Persebaya korban politik praktis pengurus
A
A
A
Sindonews.com - Kisruh internal di tubuh Persebaya IPL membuat suporter gerah. Mereka melakukan aksi pendudukan Mes Persebaya di Jalan Karanggayam, Surabaya. Bahkan, mereka nekad melakukan aksi demo di Balai Kota Surabaya, Jumat (1/2).
Aksi demo bonek di Balai Kota Surabaya sekitar pukul 10 WIB pagi merupakan lanjutan setelah Kamis (31/1) malam, puluhan bonek menyegel Mes Persebaya. Sayangnya, niat bonek menemui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini gagal karena sedang tidak berada di kantor. ''Kebetulan Ibu wali kota tidak berada di tempat,” ujar Andi Peci selaku koordinator Bonek.
Sebelumnya, puluhan bonek melakukan long march dari Mes Persebaya menuju Balai Kota. Meski gagal menemui wali kota, para bonek sempat melakukan aksi sekitar satu jam dan akhirnya membubarkan diri. ''Bakesbang tadi bilang, bahwa tuntutan kami akan segera disampaikan ke wali kota, dan mereka menjanjikan akan mengundang pihak yang berkonflik,” ungkapnya.
Dalam orasinya, bonek menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, menuntut pemilik saham Persebaya PT PI (Saleh Ismail Mukadar, Cholid Ghoromah, Koperasi Surya Abadi Persebaya) dan Pemilik saham PT PPI untuk bertanggung jawab atas keruwetan dan ketidakjelasan klub Persebaya. Kedua, menuntut membebaskan Persebaya dari kepentingan politik Praktis dan kepentingan individu/kelompok.
Ketiga, wali kota Surabaya sebagai representasi rakyat Surabaya diminta segera turun tangan menyelesaikan konflik di manajemen Persebaya. "Persebaya adalah milik warga Surabaya, sejarahnya Persebaya juga milik pemerintah Surabaya. Jadi kami tidak salah jika meminta wali kota untu ikut menyelamatkan Persebaya, ” ucapnya.
Setelah puas berorasi dan men bonek akhirnya kembali ke Mes Persebaya. ''Kami akan bertahan di wisma, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa kami menduduki Mes Persebaya Wisma sampai konflik internal Persebaya selesai. Jika belum selasai kami akan terus berada di sini,” tandasnya.
Ironisnya tidak ada satupun jajaran pengurus Persebaya yang mau buka suara pasca pengunduran diri CEO Gede Widiade. Seperti diberitakan sebelumnya, Gede mengatakan sudah melayangkan surat resemi mundur dari Persebaya, sejak dua pekan lalu. Namun baru dingkapkan ke publik, (31/1) lalu. Alasannya, PSSI, PT LPIS dan konsursium dianggap sudah tidak punya komitemen mengembalikan uang pribadinya sebesar Rp9 miliar yang terpakai membiayai Persebaya musim lalu.
Saat ini, kondisi Persebaya semakin tidak jelas. Bahkan terancam tidak bisa tampil di ajang Indonesian Premier League yang akan bergulir 10 Februari mendatang. "Kami menyayangkan jika berita Pak Gede mundur itu benar. Nasib pemain semakin tidak jelas. Saya berharap semoga semua cepat selesai," ucap striker Aris "Sinchan" Alfiansyah.
Sikap pemain memang berbeda dengan pengurus Persebaya yang seakan lari dari tanggung jawab. Sebab, beberapa pemain Persebaya masih mau berlatih sendiri sejak tiga hari lalu di bawah komando pemain senior Mat Halil dan Erol Eba. Sedangkan pelatih Persebaya Ibnu Grahan juga menghilang dan lebih terlihat sering menemani Gede menyiapkan tim Mojokerto Putra yang tampil di Divisi Utama PT Liga Indonesia.
Aksi demo bonek di Balai Kota Surabaya sekitar pukul 10 WIB pagi merupakan lanjutan setelah Kamis (31/1) malam, puluhan bonek menyegel Mes Persebaya. Sayangnya, niat bonek menemui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini gagal karena sedang tidak berada di kantor. ''Kebetulan Ibu wali kota tidak berada di tempat,” ujar Andi Peci selaku koordinator Bonek.
Sebelumnya, puluhan bonek melakukan long march dari Mes Persebaya menuju Balai Kota. Meski gagal menemui wali kota, para bonek sempat melakukan aksi sekitar satu jam dan akhirnya membubarkan diri. ''Bakesbang tadi bilang, bahwa tuntutan kami akan segera disampaikan ke wali kota, dan mereka menjanjikan akan mengundang pihak yang berkonflik,” ungkapnya.
Dalam orasinya, bonek menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, menuntut pemilik saham Persebaya PT PI (Saleh Ismail Mukadar, Cholid Ghoromah, Koperasi Surya Abadi Persebaya) dan Pemilik saham PT PPI untuk bertanggung jawab atas keruwetan dan ketidakjelasan klub Persebaya. Kedua, menuntut membebaskan Persebaya dari kepentingan politik Praktis dan kepentingan individu/kelompok.
Ketiga, wali kota Surabaya sebagai representasi rakyat Surabaya diminta segera turun tangan menyelesaikan konflik di manajemen Persebaya. "Persebaya adalah milik warga Surabaya, sejarahnya Persebaya juga milik pemerintah Surabaya. Jadi kami tidak salah jika meminta wali kota untu ikut menyelamatkan Persebaya, ” ucapnya.
Setelah puas berorasi dan men bonek akhirnya kembali ke Mes Persebaya. ''Kami akan bertahan di wisma, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa kami menduduki Mes Persebaya Wisma sampai konflik internal Persebaya selesai. Jika belum selasai kami akan terus berada di sini,” tandasnya.
Ironisnya tidak ada satupun jajaran pengurus Persebaya yang mau buka suara pasca pengunduran diri CEO Gede Widiade. Seperti diberitakan sebelumnya, Gede mengatakan sudah melayangkan surat resemi mundur dari Persebaya, sejak dua pekan lalu. Namun baru dingkapkan ke publik, (31/1) lalu. Alasannya, PSSI, PT LPIS dan konsursium dianggap sudah tidak punya komitemen mengembalikan uang pribadinya sebesar Rp9 miliar yang terpakai membiayai Persebaya musim lalu.
Saat ini, kondisi Persebaya semakin tidak jelas. Bahkan terancam tidak bisa tampil di ajang Indonesian Premier League yang akan bergulir 10 Februari mendatang. "Kami menyayangkan jika berita Pak Gede mundur itu benar. Nasib pemain semakin tidak jelas. Saya berharap semoga semua cepat selesai," ucap striker Aris "Sinchan" Alfiansyah.
Sikap pemain memang berbeda dengan pengurus Persebaya yang seakan lari dari tanggung jawab. Sebab, beberapa pemain Persebaya masih mau berlatih sendiri sejak tiga hari lalu di bawah komando pemain senior Mat Halil dan Erol Eba. Sedangkan pelatih Persebaya Ibnu Grahan juga menghilang dan lebih terlihat sering menemani Gede menyiapkan tim Mojokerto Putra yang tampil di Divisi Utama PT Liga Indonesia.
(aww)