Panggung Terakhir di Liga Champions SWISS
A
A
A
SWISS - MEMBELA Basel dipuji, memperkuat Swiss dicaci. Begitulah nasib Marco Streller di lapangan sepak bola di Heidiland.
Seperti tidak ingin meninggalkan kesan kurang sempurna di klub kesayangannya, Streller mengundurkan diri saat tenaganya masih diperlukan FC Basel, sepekan lalu, meski masih terikat kontrak hingga 2016. Kendati sudah disiapkan matang, tetap saja mundurnya penyerang jangkung ini meninggalkan kesan tidak sempurna.
Setidaknya dini hari kemarin di Estadio do Dragao Porto, Portugal. Penampilan terakhirnya di panggung Liga Champions mengecewakan. Di bawah kepemimpinannya sebagai kapten tim, Die Bebbi dikalahkan FC Porto 0-4.
”Setelah babak pertama kami masih punya harapan. Namun, setelah dua gol beruntun pada babak kedua, kami seperti melihat Porto dengan enam penyerang. Malam itu (dini hari kemarin) memang menunjukkan mereka lebih pantas ke perempat final,” tutur Streller kepada stasiun televisi Swiss, SF1.
Basel kalah di segala lini. Seperti pertandingan leg pertama, Porto mendominasi sejak menit-menit awal. Barulah setelah gol pertama menetas, gantian Basel yang mulai bangkit untuk menyamakan kedudukan. ”Ketinggalan pada babak pertama tidak mengubah keadaan. Toh, kami harus tetap mencetak satu gol untuk jaga peluang,” kata Luca Zuffi.
Seperti Streller, Zuffi juga mengakui gol beruntun pada babak kedualah yang membuat Basel kedodoran. ”Kami kecewa. Gol-gol pada babak kedua menghancurkan kami,” tutur Zuffi. Jika Zuffi, Drelis Gonzales, Breel Embolo, hingga Fabian Schaer masih akan berlaga lagi di Liga Champions musim depan; tidak dengan Streller.
Musim depan Streller akan gantung sepatu. ”Saya sebenarnya bisa tetap berada di Basel hingga 2016. Mungkin akan sering dibangkucadangkan. Itu artinya mendapatkan uang dengan santai. Namun, saya tidak ingin berakhir seperti itu. Ketika terasa waktunya harus mundur, ya mundur,” kata Streller sebelum bertolak ke Portugal.
Streller adalah pesepak bola seangkatan Alexander Frei dan Benjamin Huggel di tim nasional Swiss. Frei bahkan teman semasa kecil ketika mereka masih amatir di FC Aesch, sebuah desa Swiss di perbatasan Jerman. Frei dan Huggel mundur lebih dulu, sedangkan Streller masih bercokol di Basel hingga musim ini setelah merumput di VfB Stuttgart dan FC Koln di Bundesliga.
Kepindahan ke Basel bukan karena Streller tidak lagi dibutuhkan di Jerman. Namun, memang karena dia ingin kembali ke klub yang melambungkan kariernya. ”Sudah menjadi impian saya kembali ke Basel ketika masih berada di puncak karier,“ ucap Streller.
Streller mengawali karier di klub Divisi II Liga Swiss, FC Concordia, sebelum akhirnya dikontrak Basel. Dari Basel, Streller dipinjamkan ke FC Thun. Lalu, dia kembali ke Basel. Streller dicaci pendukung timnas ketika tendangan penaltinya gagal mengantarkan Swiss ke babak perempat final di Piala Dunia 2006 ketika melawan Ukraina.
Ulah menjulurkan lidahnya sebelum mengeksekusi penalti membuat Steller dijuluki Die Zunge der Nation (Si Lidah Bangsa). Sebelumnya, ketika tampil saat play-off melawan Turki, gol Streller menjadikan Swiss lolos ke Piala Dunia di Jerman tersebut. Streller juga memiliki andil besar dalam sukses Basel. Die Bebbi berhasil menjuarai 6 kali Liga Swiss, 3 kali Piala Swiss, serta 5 kali ke fase utama Liga Champions.
Dia juga sempat memimpin Basel mencapai semifinal Liga Europa 2012/2013. Saat itu Basel disingkirkan Chelsea. Mundurnya Streller ternyata disambut gembira beberapa klub Liga Swiss, salah satunya Young Boys. Klub asal Bern itu mengaku lebih mudah menggoyang tahta Basel jika Streller tidak ada lagi.
FC Zurich dan Grasshopper Zurich juga tidak memungkiri mundurnya Streller akan membuat klub-klub lain di Liga Swiss akan lebih bersemangat. Karena itu, setelah gagal di Liga Champions, Basel kini akan berkonsentrasi penuh ke Liga Swiss.
Hingga kini, tanpa Streller pun, kekuatan Basel masih sulit dibendung klub Swiss lainnya. Selain pemainnya yang menjadi incaran klub Eropa, keuangan Basel juga sangat mapan.
Krisna Diantha
Laporan Koresponden KORANSINDO
Seperti tidak ingin meninggalkan kesan kurang sempurna di klub kesayangannya, Streller mengundurkan diri saat tenaganya masih diperlukan FC Basel, sepekan lalu, meski masih terikat kontrak hingga 2016. Kendati sudah disiapkan matang, tetap saja mundurnya penyerang jangkung ini meninggalkan kesan tidak sempurna.
Setidaknya dini hari kemarin di Estadio do Dragao Porto, Portugal. Penampilan terakhirnya di panggung Liga Champions mengecewakan. Di bawah kepemimpinannya sebagai kapten tim, Die Bebbi dikalahkan FC Porto 0-4.
”Setelah babak pertama kami masih punya harapan. Namun, setelah dua gol beruntun pada babak kedua, kami seperti melihat Porto dengan enam penyerang. Malam itu (dini hari kemarin) memang menunjukkan mereka lebih pantas ke perempat final,” tutur Streller kepada stasiun televisi Swiss, SF1.
Basel kalah di segala lini. Seperti pertandingan leg pertama, Porto mendominasi sejak menit-menit awal. Barulah setelah gol pertama menetas, gantian Basel yang mulai bangkit untuk menyamakan kedudukan. ”Ketinggalan pada babak pertama tidak mengubah keadaan. Toh, kami harus tetap mencetak satu gol untuk jaga peluang,” kata Luca Zuffi.
Seperti Streller, Zuffi juga mengakui gol beruntun pada babak kedualah yang membuat Basel kedodoran. ”Kami kecewa. Gol-gol pada babak kedua menghancurkan kami,” tutur Zuffi. Jika Zuffi, Drelis Gonzales, Breel Embolo, hingga Fabian Schaer masih akan berlaga lagi di Liga Champions musim depan; tidak dengan Streller.
Musim depan Streller akan gantung sepatu. ”Saya sebenarnya bisa tetap berada di Basel hingga 2016. Mungkin akan sering dibangkucadangkan. Itu artinya mendapatkan uang dengan santai. Namun, saya tidak ingin berakhir seperti itu. Ketika terasa waktunya harus mundur, ya mundur,” kata Streller sebelum bertolak ke Portugal.
Streller adalah pesepak bola seangkatan Alexander Frei dan Benjamin Huggel di tim nasional Swiss. Frei bahkan teman semasa kecil ketika mereka masih amatir di FC Aesch, sebuah desa Swiss di perbatasan Jerman. Frei dan Huggel mundur lebih dulu, sedangkan Streller masih bercokol di Basel hingga musim ini setelah merumput di VfB Stuttgart dan FC Koln di Bundesliga.
Kepindahan ke Basel bukan karena Streller tidak lagi dibutuhkan di Jerman. Namun, memang karena dia ingin kembali ke klub yang melambungkan kariernya. ”Sudah menjadi impian saya kembali ke Basel ketika masih berada di puncak karier,“ ucap Streller.
Streller mengawali karier di klub Divisi II Liga Swiss, FC Concordia, sebelum akhirnya dikontrak Basel. Dari Basel, Streller dipinjamkan ke FC Thun. Lalu, dia kembali ke Basel. Streller dicaci pendukung timnas ketika tendangan penaltinya gagal mengantarkan Swiss ke babak perempat final di Piala Dunia 2006 ketika melawan Ukraina.
Ulah menjulurkan lidahnya sebelum mengeksekusi penalti membuat Steller dijuluki Die Zunge der Nation (Si Lidah Bangsa). Sebelumnya, ketika tampil saat play-off melawan Turki, gol Streller menjadikan Swiss lolos ke Piala Dunia di Jerman tersebut. Streller juga memiliki andil besar dalam sukses Basel. Die Bebbi berhasil menjuarai 6 kali Liga Swiss, 3 kali Piala Swiss, serta 5 kali ke fase utama Liga Champions.
Dia juga sempat memimpin Basel mencapai semifinal Liga Europa 2012/2013. Saat itu Basel disingkirkan Chelsea. Mundurnya Streller ternyata disambut gembira beberapa klub Liga Swiss, salah satunya Young Boys. Klub asal Bern itu mengaku lebih mudah menggoyang tahta Basel jika Streller tidak ada lagi.
FC Zurich dan Grasshopper Zurich juga tidak memungkiri mundurnya Streller akan membuat klub-klub lain di Liga Swiss akan lebih bersemangat. Karena itu, setelah gagal di Liga Champions, Basel kini akan berkonsentrasi penuh ke Liga Swiss.
Hingga kini, tanpa Streller pun, kekuatan Basel masih sulit dibendung klub Swiss lainnya. Selain pemainnya yang menjadi incaran klub Eropa, keuangan Basel juga sangat mapan.
Krisna Diantha
Laporan Koresponden KORANSINDO
(ftr)