Jupe: Klub tidak hargai profesionalitas pemain
A
A
A
Sindonews.com - Krisis finansial yang membelit sebagian besar klub-klub sepak bola di Indonesia menghantui para pemain. Klub-klub kesulitan melunasi gaji para pemain. Ironisnya, kasus tunggakan gaji para pesepakbola di negeri ini bukan hanya terjadi di kompetisi level rendah atau amatir.
Sejumlah klub yang berlaga di Indonesia Super League (ISL) pun terjerat kendala yang sama.Lebih dari satu tahun terakhir, beragam keluhan dari pemain yang haknya belum terbayar, ramai diekspos ke hadapan publik.
Salah satunya adalah perjalanan menuntut hak dari para pemain PSMS Medan. Mereka harus berdemonstrasi ke Jakarta untuk mengadukan nasibnya ke kantor PSSI, meski itu pun tak banyak membantu. Sederet tim lain juga ikut muncul ke permukaan sebagai klub penunggak gaji, sebut saja Persija Jakarta dan Sriwijaya FC.
Permasalahan yang sama bahkan sampai menyentuh urusan hidup dan mati seorang pemain, terutama legiun asing. Pecinta sepakbola tentu masih ingat dengan Diego Mendieta, pemain asal Paraguay yang mengadu nasib di Tanah Air. Dia meregang nyawa saat menanti pelunasan gaji dari Persis Solo.
Setelah itu, muncul lagi Solomon Begondo, yang meninggal saat haknya belum dituntaskan Persipro Probolinggo. Kematian keduanya mirip. Bermula dari sakit, dan tidak bisa berobat karena tak mengantongi uang.
Di mata para pemain, kondisi ini disebabkan klub yang sebenarnya belum siap berkiprah dalam kompetisi professional. Dari sisi pemasaran, tim-tim di Indonesia belum mampu memaksimalkan pemasukan dari sektor sponsorship dan supporter.
''Menurut saya, kondisi seperti berawal dari klub yang sebenarnya belum siap. Tapi di sisi lain, pemain dituntut untuk profesional saat bermain di lapangan,” kata pemain Timnas Indonesia, sekaligus defender Persib Bandung, Ahmad Jufrianto.
Pria yang akrab disapa Jupe ini pun kadang merasa profesionalisme yang dilakukan para pemain tidak dihargai. Dalam kondisi klub seperti itu, tuturnya, meninggalkan tim menjadi salah satu solusi bagi seorang pesepakbola. Langkah tersebut sudah dilakukan oleh beberapa pemain di sejumlah klub.
''Loyalitas pemain kadang tak dihargai. Saya ambil contoh, Bambang (Pamungkas) sama Ferry Paulus (Manajer Persija). Kurang loyal apa seorang Bambang, profesionalisme dia juga sudah terbukti. Tapi kadang lupa, yang namanya profesional itu harus seimbang antara hak dan kewajiban,” ujarnya.
Terkait usaha di lapangan, Jupe menjamin setiap pemain pasti mengincar penampilan dan hasil terbaik. Ambisi ini bukan hanya masalah nominal bayaran dari klub, tapi menyangkut kebanggaan terhadap prestasi yang diraih sebagai pesepakbola.
Dia pun berharap, di masa mendatang loyalitas dan kerja keras pemain di lapangan bisa dijawab dengan profesionalisme klub. ''Sebagai pemain, siapa sih yang mau kalah. Kami juga inginnya selalu menang,” pungkasnya.
Sejumlah klub yang berlaga di Indonesia Super League (ISL) pun terjerat kendala yang sama.Lebih dari satu tahun terakhir, beragam keluhan dari pemain yang haknya belum terbayar, ramai diekspos ke hadapan publik.
Salah satunya adalah perjalanan menuntut hak dari para pemain PSMS Medan. Mereka harus berdemonstrasi ke Jakarta untuk mengadukan nasibnya ke kantor PSSI, meski itu pun tak banyak membantu. Sederet tim lain juga ikut muncul ke permukaan sebagai klub penunggak gaji, sebut saja Persija Jakarta dan Sriwijaya FC.
Permasalahan yang sama bahkan sampai menyentuh urusan hidup dan mati seorang pemain, terutama legiun asing. Pecinta sepakbola tentu masih ingat dengan Diego Mendieta, pemain asal Paraguay yang mengadu nasib di Tanah Air. Dia meregang nyawa saat menanti pelunasan gaji dari Persis Solo.
Setelah itu, muncul lagi Solomon Begondo, yang meninggal saat haknya belum dituntaskan Persipro Probolinggo. Kematian keduanya mirip. Bermula dari sakit, dan tidak bisa berobat karena tak mengantongi uang.
Di mata para pemain, kondisi ini disebabkan klub yang sebenarnya belum siap berkiprah dalam kompetisi professional. Dari sisi pemasaran, tim-tim di Indonesia belum mampu memaksimalkan pemasukan dari sektor sponsorship dan supporter.
''Menurut saya, kondisi seperti berawal dari klub yang sebenarnya belum siap. Tapi di sisi lain, pemain dituntut untuk profesional saat bermain di lapangan,” kata pemain Timnas Indonesia, sekaligus defender Persib Bandung, Ahmad Jufrianto.
Pria yang akrab disapa Jupe ini pun kadang merasa profesionalisme yang dilakukan para pemain tidak dihargai. Dalam kondisi klub seperti itu, tuturnya, meninggalkan tim menjadi salah satu solusi bagi seorang pesepakbola. Langkah tersebut sudah dilakukan oleh beberapa pemain di sejumlah klub.
''Loyalitas pemain kadang tak dihargai. Saya ambil contoh, Bambang (Pamungkas) sama Ferry Paulus (Manajer Persija). Kurang loyal apa seorang Bambang, profesionalisme dia juga sudah terbukti. Tapi kadang lupa, yang namanya profesional itu harus seimbang antara hak dan kewajiban,” ujarnya.
Terkait usaha di lapangan, Jupe menjamin setiap pemain pasti mengincar penampilan dan hasil terbaik. Ambisi ini bukan hanya masalah nominal bayaran dari klub, tapi menyangkut kebanggaan terhadap prestasi yang diraih sebagai pesepakbola.
Dia pun berharap, di masa mendatang loyalitas dan kerja keras pemain di lapangan bisa dijawab dengan profesionalisme klub. ''Sebagai pemain, siapa sih yang mau kalah. Kami juga inginnya selalu menang,” pungkasnya.
(aww)