Persik gagal total, gaji pun nyantol
A
A
A
Sindonews.com - Persik Kediri terus terlelap dalam 'tidur panjang' di persepakbolaan nasional. Tekad
untuk promosi ke kompetisi level satu yang digelorakan di awal musim lalu, terpaksa harus dikubur dalam-dalam setelah tim asuhan Djoko Malis gagal total di Divisi Utama.
Jangankan untuk lolos, masuk playoff perebutan tiket promosi pun Macan Putih tidak mampu. Tiga musim berada di kompetisi kasta kedua sebenarnya terlalu lama bagi tim yang pernah merajai pentas Divisi Utama 2003 dan 2006 silam (sebelum era ISL). Masa depan Persik pun bertambah kabur.
Faktor finansial yang seret di beberapa musim terakhir menjadi pemicu sulitnya tim ini merangkak naik. Tidak lagi didanai sponsor besar macam PT Gudang Garam, Persik terpaksa harus merger dengan Minangkabau FC demi mendapatkan asupan dana dari Konsorsium IPL.
Ditinggal pelatih sekaliber Jaya Hartono sebelum Divisi Utama 2012 bergulir, menjadi tambahan derita
bagi Persik. Minimnya sokongan anggaran juga membuat Persik cukup memanfaatkan mayoritas pemain muda lokal dan pemain asing dengan kualitas nomor sekian.
Apesnya, penguasaan saham oleh konsorsium ternyata tak menjamin kelanggengan neraca keuangan tim Ungu. Buktinya, hingga kini gaji pemain belum terbayar. Ini merupakan problem massal yang dihadapi klub-klub di bawah penguasaan Konsorsium LPI.Hingga kini pemain Persik masih menunggu pembayaran gaji yang menjadi tanggungan konsorsium.
“Ya, pemain belum menerima gaji. Rencananya pertengahan Juli ini kami berkumpul untuk membahas itu,” kata pelatih kiper Persik Syukrian tanpa merinci berapa besar kekurangan itu.
Pastinya, persoalan gaji tidak hanya dihadapi para pemain, tapi juga staf pelatih. Terpaksa pemain melakukan berbagai cara untuk menopang kebutuhan ekonomi, di antaranya menggadaikan barang atau mengikuti sepakbola antar kampung (tarkam) demi memperoleh pendapatan.
Ibaratnya sekarang Persik menderita penyakit komplikasi. Gagal di Divisi Utama, krisis finansial sekaligus keterlambatan gaji, sekaligus persiapan musim depan yang tidak jelas. Manajemen sendiri belum bersedia berkomentar terkait bagaimana konsep maupun visi tim untuk musim selanjutnya.
Kendati dikabarkan sempat memperpanjang kontrak pemain berbakat seperti Faris Aditama, Muhammad Anshori dan Tamsil, Persik menyimpan pekerjaan rumah (PR) besar terkait finansial. Keterlambatan dana konsorsium menjadi pelajaran bahwa Persik tak bisa lagi bergantung pada si pemilik saham.
''Kami khawatir kalau Persik terlalu lama di Divisi Utama akan memengaruhi mental pemain dan semakin sulit masuk ke kompetisi tertinggi. Penonton pun mulai bosan jika Persik hanya bertanding di Divisi Utama. Jadi ini peringatan besar bagi Persik untuk lebih serius musim depan,” cetus Didit Cahyadi, 27, Persikmania asal Mojoroto.
Kegelisahan Persikmania sebenarnya sudah mengapung awal musim lalu. Persik cenderung lambat dalam mempersiapkan tim, baik perekrutan pelatih setelah ditinggal Jaya Hartono maupun dalam belanja pemain. Penyebabnya lagi-lagi persoalan kas klub yang kosong melompong.
untuk promosi ke kompetisi level satu yang digelorakan di awal musim lalu, terpaksa harus dikubur dalam-dalam setelah tim asuhan Djoko Malis gagal total di Divisi Utama.
Jangankan untuk lolos, masuk playoff perebutan tiket promosi pun Macan Putih tidak mampu. Tiga musim berada di kompetisi kasta kedua sebenarnya terlalu lama bagi tim yang pernah merajai pentas Divisi Utama 2003 dan 2006 silam (sebelum era ISL). Masa depan Persik pun bertambah kabur.
Faktor finansial yang seret di beberapa musim terakhir menjadi pemicu sulitnya tim ini merangkak naik. Tidak lagi didanai sponsor besar macam PT Gudang Garam, Persik terpaksa harus merger dengan Minangkabau FC demi mendapatkan asupan dana dari Konsorsium IPL.
Ditinggal pelatih sekaliber Jaya Hartono sebelum Divisi Utama 2012 bergulir, menjadi tambahan derita
bagi Persik. Minimnya sokongan anggaran juga membuat Persik cukup memanfaatkan mayoritas pemain muda lokal dan pemain asing dengan kualitas nomor sekian.
Apesnya, penguasaan saham oleh konsorsium ternyata tak menjamin kelanggengan neraca keuangan tim Ungu. Buktinya, hingga kini gaji pemain belum terbayar. Ini merupakan problem massal yang dihadapi klub-klub di bawah penguasaan Konsorsium LPI.Hingga kini pemain Persik masih menunggu pembayaran gaji yang menjadi tanggungan konsorsium.
“Ya, pemain belum menerima gaji. Rencananya pertengahan Juli ini kami berkumpul untuk membahas itu,” kata pelatih kiper Persik Syukrian tanpa merinci berapa besar kekurangan itu.
Pastinya, persoalan gaji tidak hanya dihadapi para pemain, tapi juga staf pelatih. Terpaksa pemain melakukan berbagai cara untuk menopang kebutuhan ekonomi, di antaranya menggadaikan barang atau mengikuti sepakbola antar kampung (tarkam) demi memperoleh pendapatan.
Ibaratnya sekarang Persik menderita penyakit komplikasi. Gagal di Divisi Utama, krisis finansial sekaligus keterlambatan gaji, sekaligus persiapan musim depan yang tidak jelas. Manajemen sendiri belum bersedia berkomentar terkait bagaimana konsep maupun visi tim untuk musim selanjutnya.
Kendati dikabarkan sempat memperpanjang kontrak pemain berbakat seperti Faris Aditama, Muhammad Anshori dan Tamsil, Persik menyimpan pekerjaan rumah (PR) besar terkait finansial. Keterlambatan dana konsorsium menjadi pelajaran bahwa Persik tak bisa lagi bergantung pada si pemilik saham.
''Kami khawatir kalau Persik terlalu lama di Divisi Utama akan memengaruhi mental pemain dan semakin sulit masuk ke kompetisi tertinggi. Penonton pun mulai bosan jika Persik hanya bertanding di Divisi Utama. Jadi ini peringatan besar bagi Persik untuk lebih serius musim depan,” cetus Didit Cahyadi, 27, Persikmania asal Mojoroto.
Kegelisahan Persikmania sebenarnya sudah mengapung awal musim lalu. Persik cenderung lambat dalam mempersiapkan tim, baik perekrutan pelatih setelah ditinggal Jaya Hartono maupun dalam belanja pemain. Penyebabnya lagi-lagi persoalan kas klub yang kosong melompong.
(wbs)