Persibo, klub berprestasi ala yo-yo
A
A
A
Sindonews.com — Kekalahan 0-8 dari Sun Hei SF di ajang AFC Cup, merupakan bagian sejarah kelam Persibo Bojonegoro. Klub kebanggaan Kota Ledre mencatat sejarah sebagai tim dengan penampilan terburuk sepanjang keikutsertaan Indonesia dalam mengirim wakilnya di kompetisi level ini.
Namun lebih menarik lagi melihat bagaimana perjalanan Persibo di kompetisi level atas dalam tiga tahun terakhir. Kesengsaraan tampaknya sudah menjadi 'asam-garam' bagi klub dengan julukan Laskar Angling Dharma. Sejak promosi ke kompetisi level tertinggi pada 2010, prestasi Persibo layaknya sebuah permainan 'Yo-Yo'.
Klub ini tidak pernah stabil sejak naik kasta ke Indonesian Super League (ISL) kemudian menyeberang ke Liga Primer Indonesia (LPI) dan selanjutnya Indonesian Premier League (IPL). Persoalan finansial menjadi aspek paling krusial yang memengaruhi perjalanan Persibo. Persibo menjadi contoh bagaimana sebuah klub profesional mati-matian mencari selamat.
Uniknya, walau keuangan seret, klub berwarna kostum oranye ini juga tidak lepas dari prestasi. “Persoalan sebenarnya adalah finansial. Itu yang menyebabkan kami tidak bisa stabil. Sebenarnya jika permasalahan ini teratasi, Persibo bisa stabil di persepakbolaan nasional,” aku Manajer Persibo Nur Yahya.
Di bawah ini adalah liku-liku perjalanan Persibo Bojonegoro dalam tiga musim terakhir. Terbukti bahwa nasib baik dan buruk bergantian mendatangi tim kesayangan Boromania. Dan perubahan berlangsung sangat cepat.
-Promosi Ke ISL
Salah satu momen terbaik dalam sejarah klub Persibo adalah saat menujarai kompetisi Divisi Utama 2010 sekaligus promosi ke Indonesia Super League (ISL). Ini menjadi pencapaian terbaik klub sejak berdiri pada 1949. Di bawah kawalan pelatih Sartono Anwar, Laskar Angling Dharma menatap masa depan cerah karena sejajar dengan klub-klub level atas nasional. Sayang keberadaan di ISL tidak bertahan lama. Hanya melakoni beberapa pertandingan, Persibo yang kecewa dengan operasional ISL memutuskan beralih ke Liga Primer Indonesia (LPI) yang kala itu sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye. Bersama Persema Malang dan Persebaya Surabaya, Persibo menjadi pioner klub yang menyeberang ke break away league pimpinan Arifin Panigoro.
-Didepak Dari PSSI
Sikap Persibo yang lebih memilih kompetisi LPI, membuat PSSI berang yang akhirnya mendepak Persibo dan Persema Malang dari keanggotaan saat Kongres PSSI di Bali. Kendati dikeluarkan dari PSSI, klub kebanggaan Boromania tidak peduli dan terus mengikuti LPI yang ujungnya hanya berakhir setengah musim. Setelah LPI berhenti dan tumbangnya rezim Nurdin Halid, Persibo semakin mantap mengikuti kompetisi berikutnya yakni Indonesian Premier League (IPL) yang dimulai pada 2011. Apalagi Persibo membutuhkan dukungan finansial seperti yang dijanjikan konsorsium karena dilarang menerima dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alasan finansial ini menjadi salah satu alasan kuat Persibo setia di IPL.
-Krisis Finansial
Impian indah di IPL ternyata tidak berlangsung lama. Di pertengahan IPL 2011-2012, asupan finansial dari konsorsium seret dan tidak cair sesuai kesepakatan semula. Akibatnya Persibo yang tidak memiliki sponsor kesulitan membayar gaji pemain dan menunggak selama sekitar tujuh bulan. Klub yang bermarkas di Stadion Letjen H Soedirman ini tertatih-tatih menjalani sisa kompetisi. Kendati bisa menuntaskan semua pertandingan di musim 2011-2012, namun krisis finansial masih menjadi persoalan serius. Sulitnya mencari sponsor serta sikap lepas tangan konsorsium menjadikan Persibo limbung dan tidak memiliki konsep jelas terkait perbaikan finansial klub. Selepas musim 2011-2012 hingga dimulainya IPL 2012-2013, manajemen tidak pernah berhasil menemukan formula jitu untuk mengantisipasi problem keuangan klub.
-Juara Piala Indonesia 2012
Ini menjadi momen terbaik kedua Persibo setelah menjuarai Divisi Utama sekaligus promosi ke ISL. Di tengah terpaan krisis finansial, Pelatih Paulo Camargo secara mengejutkan berhasil mempersembahkan trofi Piala Indonesia 2012 setelah mengalahkan Semen Padang 1-0 di partai final. Tapi trofi Piala Indonesia terbukti tak bisa memperbaiki nasib tim oranye. Selepas menjadi juara, tim malah ditinggal eksodus pemain-pemain terbaik dan membuat semua aset penting habis, termasuk sang pelatih Paulo Camargo. Sampai di sini sebenarnya Persibo masih menatap ekspektasi tinggi setelah diputuskan mewakili Indonesia di Afc Cup 2013 bersama Semen Padang. Ini sejarah baru bagi klub yang baru dua musim tampil di kompetisi level atas.
-Vonis KLB dan Neraka di AFC Cup
Krisis finansial yang tidak pernah teratasi, membuat Persibo gagal membentuk kekuatan anyar setelah ditinggal seluruh kekuatan pentingnya. Klub ini menatap IPL musim 2012-2013 dengan sangat muram. Manajemen gagal mengontrak pemain tepat waktu, yang membuat semangat tim loyo jelang kompetisi. Tahun 2013 tampaknya menjadi klimaks penderitaan Persibo. Kala klub menghadapi masalah kemiskinan, mereka divonis sebagai klub yang tidak layak mengikuti kompetisi unifikasi 2014 mendatang karena telah dipecat dari PSSI. Cukup? Belum. Keikutsertaan di AFC Cup yang seharusnya menjadi kebanggaan, justru mendatangkan neraka bagi klub. Kekalahan besar 7-0 dari New Radiant dan 8-0 dari Sun Hei SC tak hanya menjadi aib, tapi juga memunculkan kecurigaan adanya match fixing. Lengkap sudah derita yang dialami Persibo Bojonegoro. Akankah derita klub ini bakal berlanjut? Kita tunggu saja.
Namun lebih menarik lagi melihat bagaimana perjalanan Persibo di kompetisi level atas dalam tiga tahun terakhir. Kesengsaraan tampaknya sudah menjadi 'asam-garam' bagi klub dengan julukan Laskar Angling Dharma. Sejak promosi ke kompetisi level tertinggi pada 2010, prestasi Persibo layaknya sebuah permainan 'Yo-Yo'.
Klub ini tidak pernah stabil sejak naik kasta ke Indonesian Super League (ISL) kemudian menyeberang ke Liga Primer Indonesia (LPI) dan selanjutnya Indonesian Premier League (IPL). Persoalan finansial menjadi aspek paling krusial yang memengaruhi perjalanan Persibo. Persibo menjadi contoh bagaimana sebuah klub profesional mati-matian mencari selamat.
Uniknya, walau keuangan seret, klub berwarna kostum oranye ini juga tidak lepas dari prestasi. “Persoalan sebenarnya adalah finansial. Itu yang menyebabkan kami tidak bisa stabil. Sebenarnya jika permasalahan ini teratasi, Persibo bisa stabil di persepakbolaan nasional,” aku Manajer Persibo Nur Yahya.
Di bawah ini adalah liku-liku perjalanan Persibo Bojonegoro dalam tiga musim terakhir. Terbukti bahwa nasib baik dan buruk bergantian mendatangi tim kesayangan Boromania. Dan perubahan berlangsung sangat cepat.
-Promosi Ke ISL
Salah satu momen terbaik dalam sejarah klub Persibo adalah saat menujarai kompetisi Divisi Utama 2010 sekaligus promosi ke Indonesia Super League (ISL). Ini menjadi pencapaian terbaik klub sejak berdiri pada 1949. Di bawah kawalan pelatih Sartono Anwar, Laskar Angling Dharma menatap masa depan cerah karena sejajar dengan klub-klub level atas nasional. Sayang keberadaan di ISL tidak bertahan lama. Hanya melakoni beberapa pertandingan, Persibo yang kecewa dengan operasional ISL memutuskan beralih ke Liga Primer Indonesia (LPI) yang kala itu sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye. Bersama Persema Malang dan Persebaya Surabaya, Persibo menjadi pioner klub yang menyeberang ke break away league pimpinan Arifin Panigoro.
-Didepak Dari PSSI
Sikap Persibo yang lebih memilih kompetisi LPI, membuat PSSI berang yang akhirnya mendepak Persibo dan Persema Malang dari keanggotaan saat Kongres PSSI di Bali. Kendati dikeluarkan dari PSSI, klub kebanggaan Boromania tidak peduli dan terus mengikuti LPI yang ujungnya hanya berakhir setengah musim. Setelah LPI berhenti dan tumbangnya rezim Nurdin Halid, Persibo semakin mantap mengikuti kompetisi berikutnya yakni Indonesian Premier League (IPL) yang dimulai pada 2011. Apalagi Persibo membutuhkan dukungan finansial seperti yang dijanjikan konsorsium karena dilarang menerima dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alasan finansial ini menjadi salah satu alasan kuat Persibo setia di IPL.
-Krisis Finansial
Impian indah di IPL ternyata tidak berlangsung lama. Di pertengahan IPL 2011-2012, asupan finansial dari konsorsium seret dan tidak cair sesuai kesepakatan semula. Akibatnya Persibo yang tidak memiliki sponsor kesulitan membayar gaji pemain dan menunggak selama sekitar tujuh bulan. Klub yang bermarkas di Stadion Letjen H Soedirman ini tertatih-tatih menjalani sisa kompetisi. Kendati bisa menuntaskan semua pertandingan di musim 2011-2012, namun krisis finansial masih menjadi persoalan serius. Sulitnya mencari sponsor serta sikap lepas tangan konsorsium menjadikan Persibo limbung dan tidak memiliki konsep jelas terkait perbaikan finansial klub. Selepas musim 2011-2012 hingga dimulainya IPL 2012-2013, manajemen tidak pernah berhasil menemukan formula jitu untuk mengantisipasi problem keuangan klub.
-Juara Piala Indonesia 2012
Ini menjadi momen terbaik kedua Persibo setelah menjuarai Divisi Utama sekaligus promosi ke ISL. Di tengah terpaan krisis finansial, Pelatih Paulo Camargo secara mengejutkan berhasil mempersembahkan trofi Piala Indonesia 2012 setelah mengalahkan Semen Padang 1-0 di partai final. Tapi trofi Piala Indonesia terbukti tak bisa memperbaiki nasib tim oranye. Selepas menjadi juara, tim malah ditinggal eksodus pemain-pemain terbaik dan membuat semua aset penting habis, termasuk sang pelatih Paulo Camargo. Sampai di sini sebenarnya Persibo masih menatap ekspektasi tinggi setelah diputuskan mewakili Indonesia di Afc Cup 2013 bersama Semen Padang. Ini sejarah baru bagi klub yang baru dua musim tampil di kompetisi level atas.
-Vonis KLB dan Neraka di AFC Cup
Krisis finansial yang tidak pernah teratasi, membuat Persibo gagal membentuk kekuatan anyar setelah ditinggal seluruh kekuatan pentingnya. Klub ini menatap IPL musim 2012-2013 dengan sangat muram. Manajemen gagal mengontrak pemain tepat waktu, yang membuat semangat tim loyo jelang kompetisi. Tahun 2013 tampaknya menjadi klimaks penderitaan Persibo. Kala klub menghadapi masalah kemiskinan, mereka divonis sebagai klub yang tidak layak mengikuti kompetisi unifikasi 2014 mendatang karena telah dipecat dari PSSI. Cukup? Belum. Keikutsertaan di AFC Cup yang seharusnya menjadi kebanggaan, justru mendatangkan neraka bagi klub. Kekalahan besar 7-0 dari New Radiant dan 8-0 dari Sun Hei SC tak hanya menjadi aib, tapi juga memunculkan kecurigaan adanya match fixing. Lengkap sudah derita yang dialami Persibo Bojonegoro. Akankah derita klub ini bakal berlanjut? Kita tunggu saja.
(wbs)