Rajai Afrika

Selasa, 10 Februari 2015 - 10:23 WIB
Rajai Afrika
Rajai Afrika
A A A
BATA - Pantai Gading secara dramatis merebut Piala Afrika 2015. Seperti de javu 23 tahun silam, Les Elephants mengalahkan Ghana lewat adu penalti pada laga pamungkas di Estadio de Bata, Guinea Khatulistiwa, dini hari kemarin.

Pantai Gading menguasai Benua Afrika untuk kedua kali dari empat kesempatan di laga pamungkas. Ini sukses pertama pasukan Herve Renard setelah 1992. Menariknya, proses tergenggamnya gelar hampir sama seperti final di Stade de l’Amitie, Dakar, Senegal, yakni menang lewat adu keberuntungan kontra Ghana. Layaknya ulangan final 1992, Pantai Gading dan Ghana bermain tanpa gol di waktu reguler dan perpanjangan waktu.

Bedanya, saat itu Pantai Gading unggul 11-10 dan sekarang menang 9-8. “Saya tidak tahu sudah menunggu berapa lama untuk mengangkat trofi ini. Saya sangat bahagia,” ucap kapten Pantai Gading Yaya Toure, dilansir Reuters. Ini sejatinya laga dramatis bagi Pantai Gading. Mereka nyaris tumbang karena tertinggal 0-2 lebih dulu saat adu penalti.

Kegagalan Wilfried Bony dan Tallo Gadji membuat Ghana di atas angin. Keberuntungan rupanya masih memihak Yaya dkk lantaran kegagalan Afriyie Acquah dan Frank Acheampong. Serge Aurier dan Seydou Doumbia membantu Pantai Gading menyamakan kedudukan 2-2. Setelah itu penendang setiap tim bisa mengonversi gol. Tanpa diduga Ghana tersudut setelah sepakan Brimah Razak dihalau kiper Boubacar Barry.

Barry selaku eksekutor penutup menyudahi perlawanan TheBlack Stars. Tembakan Barry mematahkan kutukan Pantai Gading di Piala Afrika. Sebelumnya mereka dua kali terlibat adu penalti di final 2006 dan 2012 yang berujung kekalahan. Ini semua berkat mental baja para algojo yang tidak patah semangat meski tertinggal 0-2.

“Saya pernah gagal dua kali di final. Itu sangat sulit diterima. Sekarang begitu fantastis. Para pemain dalam tekanan karena adu penalti. Saya harus mengucapkan selamat kepada Barry. Dia menunjukkan solidaritas sesungguhnya,” ujar Yaya. Ini gelar bergengsi pertama seluruh pemain bersama tim nasional.

Soalnya, Pantai Gading sudah berpuasa lebih dari dua dekade. Ini turut pula mengobati luka di Piala Dunia 2014. Bagi Yaya serta Serey Die, ini sukses ganda. Yaya sempat memenangkan Liga Primer 2013/2014 bersama Manchester City dan Serey menjuarai Liga Super Swiss dengan FC Basel. Tapi, yang pantas jadi pusat perhatian adalah Renard.

Arsitek berusia 46 tahun asal Prancis itu menjelma dari sosok yang dibenci menjadi pahlawan. Pada 2012, dialah yang memupus asa Pantai Gading untuk juara. Saat itu, Renard memimpin Zambia menang 8-7 dalam adu penalti. “Pada final 2012, kami melawan Pelatih Renard dan harus melewati adu penalti. Saat itu sepakan kakak saya (Kolo) meleset. Tapi, tidak dengan penalti kali ini.

Ini membuat saya gembira,” kata Yaya. Yaya tidak segan-segan memuji Renard. Menurutnya, pria yang semasa aktif berprofesi sebagai bek itu sangat paham dengan persepakbolaan di Afrika. Dia pun sangat tegas. Yaya mengklaim, tanpa jasa Renard, Pantai Gading tidak akan memenangkan apa pun.

Sementara Pelatih Ghana Avram Grant tetap bangga kepada pasukannya. Walau kecewa, dia menilai ada pelajaran penting yang bisa diserap. “Saya sangat bangga kepada tim. Mereka selalu membuat saya senang. Mencapai final adalah pencapaian besar. Para pemain menunjukkan banyak hal positif,” tandasnya.

M mirza
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8642 seconds (0.1#10.140)