Kisruh Turunkan Minat Jadi Pemain Sepak Bola Indonesia
A
A
A
SLEMAN - Kisruh sepak bola Indonesia membuat minat warga menjadi pesepakbola menurun. Minat tersebut semakin turun setelah meledaknya perseteruan Kemenpora dan PSSI yang berbuntut terhentinya kompetisi. Akibatnya, insan bola Tanah Air menjadi korban ego dua lembaga olahraga sepak bola tersebut.
”Sepak bola ini merupakan profesi seluruh pelaku di lapangan, berapa banyak pemain profesional, berapa jumlah pelatih serta perangkat pertandingan. Itu semua pasti terdampak paling besar karena tak bisa mencari nafkah dari pekerjaan utama ini,''tandas Pelatih PSS Sleman Jaya Hartono.
Pelatih pemegang lisensi A AFC tersebut mengatakan, untuk menjadikan pelaku sepak bola di lapangan bisa profesional bukan sebuah langkah mudah. Butuh proses dan waktu yang tidak sedikit. Sementara dengan penghentian kompetisi, maka proses yang harusnya dilalui menjadi buyar. Sehingga hilang pula kesempatan untuk bisa menjadikan sepak bola di Indonesia berjalan profesional.
Perseteruan di level atas ditegaskan Jaya menjadikan pelaku sepak bola menjadi korban karena tidak bisa berkarir secara profesional. Hal tersebutlah yang membuat saat ini sudah banyak pemain yang kehilangan semangat untuk terjun dalam dunia sepak bola.
"Bagaimana ketika sepak bola tidak bisa digunakan untuk hidup seperti saat ini. Sangat berbeda sekali dengan dulu, anak-anak muda kehilangan harapan pasti,"tandasnya
Pelatih PSIM Yogyakarta Seto Nurdiyantara berharap, kisruh sepak bola Indonesia bisa segera teratasi. Hal itu dikarenakan, perseteruan yang terjadi telah meninggalkan dampak kepada ratusan bahkan ribuan orang yang menggantungkan hidup dari sepak bola di Indonesia.
Mantan pemain Timnas Senior era 2000-an tersebut menyebut, masyarakat sepak bola secara teknis hanya menginginkan adanya sepak bola yang sehat, berprestasi dan damai. Sehingga tercipta sepak bola sebagai olahraga yang memberikan hiburan bagi masyarakat luas. ''Harapannya kompetisi sepak bola di Indonesia bisa segera bisa berjalan normal lagi dan bisa berprestasi sebaik mungkin,''pungkasnya.
”Sepak bola ini merupakan profesi seluruh pelaku di lapangan, berapa banyak pemain profesional, berapa jumlah pelatih serta perangkat pertandingan. Itu semua pasti terdampak paling besar karena tak bisa mencari nafkah dari pekerjaan utama ini,''tandas Pelatih PSS Sleman Jaya Hartono.
Pelatih pemegang lisensi A AFC tersebut mengatakan, untuk menjadikan pelaku sepak bola di lapangan bisa profesional bukan sebuah langkah mudah. Butuh proses dan waktu yang tidak sedikit. Sementara dengan penghentian kompetisi, maka proses yang harusnya dilalui menjadi buyar. Sehingga hilang pula kesempatan untuk bisa menjadikan sepak bola di Indonesia berjalan profesional.
Perseteruan di level atas ditegaskan Jaya menjadikan pelaku sepak bola menjadi korban karena tidak bisa berkarir secara profesional. Hal tersebutlah yang membuat saat ini sudah banyak pemain yang kehilangan semangat untuk terjun dalam dunia sepak bola.
"Bagaimana ketika sepak bola tidak bisa digunakan untuk hidup seperti saat ini. Sangat berbeda sekali dengan dulu, anak-anak muda kehilangan harapan pasti,"tandasnya
Pelatih PSIM Yogyakarta Seto Nurdiyantara berharap, kisruh sepak bola Indonesia bisa segera teratasi. Hal itu dikarenakan, perseteruan yang terjadi telah meninggalkan dampak kepada ratusan bahkan ribuan orang yang menggantungkan hidup dari sepak bola di Indonesia.
Mantan pemain Timnas Senior era 2000-an tersebut menyebut, masyarakat sepak bola secara teknis hanya menginginkan adanya sepak bola yang sehat, berprestasi dan damai. Sehingga tercipta sepak bola sebagai olahraga yang memberikan hiburan bagi masyarakat luas. ''Harapannya kompetisi sepak bola di Indonesia bisa segera bisa berjalan normal lagi dan bisa berprestasi sebaik mungkin,''pungkasnya.
(aww)