Hore, gaji pemain Persebaya IPL tidak dirasionalisasi
A
A
A
Sindonews.com - Angin segar mulai berembus di tubuh Persebaya IPL. Setelah menjanjikan latihan akan digelar pekan depan, tim berjuluk Bleduk Ijo juga memastikan gaji para pemain aman.
Sebelumnya sempat muncul dugaan gaji Erol Iba dkk akan terkena rasionaliasi akibat keluarnya keputusan financial fair play. Seperti diketahui, PT LPIS, melakukan batasan maksimal pengeluaran sebuah klub di tim Indonesian Premier League (IPL) yakni, Rp 12 miliar.
Masalahnya, sebelum keluar financial fair play Persebaya sudah lebih dulu menganggarkan biaya tim musim depan sebesar Rp20 miliar, termasuk untuk kontrak pemain. Akibat, kebijakaan financial fair play itu muncul dugaan kontrak yang sudah disepakati dengan pemain akan diubah manajemen.
Namun, wacana itu dibantah Corporate Secretary Persebaya Ram Surahman. Menurutnya gaji pemain Persebaya tetap aman karena tidak ada perubahan. "Kami mendukung kebijakan itu, tapi masalahnya kita sudah deal dengan pemain sebelumnya. Solusinya tim mencoba menekan pengeluaran di luar kontrak pemain," ujarnya.
Meski menaati financial fair play sebesar Rp12 miliar, namun hampir bisa dipastikan Persebaya tidak akan bisa menerapkan sistem keuangan dengan pola 60:40. Berdasarkan aturan, 60 persen dari pengeluaran klub selama semusim digunakan untuk kontrak dan gaji pemain. Selebihnya digunakan sebagai biaya operasional klub selama satu musim.
Jika harus memakai sistem 60:40, maka korbannya adalah nilai kontrak pemain harus dikepras. "Kita tidak akan mengubah nilai kontrak pemain. Penyesuaian bukan ke pemain, tapi ke pos lainnya. Kita bukan menentang tetap mendukung, tapi kita sudah telanjur kontrak dengan pemain, " jelasnya.
Secara keseluruhan, lanjut Ram, aturan financial fairplay sangat mendidik untuk klub sepakbola di Indonesia. Sekaligus menghindari adanya tunggakan gaji yang sering terjadi di klub Indonesia saat ini. "Aturan ini memang tidak populis. Meski saat ini ada klub yang gebyar dalam beli pemain, tapi tidak bertahan berapa lama. Ini kan transisi dari APBD ke mandiri," ucap Ram.
Bukan hanya menguntungkan bagi klun, dampak financial fairplay juga bisa melindungi pemain, "Bagi pemain, ini memberi rasa aman dan jaminan. Meski nilainya tidak besar, tapi pasti dan lunas sampai akhir musim. Daripada gaji besar, tapi cuma satu atau dua bulan saja, " urainya.
Disinggung masalah perkembangan konflik internal Persebaya, lagi-lagi Ram mengatakan semua sudah clear tanpa menjelaskan bentuk solusi maupun masalah. Yang bisa dipastikan pekan depan, Persebaya sudah bisa berlatih kembali. "Yang penting sudah ada solusi. Paling cepat senin kita sudah bisa latihan, " ujarnya.
Meski enggan menjelaskan akar masalah, sempat beredar kabar jika CEO Persebaya Gede Widiade dengan Direktur PT Persebaya Indonesia, Cholid Ghormah berebut uang subsidi dari PT LPIS sebesar Rp 2 miliar. Masalah muncul, karena Cholid ingin dana itu digunakan untuk memutar kompetisi internal.
Sebaliknya, Gede berharap uang tetap bisa dipakai tim IPL. Benar tidaknya kabar ini memang belum pasti, karena keduanya sulit dikonfirmasi.
Sebelumnya sempat muncul dugaan gaji Erol Iba dkk akan terkena rasionaliasi akibat keluarnya keputusan financial fair play. Seperti diketahui, PT LPIS, melakukan batasan maksimal pengeluaran sebuah klub di tim Indonesian Premier League (IPL) yakni, Rp 12 miliar.
Masalahnya, sebelum keluar financial fair play Persebaya sudah lebih dulu menganggarkan biaya tim musim depan sebesar Rp20 miliar, termasuk untuk kontrak pemain. Akibat, kebijakaan financial fair play itu muncul dugaan kontrak yang sudah disepakati dengan pemain akan diubah manajemen.
Namun, wacana itu dibantah Corporate Secretary Persebaya Ram Surahman. Menurutnya gaji pemain Persebaya tetap aman karena tidak ada perubahan. "Kami mendukung kebijakan itu, tapi masalahnya kita sudah deal dengan pemain sebelumnya. Solusinya tim mencoba menekan pengeluaran di luar kontrak pemain," ujarnya.
Meski menaati financial fair play sebesar Rp12 miliar, namun hampir bisa dipastikan Persebaya tidak akan bisa menerapkan sistem keuangan dengan pola 60:40. Berdasarkan aturan, 60 persen dari pengeluaran klub selama semusim digunakan untuk kontrak dan gaji pemain. Selebihnya digunakan sebagai biaya operasional klub selama satu musim.
Jika harus memakai sistem 60:40, maka korbannya adalah nilai kontrak pemain harus dikepras. "Kita tidak akan mengubah nilai kontrak pemain. Penyesuaian bukan ke pemain, tapi ke pos lainnya. Kita bukan menentang tetap mendukung, tapi kita sudah telanjur kontrak dengan pemain, " jelasnya.
Secara keseluruhan, lanjut Ram, aturan financial fairplay sangat mendidik untuk klub sepakbola di Indonesia. Sekaligus menghindari adanya tunggakan gaji yang sering terjadi di klub Indonesia saat ini. "Aturan ini memang tidak populis. Meski saat ini ada klub yang gebyar dalam beli pemain, tapi tidak bertahan berapa lama. Ini kan transisi dari APBD ke mandiri," ucap Ram.
Bukan hanya menguntungkan bagi klun, dampak financial fairplay juga bisa melindungi pemain, "Bagi pemain, ini memberi rasa aman dan jaminan. Meski nilainya tidak besar, tapi pasti dan lunas sampai akhir musim. Daripada gaji besar, tapi cuma satu atau dua bulan saja, " urainya.
Disinggung masalah perkembangan konflik internal Persebaya, lagi-lagi Ram mengatakan semua sudah clear tanpa menjelaskan bentuk solusi maupun masalah. Yang bisa dipastikan pekan depan, Persebaya sudah bisa berlatih kembali. "Yang penting sudah ada solusi. Paling cepat senin kita sudah bisa latihan, " ujarnya.
Meski enggan menjelaskan akar masalah, sempat beredar kabar jika CEO Persebaya Gede Widiade dengan Direktur PT Persebaya Indonesia, Cholid Ghormah berebut uang subsidi dari PT LPIS sebesar Rp 2 miliar. Masalah muncul, karena Cholid ingin dana itu digunakan untuk memutar kompetisi internal.
Sebaliknya, Gede berharap uang tetap bisa dipakai tim IPL. Benar tidaknya kabar ini memang belum pasti, karena keduanya sulit dikonfirmasi.
(aww)