih lengkapnya, berikut petikan wawancara SINDOnews bersama pria yang akrab disapa coach Taufik:

Bagaimana Anda pertama kali bersentuhan dengan olahraga bela diri?
Saya mantan atlet dan taekwondo Indonesia. Saya mulai menekuni olahraga bela diri taekwondo waktu usia 7-8 tahun (2 SD) waktu itu saya bergabung ikut olahraga taekwondo di Bandung (Jawa Barat).

Seperti apa bentuk dukungan keluarga?
Ada cerita unik. Sebenarnya yang mendukung orang tua (sudah pasti). Cerita uniknya begini, waktu kecil itu saya pribadi yang penakut, pengecut, dan manja, jadi sudah bahan bully teman-teman aja sebelum menekuni taekwondo ini. Makanya orang tua saya menyuruh saya untuk ikut bela diri biar bisa self defense, biar tidak terlalu penakut.
Enggak instan juga sih, karena proses ya. Enggak mungkin latihan sebulan langsung jago. Lama kelamaan tertanamlah karakter keolahragaan dan bela diri dan itu menjadi kepribadian saya saat ini. Yang saya rasain sih seperti itu.


Apa bergabung dengan tempat latihan seperti Thunder11 semasa di Bandung?
Dulu sama ada tempat seperti ini (Thunder11). Ada klub di Cimahi (Bandung) saya ikut dari kelas 2 SD. Ini salah satu keuntungan olahraga selain prestasi. Ternyata tanpa disadari dengan olahraga ini saya jadi banyak teman, bisa bersosialisasi, bisa bekerjasama, mandiri, percaya diri dan banyak lah manfaat dari olahraga ini selain prestasi akademik.

Ceritakan ketika Anda pertama kali ikut kejuaraan/turnamen?
Zaman saya masih aktif dulu (Kelas 2 SD) atau masih kecil, dulu itu masih jarang sekali kompetisi taekwondo. Jadi setahun cuma sekali. Dulu pertama kali ikut kejuaraan taekwondo di usia 15-16 tahun.

Kenapa tertarik menjadi pelatih di Thunder11 asuhan Iko Uwais?
Ya. Saya melihat visi dan misi Thunder11 ini, terutama mas Iko sangat konsen membangun generasi muda Indonesia lewat olahraga bela diri ini. Saya merasa kompeten di bidang ini dan saya ingin membantu dan saya juga yakin mengembangkan bela diri dan olahraga ini menjadi pondasi untuk generasi-generasi muda.

Ketika menerima tawaran Iko Uwais, apakah Anda terkejut diminta melatih anak-anak?
Enggak sih. Justru (olahraga) ini (membentuk mereka jadi, red) anak yang baik. Kecenderungannya sekarang mereka (anak-anak) itu lebih tidak mau bergerak. Mereka pasif cuma bermain game (gadget), disuruh olahraga tidak bisa.
Keberadaan Thunder11 ini ingin jadi wadah sosialisasi pentingnya olahraga untuk anak-anak terutama, remaja, dewasa juga mengenal Self Defense. Karena sebagai naluriah (alami) manusia, kita butuh bergerak sebetulnya.
Dibandingkan dengan negara lain, usia mereka cenderung lebih panjang. Usia 60-70 masih sehat, karena produsen-produsen kendaraan mereka tidak memakai, seperti di Jepang dan Korea. Ini yang ingin Thunder11 konsen kan dan sosialisasikan kepada masyarakat bahwa olahraga ini penting untuk menjadi dasar kehidupan manusia.
Jadi tingkat kesetaraan antara pendidikan administrasi dan olahraga itu sama. Di Negara kita belum, olahraga ini hanya sebagai ekstra-kurikuler di sekolah.

Lebih menikmati melatih anak-anak di Thunder11 atau di tim nasional?
Sama. Karena di Timnas harus mencoba meng-create atau menciptakan prestasi. Di Thunder11 saya berusaha membuat pondasi dengan mengarahkan orang-orang untuk berolahraga untuk mengambil sisi positif olahraga di masyarakat. Daripada ikut tawuran, narkoba. Jadi alangkah positifnya olahraga ini untuk dibandingkan ke arah sana.

Tantangannya?

Sosialisasi. Maksudnya, Thunder11 berusaha membuka mindset orang tua terhadap dunia olahraga, terutama untuk menjadi atlet. Padahal tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, ada banyak benefit yang akan diterima ketika kita menekuni olahraga.
Sekarang untuk mencari masa depan dari olahraga sangat bisa. Pemerintah Indonesia sampai sekarang sangat bagus perhatian sama para olahragawan. Saya PNS Kemenpora melalui jalur prestasi. Itu salah satu bentuk perhatian pemerintah bahwa olahraga sekarang ini bisa membuka masa depan anak.
Beasiswa misalnya. Itu juga ada jalur prestasi. Inilah tantangan saya dan pemerintah mungkin ya. Harusnya kita lebih gencar menyosialisasikan betapa pentingnya olahraga untuk kehidupan masyarakat. Kalau pun tidak berprestasi kita kan punya karakter yang baik dari olahraga. Kita punya sportivitas, daya juang. Ini yang belum banyak diketahui para orang tua. Ini jadi tugas kita.
Intinya, saya enjoy bekerja sebagai pelatih pelatnas. Tapi saya akhirnya berpikir betapa lebih banyak orang-orang yang butuh pandangan-pandangan tentang olahraga seperti ini. Makanya saya mencoba dari top level ke fundamental. Saya membangun pondasi dari awal. Karena pondasi itu penting. Saya ingin membangun pondasi itu dari sini. Mungkin kalau mereka sadar dan berminat untuk bergabung, alangkah bagusnya pondasi kita ini.
Yang perlu digarisbawahi bahwa mundurnya saya dari Pelatnas bukan karena kesejahteraan. Karena saya cuma ingin lebih mengembangkan olahraga di masyarakat.
Kalau di sini (Thunder11) saya bisa menyosialisasikan olahraga ini (taekwondo, Pencak Silat, dan Aikido). Kalau hanya ingin mencari kesejahteraan bisa dapat dari olahraga.

Bagaimana membagi waktu pekerjaan dengan keluarga?
Saya tidak ada masalah sama sekali.
Bagaimana Seni Bela Diri Bisa Membentuk Karakter Positif dari Individu?Banyak sih, terutama di Thunder11 ini saya selalu menanamkan ke pelatih dan para member bahwa kita harus selalu menjaga kesopanan. Di sini (Thunder11) dan ternyata attitude itu sangat penting ketika kita berada di kehidupan nyata.
Betapa pentingnya attitude. Itulah salah satu poin penting atau hal positif yang diajarkan seperti memiliki daya saing dan daya juang.
Bagaimana Pandangan Coach Taufik mengenai Generasi Milenial tentang Bela Diri di Indonesia?
Tak hanya taekwondo saja. Untuk generasi milenial. Jadi motivasi itu ada dua aspek. Pertama, Internal dan kedua eksternal.
Pertama kita dorong dulu eksternalnya ini. Daripada nongkrong-nongkrong di mall dan di kafe yang menghabiskan uang. Belum lagi jika mereka melakukan tindakan yang negatif yang membuat miris orang tua. Ayokah kita dorong generasi milenial ini untuk berolahraga dan membuat hal positif di sini (Thunder11).

Seperti apa kesulitan mengubah cara pandang masyarakat terhadap olahraga bela diri?
Pasti ada. Maka dari itu, ini salah satu upaya kita. Walaupun banyak kendala, tapi kita harus bergerak. Kalau kita tidak bergerak siapa yang bergerak. Apakah akan dibiarkan begitu saja, hilang dong olahraga tradisional seperti pencak silat. (Oleh karena itu) metode kami di Thunder11 berbeda dengan di tempat lain. Lebih ke arah yang menyenangkan. Itu yang kita terapkan di sini. Di tempat kami sudah ada 150 lebih siswa sejak berdiri tahun lalu.
(sha)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2613 seconds (0.1#10.140)