Etoo Dianugerahi Penghargaan
A
A
A
Perjuangan Samuel Eto’o dalam memerangi rasisme mendapat pengakuan dari dunia internasional.
Bomber anyar Sampdoria itu akhirnya dianugerahi Medali Toleransi dari Dewan Eropa untuk Toleransi dan Rekonsiliasi (ECTR). Penghargaan itu disematkan kepada Eto’o saat jamuan makan malam bertajuk “Toleransi dan Rekonsiliasi” di Istana Kensington, London, yang menjadi tempat tinggal Pangeran William dan Kate, Senin (9/3).
ECTR, organisasi kemanusiaan nonpemerintah, sendiri yang menyerahkan penghargaan tersebut. Eto’o terpilih karena keseriusannya memberantas rasisme, khususnya dalam sepak bola. Pesepak bola asal Kamerun itu tidak hanya berdiam diri ketika menjadi korban rasial.
Dia berani melawan dan mengeluarkan pendapatnya kepada dunia. Mantan pemain Barcelona dan Chelsea itu tanpa lelah terus melawan para pelaku rasial. “Tahun lalu sangat menantang bagi sepak bola dalam arti kebencian dan rasisme. Sebagai pesepak bola, kami perlu menegakkan sandaran moral karena kami disaksikan penonton. Kami harus menjadi teladan dalam toleransi bermasyarakat yang multiras, terutama dalam sepak bola,” ucap Eto’o, dilansir Reuters.
Perlakuan rasial sudah beberapa kali dialami Eto’o. Pada Februari 2005, pemain berusia 33 tahun itu pernah dilecehkan fansReal Zaragoza yang menirukan suara kera. Hinaan itu berkumandang setiap kali dia mendapat bola. Hal serupa terjadi tahun berikutnya.
Dia lagi-lagi diejek pendukung Zaragoza. Eto’o keluar lapangan dan berkata kepada wasit tidak bisa melanjutkan pertandingan. Tapi, niat itu urung dilakukan karena rekan-rekan satu timnya membujuknya untuk menyelesaikan pertandingan. Tapi, sejak saat itu Eto’o tidak pernah lagi membawa keluarganya ke stadion.
Pada 17 Oktober 2010, Eto’o yang ketika itu berseragam Inter Milan juga dihina secara rasial kala melawan Cagliari. Semua itu membuat pemain terbaik Afrika empat kali itu meradang. Dia bahkan sempat melakukan protes dengan menirukan cara berjalan kera dalam sebuah pertandingan di Spanyol untuk mengejek perlakuan rasial yang diterimanya.
“Anda lahir karena cinta dan Anda juga belajar tentang benci. Itu sesuatu yang saya temukan pada saat itu (2005). Saya lalu memutuskan berteriak dan selalu ceria. Rekan-rekan saya ikut mendukung, begitu juga dengan pihak manajemen. Sejak saat itu saya selalu berjuang, baik di dalam maupun luar lapangan,” papar Eto’o.
Pada kesempatan itu, Eto’o juga menyoroti perlakuan rasial fans Chelsea setelah selesai meladeni Paris Saint-Germain (PSG). Dia mengaku terkejut hal itu masih terjadi. Sebab, pada akhirnya insiden itu akan mencemari nama baik klub. Padahal, yang melakukannya hanya beberapa orang. Eto’o juga tidak ketinggalan mengutarakan harapannya saat bergulirnya Piala Dunia 2018 di Rusia.
Dia ingin agar eventsepak bola terbesar itu berjalan sukses tanpa skandal. Sebab, bukan rahasia lagi kalau banyak warga Negeri Beruang Merah masih bertindak rasial.
M Mirza
Bomber anyar Sampdoria itu akhirnya dianugerahi Medali Toleransi dari Dewan Eropa untuk Toleransi dan Rekonsiliasi (ECTR). Penghargaan itu disematkan kepada Eto’o saat jamuan makan malam bertajuk “Toleransi dan Rekonsiliasi” di Istana Kensington, London, yang menjadi tempat tinggal Pangeran William dan Kate, Senin (9/3).
ECTR, organisasi kemanusiaan nonpemerintah, sendiri yang menyerahkan penghargaan tersebut. Eto’o terpilih karena keseriusannya memberantas rasisme, khususnya dalam sepak bola. Pesepak bola asal Kamerun itu tidak hanya berdiam diri ketika menjadi korban rasial.
Dia berani melawan dan mengeluarkan pendapatnya kepada dunia. Mantan pemain Barcelona dan Chelsea itu tanpa lelah terus melawan para pelaku rasial. “Tahun lalu sangat menantang bagi sepak bola dalam arti kebencian dan rasisme. Sebagai pesepak bola, kami perlu menegakkan sandaran moral karena kami disaksikan penonton. Kami harus menjadi teladan dalam toleransi bermasyarakat yang multiras, terutama dalam sepak bola,” ucap Eto’o, dilansir Reuters.
Perlakuan rasial sudah beberapa kali dialami Eto’o. Pada Februari 2005, pemain berusia 33 tahun itu pernah dilecehkan fansReal Zaragoza yang menirukan suara kera. Hinaan itu berkumandang setiap kali dia mendapat bola. Hal serupa terjadi tahun berikutnya.
Dia lagi-lagi diejek pendukung Zaragoza. Eto’o keluar lapangan dan berkata kepada wasit tidak bisa melanjutkan pertandingan. Tapi, niat itu urung dilakukan karena rekan-rekan satu timnya membujuknya untuk menyelesaikan pertandingan. Tapi, sejak saat itu Eto’o tidak pernah lagi membawa keluarganya ke stadion.
Pada 17 Oktober 2010, Eto’o yang ketika itu berseragam Inter Milan juga dihina secara rasial kala melawan Cagliari. Semua itu membuat pemain terbaik Afrika empat kali itu meradang. Dia bahkan sempat melakukan protes dengan menirukan cara berjalan kera dalam sebuah pertandingan di Spanyol untuk mengejek perlakuan rasial yang diterimanya.
“Anda lahir karena cinta dan Anda juga belajar tentang benci. Itu sesuatu yang saya temukan pada saat itu (2005). Saya lalu memutuskan berteriak dan selalu ceria. Rekan-rekan saya ikut mendukung, begitu juga dengan pihak manajemen. Sejak saat itu saya selalu berjuang, baik di dalam maupun luar lapangan,” papar Eto’o.
Pada kesempatan itu, Eto’o juga menyoroti perlakuan rasial fans Chelsea setelah selesai meladeni Paris Saint-Germain (PSG). Dia mengaku terkejut hal itu masih terjadi. Sebab, pada akhirnya insiden itu akan mencemari nama baik klub. Padahal, yang melakukannya hanya beberapa orang. Eto’o juga tidak ketinggalan mengutarakan harapannya saat bergulirnya Piala Dunia 2018 di Rusia.
Dia ingin agar eventsepak bola terbesar itu berjalan sukses tanpa skandal. Sebab, bukan rahasia lagi kalau banyak warga Negeri Beruang Merah masih bertindak rasial.
M Mirza
(ftr)