Gagal di sepak bola, malah jadi wasit FIFA
A
A
A
Sindonews.com - Thoriq M Alkatiri jadi wasit masa depan Indonesia. Di usia yang baru 25 tahun, wasit asal Purwakarta, Jawa Barat, tersebut, sudah mencatatkan dirinya sebagai wasit berlisensi FIFA. Bagaimana perjalanan karir Thoriq, berikut petikan wawancaranya dengan SINDO.
Bisa Anda ceritakan bagaimana awal perjalanan karir Anda sebagai wasit? Apa cita-cita awal Anda memang ingin menjadi wasit?
Dulu awalnya saya main sepak bola di tingkat Kabupaten di Purwakarta. Saya main di Piala Soeratin saat itu. Tapi di sepak bola saya merasa tidak punya kelebihan dan kalah bersaing.
Setelah gagal berkecimpung di sepak bola, saya lari ke wasit.
Apa gambaran awal Anda banting setir ke profesi sebagai wasit? Karena kabarnya wasit jadi pekerjaan Anda satu-satunya.
Saya sangat senang dengan profesi ini, lalu saya ikut pelatihan si Sukabumi pada tahun 2006. Saat itu saya baru lulus dari SMA.
Setelah itu?
Setelah itu saya masuk Pengcap PSSI Kota Bandung. Di sana saya bertemu dengan Oki Dwi Putra dan dengan wasit lainnya. Di situ saya banyak belajar dari wasit-wasit di Bandung. Saya ditempa disana, setelah saya pindah dari Purwakarta.
Kapan Anda mulai memimpin laga di kompetisi Indonesia Super League (ISL)? Berapa usia Anda saat itu?
Saya masuk ISL pada tahun 2011 saat usia saya 22 tahun jalan. Saat itu saya pimpin pertandingan tuan rumah Gersik United menjamu Persidafon Dafonsoro. Pengalaman pertama sangat grogi. Tapi Alhamdulilah, lama-lama jadi biasa juga.
Ada kejadian yang masih Anda ingat di laga pertama yang Anda pimpin?
Saya ingat. Saat itu saya keluarkan satu kartu merah dan delapan kartu kuning. Kartu merah untuk pemain tuan rumah, dia dapat dua kali kartu kuning. Itu tidak bisa saya lupakan, pengalaman yang sangat berharga untuk saya.
Sekarang masuk tahun ketiga Anda jadi wasit ISL dan Anda sudah mendapat lisensi FIFA. Bagaimana perasaan Anda?
Saya akui jika saya cukup beruntung di antara wasit-wasit lain. Alhamdulilah ini rezeki saya. Ini keberuntungan buat saya. Dan saya banyak berterima kasih kepada wasit-wasit senior Indonesia yang telah banyak membantu saya seperti bang Jimmy (Jimmy Napitupulu) dan mas Purwanto.
Apa ada referensi wasit yang sering Anda ambil?
Sebenarnya tidak ada referensi khusus. Tapi saya banyak ambil teknik-teknik khusus dari wasit-wasit yang mempimpin sepak bola Eropa. Saya juga liat senior-senior wasit di Indonesia seperti Purwanto dengan seyumnya. Jimmy dengan ketegasan.
Wasit masih jadi kambing hitam?
Apa harapan Anda soal masih adanya anggapan itu?
Harapan saya, ubahlah pola pemikiran tersebut yang ada di masyarakat. Kami juga tidak luput dari salah dan kalau salah ada sanksi disiplin dari PSSI. Kalau memang ada yang tidak puas, tinggal ajukan protes ke Komite Wasit PSSI.
Tapi saat ini, apakah kepercayaan terhadap kinerja wasit sudah semakin baik?
Ya Alhamdulillah, sekarang sudah ada timbul kepercayaan kepada wasit. Baik dari pemain atau juga penonton. Tidak seperti dulu. Sekarang sudah jauh lebih baik daripada dulu.
Terakhir, apa Anda punya pesan atau kiat kepada anak-anak muda yang ingin jadi wasit seperti Anda?
Kiat-kiat jangan malu bertanya sama senior-senior. Tanpa senior-senior pasti kita tidak bisa apa-apa. Menjalin hubungan sesama wasit juga harus baik. Dan tidak kalah penting, terus latihan dan jangan pernah merasa puas. Berdoa pun juga jangan lupa.
Bisa Anda ceritakan bagaimana awal perjalanan karir Anda sebagai wasit? Apa cita-cita awal Anda memang ingin menjadi wasit?
Dulu awalnya saya main sepak bola di tingkat Kabupaten di Purwakarta. Saya main di Piala Soeratin saat itu. Tapi di sepak bola saya merasa tidak punya kelebihan dan kalah bersaing.
Setelah gagal berkecimpung di sepak bola, saya lari ke wasit.
Apa gambaran awal Anda banting setir ke profesi sebagai wasit? Karena kabarnya wasit jadi pekerjaan Anda satu-satunya.
Saya sangat senang dengan profesi ini, lalu saya ikut pelatihan si Sukabumi pada tahun 2006. Saat itu saya baru lulus dari SMA.
Setelah itu?
Setelah itu saya masuk Pengcap PSSI Kota Bandung. Di sana saya bertemu dengan Oki Dwi Putra dan dengan wasit lainnya. Di situ saya banyak belajar dari wasit-wasit di Bandung. Saya ditempa disana, setelah saya pindah dari Purwakarta.
Kapan Anda mulai memimpin laga di kompetisi Indonesia Super League (ISL)? Berapa usia Anda saat itu?
Saya masuk ISL pada tahun 2011 saat usia saya 22 tahun jalan. Saat itu saya pimpin pertandingan tuan rumah Gersik United menjamu Persidafon Dafonsoro. Pengalaman pertama sangat grogi. Tapi Alhamdulilah, lama-lama jadi biasa juga.
Ada kejadian yang masih Anda ingat di laga pertama yang Anda pimpin?
Saya ingat. Saat itu saya keluarkan satu kartu merah dan delapan kartu kuning. Kartu merah untuk pemain tuan rumah, dia dapat dua kali kartu kuning. Itu tidak bisa saya lupakan, pengalaman yang sangat berharga untuk saya.
Sekarang masuk tahun ketiga Anda jadi wasit ISL dan Anda sudah mendapat lisensi FIFA. Bagaimana perasaan Anda?
Saya akui jika saya cukup beruntung di antara wasit-wasit lain. Alhamdulilah ini rezeki saya. Ini keberuntungan buat saya. Dan saya banyak berterima kasih kepada wasit-wasit senior Indonesia yang telah banyak membantu saya seperti bang Jimmy (Jimmy Napitupulu) dan mas Purwanto.
Apa ada referensi wasit yang sering Anda ambil?
Sebenarnya tidak ada referensi khusus. Tapi saya banyak ambil teknik-teknik khusus dari wasit-wasit yang mempimpin sepak bola Eropa. Saya juga liat senior-senior wasit di Indonesia seperti Purwanto dengan seyumnya. Jimmy dengan ketegasan.
Wasit masih jadi kambing hitam?
Apa harapan Anda soal masih adanya anggapan itu?
Harapan saya, ubahlah pola pemikiran tersebut yang ada di masyarakat. Kami juga tidak luput dari salah dan kalau salah ada sanksi disiplin dari PSSI. Kalau memang ada yang tidak puas, tinggal ajukan protes ke Komite Wasit PSSI.
Tapi saat ini, apakah kepercayaan terhadap kinerja wasit sudah semakin baik?
Ya Alhamdulillah, sekarang sudah ada timbul kepercayaan kepada wasit. Baik dari pemain atau juga penonton. Tidak seperti dulu. Sekarang sudah jauh lebih baik daripada dulu.
Terakhir, apa Anda punya pesan atau kiat kepada anak-anak muda yang ingin jadi wasit seperti Anda?
Kiat-kiat jangan malu bertanya sama senior-senior. Tanpa senior-senior pasti kita tidak bisa apa-apa. Menjalin hubungan sesama wasit juga harus baik. Dan tidak kalah penting, terus latihan dan jangan pernah merasa puas. Berdoa pun juga jangan lupa.
(nug)