Dualisme Persebaya picu konflik horisontal
A
A
A
Sindonews.com - Aksi perlawanan yang dilakukan Bonek untuk mendukung Persebaya 1927 bisa berpotensi memicu konflik horisontal. Peristiwa menganiayaan pentolan Bonek asal Manukan, Surabaya, Andi Peci, pada Senin (15/4) malam, menjadi bukti.
Peristiwa pembacokan terhadap Andi terjadi setelah Bonek menggelar aksi damai di kantor wali kota Surabaya. Dalam aksi tersebut, suporter fanatik Persebaya meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melarang Persebaya DU menggelar pertandingan di Surabaya.
Permintaan itu merujuk pada hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang mengesahkan Persebaya Divisi Utama (DU) ketimbang Persebaya 1927. Andi sendiri mengatakan peristiwa yang menimpanya berkaitan dengan sepak bola, terutama aksi yang dia komandoi di Balai Kota Surabaya.
''Saya yakin peristiwa ini menyangkut urusan sepak bola. Kami tidak pernah mendapatkan masalah yang berhubungan dengan buruh,” kata Bonek yang juga aktivis buruh ini. Dia menduga yang melakukan penganiayaan adalah pihak yang berseberangan dengan aksinya.
Selama ini Persebaya DU juga memiliki basis supporter sendiri walau jauh lebih sedikit dibanding Persebaya 1927. Namun Andi Peci tidak mau berspekulasi dengan menuduh pelaku penganiayaan itu adalah supporter Persebaya DU. ''Saya tidak mau menuduh siapapun. Yang jelas, pasti pihak yang tidak senang dengan perjuangan kami,” tambahnya.
Walau dianiaya, dia menyatakan tidak akan surut memperjuangan nasib Persebaya 1927. ''Kami akan tetap berjuang terus hingga ada keadilan untuk Persebaya,” tegasnya.
Andi pada Senin itu memimpin ratusan Bonek yang meminta hasil KLB 17 Maret dibatalkan serta memberi hak kepada Persebaya 1927 untuk ikut kompetisi. Perjuangan Bonek ini memang rentan konflik horisontal antar pendukung Persebaya 1927 dan Persebaya DU. Padahal, selama ini kedua Persebaya yang sebelumnya bermula dari satu klub tidak pernah berseteru dan hidup rukun walau berlainan kompetisi.
Sementara, Direktur PT Muda Berlian (MMIB) yang menaungi Persebaya DU, Diar Kusuma Putra, meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tetap berada di tengah-tengah untuk menyelesaikan persoalan di antara kedua Persebaya dan tidak berpihak pada satu pihak.
''Pemerintah idealnya berada di tengah-tengah dalam penyelesaian masalah ini. Kami juga membuka pintu dalam mencari solusi terkait Persebaya ke depannya. Kami tetap berpegang pada aturan PSSI karena memang mereka yang berwenang dalam masalah ini,” papar Diar.
Pihaknya bakal kembali meminta kepastian dari Pemkot Surabaya terkait izin pertandingan di Surabaya. “Kami optimistis tidak ada larangan, karena sebelumnya juga bertanding di Gelora Bung Tomo. Tidak ada alasan untuk memaksa kami bermain di luar Surabaya,” tandasnya.
Sementara, Sekjen PSSI Hadiyandra menyatakan tuntutan agar hasil KLB dibatalkan, tidak mungkin bisa direstui. Sebab, untuk menganulir hasil KLB harus ada KLB baru dan tidak bisa serta-merta dilakukan begitu saja. KLB sudah memutuskan Persebaya DU yang sah dan itu harus dihormati.
''PSSI tak memiliki wewenang apa-apa, karena itu hasil kongres. Tidak bisa dibatalkan begitu saja dan solusinya mungkin bisa diselesaikan antara Persebaya 1927 dan Persebaya DU. Pemerintah juga tidak bisa melarang Persebaya DU bertanding di Surabaya karena klub itu sudah diakui FIFA dan AFC,” jelas Hadiyandra. Dengan demikian, pupus sudah tuntutan yang dilontarkan Bonek bersama Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Peristiwa pembacokan terhadap Andi terjadi setelah Bonek menggelar aksi damai di kantor wali kota Surabaya. Dalam aksi tersebut, suporter fanatik Persebaya meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melarang Persebaya DU menggelar pertandingan di Surabaya.
Permintaan itu merujuk pada hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang mengesahkan Persebaya Divisi Utama (DU) ketimbang Persebaya 1927. Andi sendiri mengatakan peristiwa yang menimpanya berkaitan dengan sepak bola, terutama aksi yang dia komandoi di Balai Kota Surabaya.
''Saya yakin peristiwa ini menyangkut urusan sepak bola. Kami tidak pernah mendapatkan masalah yang berhubungan dengan buruh,” kata Bonek yang juga aktivis buruh ini. Dia menduga yang melakukan penganiayaan adalah pihak yang berseberangan dengan aksinya.
Selama ini Persebaya DU juga memiliki basis supporter sendiri walau jauh lebih sedikit dibanding Persebaya 1927. Namun Andi Peci tidak mau berspekulasi dengan menuduh pelaku penganiayaan itu adalah supporter Persebaya DU. ''Saya tidak mau menuduh siapapun. Yang jelas, pasti pihak yang tidak senang dengan perjuangan kami,” tambahnya.
Walau dianiaya, dia menyatakan tidak akan surut memperjuangan nasib Persebaya 1927. ''Kami akan tetap berjuang terus hingga ada keadilan untuk Persebaya,” tegasnya.
Andi pada Senin itu memimpin ratusan Bonek yang meminta hasil KLB 17 Maret dibatalkan serta memberi hak kepada Persebaya 1927 untuk ikut kompetisi. Perjuangan Bonek ini memang rentan konflik horisontal antar pendukung Persebaya 1927 dan Persebaya DU. Padahal, selama ini kedua Persebaya yang sebelumnya bermula dari satu klub tidak pernah berseteru dan hidup rukun walau berlainan kompetisi.
Sementara, Direktur PT Muda Berlian (MMIB) yang menaungi Persebaya DU, Diar Kusuma Putra, meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tetap berada di tengah-tengah untuk menyelesaikan persoalan di antara kedua Persebaya dan tidak berpihak pada satu pihak.
''Pemerintah idealnya berada di tengah-tengah dalam penyelesaian masalah ini. Kami juga membuka pintu dalam mencari solusi terkait Persebaya ke depannya. Kami tetap berpegang pada aturan PSSI karena memang mereka yang berwenang dalam masalah ini,” papar Diar.
Pihaknya bakal kembali meminta kepastian dari Pemkot Surabaya terkait izin pertandingan di Surabaya. “Kami optimistis tidak ada larangan, karena sebelumnya juga bertanding di Gelora Bung Tomo. Tidak ada alasan untuk memaksa kami bermain di luar Surabaya,” tandasnya.
Sementara, Sekjen PSSI Hadiyandra menyatakan tuntutan agar hasil KLB dibatalkan, tidak mungkin bisa direstui. Sebab, untuk menganulir hasil KLB harus ada KLB baru dan tidak bisa serta-merta dilakukan begitu saja. KLB sudah memutuskan Persebaya DU yang sah dan itu harus dihormati.
''PSSI tak memiliki wewenang apa-apa, karena itu hasil kongres. Tidak bisa dibatalkan begitu saja dan solusinya mungkin bisa diselesaikan antara Persebaya 1927 dan Persebaya DU. Pemerintah juga tidak bisa melarang Persebaya DU bertanding di Surabaya karena klub itu sudah diakui FIFA dan AFC,” jelas Hadiyandra. Dengan demikian, pupus sudah tuntutan yang dilontarkan Bonek bersama Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
(aww)