Kisah Wilma Marghareta Sinaga, Pecatur Andalan NPC Indonesia yang Miliki Segudang Prestasi
Senin, 11 September 2023 - 10:46 WIB
Marghareta mengaku sempat mencoba sejumlah ekstrakurikuler seperti paduan suara dan olahraga lempar lembing, namun ia merasa tidak pernah ada perkembangan. Pada akhirnya Margaretha memilih cabor catur dan merasa nyaman di tempat itu.
"Karena catur itu belajarnya melatih berpikir 3-5 langkah ke depan, strategi dan berhitung. Membantu juga saat di sekolah matematikanya terbantu karena di catur itu, mainnya menghitung ya," ujarnya.
Selain itu, catur dianggapnya sebagai olahraga yang paling mudah untuk Margaretha dilakukan. "Kalau catur itu latihannya gak ribet. Gak harus kelapangan lapangannya kan harus dibawa karena papan catur. Kalau gak main pakai papan juga bisa namanya blind chess, jadi namanya catur turna netra, kita bisa main tanpa memegang bidak caturnya. Jadi udah kebayang kotak 64 itu," jelas dia.
Menetapkan hati cabor catur kesulitan demi kesulitan mulai menghinggapi Margaretha. Meski telah didampingi pelatih ia mengaku harus berusaha dua kali lipat untuk mencapai level tertinggi.
"Pasti kami tidak bisa seperti teman-teman yang pengelihatannya sempurna. Buku juga kami gak bisa baca. Jadi kami minta bantuan dulu untuk dibacakan kesulitannya di situ. Untuk bisa sama dengan teman yang normal kami harus belajar dua kali lipat. Berarti kalau mau melebihi belajar nya harus lebih dari itu," katanya.
Sembari menceritakan perjalanan latihannya, Margaretha juga mengungkapkan perasaan kecewa yang pernah singgah di hatinya ketika masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa Jerman.
Kala itu, sepulang latihan catur ia turun dari angkot jauh dari titik biasanya. Jalan yang Marghareta lalui pun bukanlah jalan yang dihapalnya. Akibatnya ia terperosok ke selokan sampah yang membuat sekujur tubuhnya bau.
"Itu sakitnya gak seberapa tapi malunya. Saya ditolong sama tukang becak. Terus saya bilang sama tuhan, udah tuhan sudah kan kamu puas lihat aku. Terus aku nangis," ucapnya.
Proses itulah yang membuat Marghareta mampu bertahan di percaturan Nasional dan Internasional.
"Karena catur itu belajarnya melatih berpikir 3-5 langkah ke depan, strategi dan berhitung. Membantu juga saat di sekolah matematikanya terbantu karena di catur itu, mainnya menghitung ya," ujarnya.
Selain itu, catur dianggapnya sebagai olahraga yang paling mudah untuk Margaretha dilakukan. "Kalau catur itu latihannya gak ribet. Gak harus kelapangan lapangannya kan harus dibawa karena papan catur. Kalau gak main pakai papan juga bisa namanya blind chess, jadi namanya catur turna netra, kita bisa main tanpa memegang bidak caturnya. Jadi udah kebayang kotak 64 itu," jelas dia.
Menetapkan hati cabor catur kesulitan demi kesulitan mulai menghinggapi Margaretha. Meski telah didampingi pelatih ia mengaku harus berusaha dua kali lipat untuk mencapai level tertinggi.
"Pasti kami tidak bisa seperti teman-teman yang pengelihatannya sempurna. Buku juga kami gak bisa baca. Jadi kami minta bantuan dulu untuk dibacakan kesulitannya di situ. Untuk bisa sama dengan teman yang normal kami harus belajar dua kali lipat. Berarti kalau mau melebihi belajar nya harus lebih dari itu," katanya.
Teperosok ke Selokan Sampah
Sembari menceritakan perjalanan latihannya, Margaretha juga mengungkapkan perasaan kecewa yang pernah singgah di hatinya ketika masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa Jerman.
Kala itu, sepulang latihan catur ia turun dari angkot jauh dari titik biasanya. Jalan yang Marghareta lalui pun bukanlah jalan yang dihapalnya. Akibatnya ia terperosok ke selokan sampah yang membuat sekujur tubuhnya bau.
"Itu sakitnya gak seberapa tapi malunya. Saya ditolong sama tukang becak. Terus saya bilang sama tuhan, udah tuhan sudah kan kamu puas lihat aku. Terus aku nangis," ucapnya.
Proses itulah yang membuat Marghareta mampu bertahan di percaturan Nasional dan Internasional.
tulis komentar anda