Suporter perlu dipecah jadi kecil

Minggu, 02 Juni 2013 - 20:09 WIB
Suporter perlu dipecah...
Suporter perlu dipecah jadi kecil
A A A
Sindonews.com – Aksi brutal yang dilakukan oleh kelompok suporter PSIS Semarang mengundang perhatian banyak pihak.

Meskipun sudah melakukan ikrar damai dihadapan Menteri Pemuda dan Olah Raga Roy Suryo, namun nyatanya ikrar hanya di mulut saja. Tidakan yang dilakaukan masih sama tanpa ada perubahan.

Banyak pihak menyayangkan, seringya supporter PSIS Semarang berulah. Tindakan mulai penjarahan hingga pengrusakan dinilai sudah diluar dari etika seorang pendukung setia.

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Budaya Undip Semarang Dr.Yety Rochwulaningsing menilai, ada dua aspek yang menjadikan tingkahlaku supporter tidak terkendali. Pertama adalah fanatisme yang berlebihan dan yang kedua adalah adanya faktor pemicu.

Fanatismen berlebihan menurutnya, bisa menimbulkan dampak yang tidak baik. Salah satunya adalah tindakan anarkis. Terlebih hal itu dilakukan oleh kelompok. Pemicu kecil atau bahkan pemicu itu diluar yang dikehendaki, bisa mengakibatkan terjadinya tindakan yang diluar dugaan.

“Dalam bahasa Sosiologi kelompok ini kita sebut kerumunan. Jika kerumunan ini dalam jumlah besar, ada pemicunya maka mereka akan lebih sulit dikendalikan, karena lebih mengedepankan emosi bukan lagi rasio,” ujarnya.

Dia mengatakan, supporter PSIS yang jumlahnya mencapi puluhan ribu, tidak akan bisa dikendalikan meskipun memiliki seorang ketua atau koodinator. Karena ketua ini tidak bisa sewaktu-waktu dan secara terus menerus berada di tengah-tengah kelompoknya. “Jadi percuma kalaupun ada ketuanya, karena tidak akan efektif memimpin orang banyak,” imbuhnya.

Untuk menghindari terjadinya kerusuhan atau tindakan anarkis dikalangan supporter, yang perlu dilakukan adanya pemecahan kelompok supporter menjadi kelompok-kelompok kecil. Hal ini (pemecahan) dilakukan untuk lebih memudahkan koordinasi antara suporter.

Pemecahan kelompok sebenarnya sudah dilakukan oleh dua kelompok suprter PSIS Panser Biru dan Snex. Mereka membetuk koordinator wilayah (Korwil) di masing-masing daerah. Namun, kenyataannya hal itu tidak menghindarkan para suporter ini melakukan tindakan anarki.

Jika pemecahan kelompok sudah dilakukan, Yety justru mensangsikan keberadaan korwil-korwil ini. Sejauh mana korwil-korwil ini benar-benar sebagai koodinator per wilayah. Sejauh mana korwil-korwil ini benar-benar menyentuh akar rumput.“Jangan-jangan ketua korwilnya saja tidak kenal atau tidak mengetahui jumlah anggotanya? Ini penting, Korwil harus mengetahui siapa saja anggota, berapa jumlahnya. Kemudian, korwil juga tidak hanya tahu, tetapi juga dekat secara personal. Kalau tidak kenal bagaiaman mengatur?” ujarnya.

Menurutnya, jika para suporter ini sudah sulit untuk dikendalikan perlu adanya efek jera. Salah satunya adalah ketegasan dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian harusnya menegakan hukum yang berlaku.

Seperti tragedy Godong (5/5) lalu. Harusnya polisi menetapakan tersangka dalam masalah tersebut dan menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan yang diperbuat. Kemudian pengrusakan bus pemain Persip harusnya juga ada tindakan tidak lantas dibiarkan begitu saja.

Karena jika tanpa adanya efek jera maka akan membuat para suporter ini akan semakin seenaknya, karena berfikir kalau sudah bergerombol dan berkelompok mereka merasa kebal hukum.

“Contoh kecil saja, berapa ratus suporter yang tidak menggunakan helm ketika melintas di jalan raya saat PSIS bertanding? Toh mereka dibiarkan begitu saja. Seharunya polisi bertindak tegas dengan menilang mereka. Kalau sudah ada yang terjerat hukum, suporter lain akan pikir-pikir melakukan,” tandasnya.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0792 seconds (0.1#10.140)