Pelatih Yogya Takut Atlet Hengkang
A
A
A
SEMARANG - Minimnya anggaran untuk pembinaan atlet dikeluhkan para pelatih cabang olahraga (cabor) yang diproyeksikan ke PON XIX/2016. Bahkan mereka khawatir, para atlet yang berpotensi nantinya memilih untuk pindah mewakili daerah lain karena selisih tali asih yang cukup besar.
Pelatih Gulat dari Kulonprogo, Mursanto mengatakan, dana yang diterima dari provinsi untuk pembinaan atletnya di tingkat kabupaten hanya sebesar Rp50 juta. Uang sebesar tersebut dirasanya masih di bawah dari cukup. Sebab, pastinya selama setahun tidak hanya melakukan latihan saja. Namun atlet akan diikutkan dalam suatu event atau kejuaraan.
''Kabupaten menerima Rp1 miliar untuk satu tahun. Jumlah tersebut nantinya dibagi untuk 34 cabor (cabang olahraga). Kita di gulat mendapatkan Rp50 juta. Seluruh kegiatan yang kita ikuti menggunakan dana itu,''kata pria yang juga menjabat sebagai kepala seksi bidang prestasi Pengprov Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) DIY, Minggu (31/8).
Efeknya, pembinaan pun tidak bisa maksimal. padahal potensi-potensi atlet di bawah naungannya, sangat banyak. Tak hanya itu, di kejuaraan PON mendatang, juga sangat riskan adanya atlet yang berpindah untuk mewakili daerah lain karena melihat tali asihnya, DIY yang belum ideal.
Ketika atlet DIY mendapatkan prestasi di ajang Porda atau juga Pra-PON pada 2015 mendatang, mereka hanya diberi tali asih sekitar Rp2,5 juta atau maksimal Rp7,5 juta saja. Jika dibandingkan dengan daerah tetangga, Jawa Tengah, selisihnya sangat besar.
''Tali asih untuk Porda di Jateng bisa sekitar Rp30 hingga 50 juta. Kita medali emas hanya Rp2,5 juta saja. Jika anak-anak lari ke Jateng, kita tidak bisa juga menyalahkan, walaupun kita telah membinanya sejak awal,” ucapnya.
Minimnya pendanaan dari tingkat provinsi memang juga diakui di cabang olahraga lain. Pelatih Panahan DIY, Budi Widayanto mengeluhkan keterlambatan masalah fasilitas alat yang digunakan untuk menunjang latihan anak-anak asuhannya.''Keterlambatan pada alat ya. Biasanya setelah Pra PON untuk persiapan PON, baru ada,''ujarnya.
Pelatih Gulat dari Kulonprogo, Mursanto mengatakan, dana yang diterima dari provinsi untuk pembinaan atletnya di tingkat kabupaten hanya sebesar Rp50 juta. Uang sebesar tersebut dirasanya masih di bawah dari cukup. Sebab, pastinya selama setahun tidak hanya melakukan latihan saja. Namun atlet akan diikutkan dalam suatu event atau kejuaraan.
''Kabupaten menerima Rp1 miliar untuk satu tahun. Jumlah tersebut nantinya dibagi untuk 34 cabor (cabang olahraga). Kita di gulat mendapatkan Rp50 juta. Seluruh kegiatan yang kita ikuti menggunakan dana itu,''kata pria yang juga menjabat sebagai kepala seksi bidang prestasi Pengprov Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) DIY, Minggu (31/8).
Efeknya, pembinaan pun tidak bisa maksimal. padahal potensi-potensi atlet di bawah naungannya, sangat banyak. Tak hanya itu, di kejuaraan PON mendatang, juga sangat riskan adanya atlet yang berpindah untuk mewakili daerah lain karena melihat tali asihnya, DIY yang belum ideal.
Ketika atlet DIY mendapatkan prestasi di ajang Porda atau juga Pra-PON pada 2015 mendatang, mereka hanya diberi tali asih sekitar Rp2,5 juta atau maksimal Rp7,5 juta saja. Jika dibandingkan dengan daerah tetangga, Jawa Tengah, selisihnya sangat besar.
''Tali asih untuk Porda di Jateng bisa sekitar Rp30 hingga 50 juta. Kita medali emas hanya Rp2,5 juta saja. Jika anak-anak lari ke Jateng, kita tidak bisa juga menyalahkan, walaupun kita telah membinanya sejak awal,” ucapnya.
Minimnya pendanaan dari tingkat provinsi memang juga diakui di cabang olahraga lain. Pelatih Panahan DIY, Budi Widayanto mengeluhkan keterlambatan masalah fasilitas alat yang digunakan untuk menunjang latihan anak-anak asuhannya.''Keterlambatan pada alat ya. Biasanya setelah Pra PON untuk persiapan PON, baru ada,''ujarnya.
(aww)